Awan Mendung Current Account Masih Payungi Rupiah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 October 2018 08:38

Namun ada sentimen positif yang bisa membantu rupiah, setidaknya walau melemah tidak sedalam kemarin. Bank Indonesia (BI) merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang hasilnya lumayan positif.
BI mencatat IKK periode September sebesar 122,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 121,6.
Secara bulanan (month-to-month/MtM), IKK tumbuh 0,66%. Pencapaian ini bisa dibilang agak melegakan, karena pada Agustus, IKK jeblok ke level terendahnya tahun ini. Kekhawatiran bahwa konsumsi masyarakat merosot pasca lebaran kini bisa agak mereda.
Meski begitu, rupiah tetap berpotensi dipayungi awan mendung karena proyeksi transaksi berjalan (current account). Pada kuartal III-2018, kemungkinan besar defisit transaksi berjalan tetap cukup dalam seperti kuartal sebelumnya yang mencapai 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pasalnya, defisit neraca perdagangan pada Juli dan Agustus lumayan dalam yaitu masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 1,02 miliar. Pada September, defisit neraca perdagangan kemungkinan besar karena tingginya harga minyak dunia.
Sepanjang September, harga minyak jenis brent melonjak 8,74% secara point-to-point. Ini tentu memberatkan neraca perdagangan Indonesia, negara yang berstatus sebagai net importir minyak.
Neraca perdagangan yang defisit akan mempengaruhi transaksi berjalan. Hasilnya, rupiah berpotensi tertekan karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Faktor ini yang membuat investor cemas, sehingga rupiah masih sulit untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
BI mencatat IKK periode September sebesar 122,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 121,6.
Secara bulanan (month-to-month/MtM), IKK tumbuh 0,66%. Pencapaian ini bisa dibilang agak melegakan, karena pada Agustus, IKK jeblok ke level terendahnya tahun ini. Kekhawatiran bahwa konsumsi masyarakat merosot pasca lebaran kini bisa agak mereda.
Pasalnya, defisit neraca perdagangan pada Juli dan Agustus lumayan dalam yaitu masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 1,02 miliar. Pada September, defisit neraca perdagangan kemungkinan besar karena tingginya harga minyak dunia.
Sepanjang September, harga minyak jenis brent melonjak 8,74% secara point-to-point. Ini tentu memberatkan neraca perdagangan Indonesia, negara yang berstatus sebagai net importir minyak.
Neraca perdagangan yang defisit akan mempengaruhi transaksi berjalan. Hasilnya, rupiah berpotensi tertekan karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Faktor ini yang membuat investor cemas, sehingga rupiah masih sulit untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular