Awan Mendung Current Account Masih Payungi Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 October 2018 08:38
Awan Mendung Current Account Masih Payungi Rupiah
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Dolar AS pun kian nyaman di kisaran Rp 15.100 dan bukan tidak mungkin menyentuh level baru di Rp 15.200. 

Pada Jumat (5/10/2018), US$ 1 berada di Rp 15.178 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,09% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 08:09 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 15.181 di mana rupiah terdepresiasi 0,11%. 

Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,63% di Rp 15.165/US$. Rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia. 


Hari ini, keperkasaan dolar AS di Benua Kuning mulai memudar. Beberapa mata uang Asia mulai menguat, seperti won Korea Selatan, ringgit Malaysia, baht Thailand, sampai dolar Taiwan. Yuan China sebenarnya menguat, tetapi tidak masuk hitungan karena pasar keuangan Negeri Tirai Bambu masih tutup. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 08:12 WIB: 

 

Dolar AS memang masih menguat, tetapi mulai terbatas. Pada pukul 08:15 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) hanya menguat 0,02%. 

Sentimen positif masih menaungi dolar AS. Data-data ekonomi yang kinclong di Negeri Paman Sam jadi bensin baru bagi greenback.


US Census Bureau melaporkan, pemesanan terhadap barang-barang buatan AS pada Agustus naik 2,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini merupakan kenaikan bulanan tertinggi sejak September 2017.

Kemudian, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 29 September turun 8.000 ke 207.000. Lebih baik dibandingkan konsensus yang dihimpun Reuters, yaitu jumlah klaim sebanyak 213.000. 

Belum lagi angka pengangguran yang akan dirilis malam ini waktu Indonesia, yang juga diperkirakan membaik. Konsensus Reuters memperkirakan angka pengangguran September di 3,8%, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,9%. Data-data ekonomi ini memberi keyakinan bahwa The Federal Reserve/The Fed tetap akan di jalur menaikkan suku bunga acuan secara bertahap. 

"Ekspansi ekonomi yang terjadi saat ini bisa bertahan dalam beberapa waktu ke depan. Jika kami melihat ekonomi semakin kuat dan inflasi bergerak ke atas, maka kami juga akan bergerak cepat," kata Jerome Powell, Gubernur The Fed, dalam acara Atlantic Festival di Washington, seperti dikutip Reuters. 

Keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember pun semakin besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada rapat 19 Desember mencapai 80,1%. 

Kabar ini tentunya lagi-lagi positif buat greenback. Saat dolar AS melaju kencang, maka mata uang lain akan tertinggal di belakang. Oleh karena itu, rupiah masih harus ekstra waspada. 


Namun ada sentimen positif yang bisa membantu rupiah, setidaknya walau melemah tidak sedalam kemarin. Bank Indonesia (BI) merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang hasilnya lumayan positif. 

BI mencatat IKK periode September sebesar 122,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 121,6.  

Secara bulanan (month-to-month/MtM), IKK tumbuh 0,66%. Pencapaian ini bisa dibilang agak melegakan, karena pada Agustus, IKK jeblok ke level terendahnya tahun ini. Kekhawatiran bahwa konsumsi masyarakat merosot pasca lebaran kini bisa agak mereda. 

Meski begitu, rupiah tetap berpotensi dipayungi awan mendung karena proyeksi transaksi berjalan (current account). Pada kuartal III-2018, kemungkinan besar defisit transaksi berjalan tetap cukup dalam seperti kuartal sebelumnya yang mencapai 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Pasalnya, defisit neraca perdagangan pada Juli dan Agustus lumayan dalam yaitu masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 1,02 miliar. Pada September, defisit neraca perdagangan kemungkinan besar karena tingginya harga minyak dunia. 

Sepanjang September, harga minyak jenis brent melonjak 8,74% secara point-to-point. Ini tentu memberatkan neraca perdagangan Indonesia, negara yang berstatus sebagai net importir minyak. 

Neraca perdagangan yang defisit akan mempengaruhi transaksi berjalan. Hasilnya, rupiah berpotensi tertekan karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Faktor ini yang membuat investor cemas, sehingga rupiah masih sulit untuk menguat. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular