
Rupiah Melemah, Pantaskah Saham Bank BUKU IV Diobral?
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
02 October 2018 13:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham-saham bank BUKU IV, khususnya bank berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pada perdagangan sesi I terperosok. Nilai tukar rupiah terus menyusut hingga menyentuh level psikologis Rp 15.000/US$ menjadi sentimen psikologis yang mempengaruhi investor melepas saham-saham bank tersebut.
Saham-saham perbankan yang dilepas investor diantaranya, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang membuat saham ini turun 1,87% ke level Rp 6.575/saham. Volume perdagangan mencapai 28 miliar saham senilai Rp 187 miliar.
Lalu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 1,67% ke level harga Rp 7.375/saham. Volume perdagangan mencapai 4 juta saham senilai Rp 36 miliar.
Terakhir adalah saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang mengalami koreksi 0,94% ke level harga Rp 3.150/saham. Volume perdagangan mencapai 40 juta saham senilai Rp 128 miliar.
Hanya harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), bank BUKU IV, yang harganya menguat 0,10% ke level harga Rp 23.975/saham.
Taye Shim, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam riset yang dipublikasi 26 September lalu menyebutkan, hingga Juli 2018 pertumbuhan kredit bank mencapai 11,3% secara tahunan, level tertinggi sejak Februari 2015.
Segmen korporasi menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit. "Namun, kami pikir angka pertumbuhan yang kuat tidak menunjukkan optimisme perusahaan, tetapi mencerminkan aliran uang dan low base effect," kata Taye.
Pertumbuhan kredit tersebut dipicu oleh dua faktor. Pertama, kenaikan yield obligasi dimana telah meningkat sejak Januari dan terus menembus level 8% pada bulan Agustus.
"Kami berpendapat sebelumnya bahwa peningkatan imbal hasil obligasi dapat menyebabkan perusahaan untuk beralih kembali ke industri perbankan. Kami sekarang melihat pertumbuhan pinjaman korporasi sebagai bukti," tambah Taye.
Kedua, faktor lain yang menjelaskan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi adalah low base effect dari pelemahan pada bulan Juli 2017 . Untuk 2018, pertumbuhan kredit akan lebih baik daripada di 2017.
Segmen korporasi diperkirakan akan terus mendorong pertumbuhan kredit, sementara kredit rumah tangga dan UMKM akan berada pada level saat ini, dengan sedikit sentimen negatif.
(hps/roy) Next Article Rupiah Terpuruk, Investor Kembali Obral Saham Bank Besar
Saham-saham perbankan yang dilepas investor diantaranya, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang membuat saham ini turun 1,87% ke level Rp 6.575/saham. Volume perdagangan mencapai 28 miliar saham senilai Rp 187 miliar.
Hanya harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), bank BUKU IV, yang harganya menguat 0,10% ke level harga Rp 23.975/saham.
Taye Shim, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam riset yang dipublikasi 26 September lalu menyebutkan, hingga Juli 2018 pertumbuhan kredit bank mencapai 11,3% secara tahunan, level tertinggi sejak Februari 2015.
Segmen korporasi menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit. "Namun, kami pikir angka pertumbuhan yang kuat tidak menunjukkan optimisme perusahaan, tetapi mencerminkan aliran uang dan low base effect," kata Taye.
Pertumbuhan kredit tersebut dipicu oleh dua faktor. Pertama, kenaikan yield obligasi dimana telah meningkat sejak Januari dan terus menembus level 8% pada bulan Agustus.
"Kami berpendapat sebelumnya bahwa peningkatan imbal hasil obligasi dapat menyebabkan perusahaan untuk beralih kembali ke industri perbankan. Kami sekarang melihat pertumbuhan pinjaman korporasi sebagai bukti," tambah Taye.
Kedua, faktor lain yang menjelaskan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi adalah low base effect dari pelemahan pada bulan Juli 2017 . Untuk 2018, pertumbuhan kredit akan lebih baik daripada di 2017.
Segmen korporasi diperkirakan akan terus mendorong pertumbuhan kredit, sementara kredit rumah tangga dan UMKM akan berada pada level saat ini, dengan sedikit sentimen negatif.
(hps/roy) Next Article Rupiah Terpuruk, Investor Kembali Obral Saham Bank Besar
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular