Ditekan Luar-Dalam, Rupiah Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 October 2018 16:53
Ditekan Luar-Dalam, Rupiah Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Bahkan pelemahan rupiah jadi yang paling dalam di Asia. 

Pada Kamis (4/10/2018), US$ 1 dihargai Rp 15.165 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,63% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya. 

Rupiah menyentuh titik terlemahnya sepanjang 2018. Bukan hanya itu, rupiah juga berada di posisi terlemah sejak Juli 2018. 

 

Kala pembukaan pasar, rupiah melemah 0,17%. Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah dan dolar AS berhasil menembus level Rp 15.100. 

Pelemahan rupiah semakin menjadi, dan dolar AS sempat sangat dekat dengan level baru yaitu Rp 15.200. Namun jelang penutupan pasar, depresiasi rupiah agak menipis meski pada akhirnya masih cukup signifikan.

Bahkan rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan paling dalam di antara mata uang utama Asia.
 Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 16:25 WIB: 

 

Hari ini memang dolar AS terlalu perkasa. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, menguat 0,14%. Indeks ini sudah melesat 1,05% dalam sepekan terakhir dan masih terus berlanjut. 

Dolar AS mendapatkan kekuatan dari semakin tebalnya keyakinan pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan Negeri Paman Sam. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) pada rapat 19 Desember mencapai 81,2%. 

Investor yakin The Fed akan menaikkan suku bunga seiring semakin kinclongnya kinerja ekonomi AS. Berdasarkan survei ADP, perekonomian AS menciptakan 230.000 lapangan kerja sepanjang September. Ini adalah angka tertinggi sejak Februari. 

Kemudian survei Institute of Supply Management (ISM) menyebutkan indeks aktivitas non-manufaktur pada September sebesar 61,6 atau naik 3,1 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 1997. 

Pencapaian ini menunjukkan ada potensi peningkatan permintaan. Jika tidak direm, maka akan menimbulkan overheating alias pertumbuhan permintaan yang terlalu kencang dan tidak bisa diimbangi oleh penawaran. Akan tercipta inflasi yang sebenarnya tidak perlu. 

Cara paling efektif untuk menekan permintaan adalah dengan menaikkan suku bunga acuan. Melihat prospek permintaan di AS yang terus meningkat, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga secara gradual. 

Kenaikan suku bunga acuan memang bertujuan untuk mengerem permintaan. Namun efek sampingnya adalah membuat imbalan berinvestasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap, akan naik. Akibatnya arus modal tersedot ke AS karena investor ingin mencari cuan. 


Dari dalam negeri, rupiah masih terbeban akibat prospek transaksi berjalan (current account) yang suram. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit transaksi berjalan pada akhir 2018 cukup dalam yaitu di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 


Proyeksi ini membuat pasar cemas. Dengan defisit transaksi berjalan yang dalam, rupiah tentu tidak punya modal untuk menguat karena kekurangan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Sebab sumber devisa lainnya yaitu dari pasar keuangan juga seret cenderung minus karena arus modal tersedot ke Negeri Paman Sam. 

Jika defisit transaksi berjalan masih besar, setidaknya sampai akhir tahun, maka rupiah berpotensi melemah sepanjang 2018. Ini tentu bukan kabar baik. Investor mana yang mau mengoleksi aset yang nilainya ke depan akan turun? 

Prospek rupiah yang kurang menggembirakan membuat aset-aset berbasis mata uang ini terkena tekanan jual. Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 1,16 triliun dan menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 1,89%. Senasib dengan rupiah, koreksi IHSG juga yang paling dalam di Asia. 


Sementara di pasar obligasi, tekanan bisa dilihat dari kenaikan imbal hasil (yield) yang menandakan harga instrumen ini sedang turun. Kala penutupan pasar, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 3 tahun naik 0,3 bps. Kemudian untuk tenor 5 tahun naik 10,2 bps, tenor 10 tahun naik 10,4 bps, tenor 15 tahun naik 2,8 bps, tenor 20 tahun naik 5,9 bos, dan tenor 30 tahun naik 4,4 bps.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular