Italia, Sudah Sewindu Tak di Dekatmu

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 October 2018 12:00
Italia, Sudah Sewindu Tak di Dekatmu
Ilustrasi Bendera Italia (REUTERS/Stefano Rellandin)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah sewindu ku di dekatmu, begitu kata Tulus dalam lagu Sewindu. Namun kalau bicara Italia, sebenarnya sudah sewindu Negeri Pizza tidak dekat dengan pelaku pasar. 

Kali terakhir Italia membuat heboh besar-besaran adalah pada 2009-2010 alias sewindu yang lalu. Saat itu, Italia bersama Portugal, Irlandia, Yunani, dan Spanyol (dikenal dengan singkatan PIIGS) mengalami krisis fiskal. 

Krisis itu membuat Benua Biru dihindari pelaku pasar. Akibatnya mata uang euro terjun bebas. Pada April 2009, euro berada di EUR 1,5895/US$ yang merupakan posisi terlemah sejak mata ini diperkenalkan pada 1999. 

Bahkan euro masih diperdagangkan cenderung melemah di hadapan greenback sampai jelang akhir 2011. Mata uang ini baru benar-benar pulih pada 2014. 

 

Prahara ini disebabkan oleh begitu agresifnya kebijakan fiskal di negara-negara PIIGS. Italia salah satunya. Pada 2008, rasio utang pemerintah Italia adalah 102,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dua tahun kemudian, angkanya melonjak menjadi 115,4%. 

Defisit anggaran pun membengkak. Pada 2008, defisit anggaran Italia adalah 2,6% PDB dan setahun kemudian bengkak menjadi 5,2% PDB. 

Risiko utang Italia yang meningkat membuat lembaga pemeringkat menurunkan rating utang negara ini. pada September 2011, Standard dan Poor's menurunkan rating surat utang Italia dari AA menjadi A karena kekhawatiran utang yang menggunung akan berujung ke gagal bayar (default). 

Pada Oktober 2011, lembaga pemeringkat lainnya yaitu Moody's juga menurunkan rating Italia. Tidak tanggung-tanggung, peringkat utang Italia dipangkas tiga lapis (notch) dari A2 menjadi Aa2. Sebelum itu, kali terakhir Moody's menurunkan rating Italia adalah pada mei 1993. 

Juga pada Oktober 2011, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menurunkan rating Italia dari AA- ke A+. Intensitas krisis utang menjadi alasan utama penurunan peringkat ini. 

Krisis fiskal di Italia dan kolega memberi guncangan kepada pasar keuangan dunia. Sebab jika Italia sampai gagal bayar, maka dampaknya akan meluas. Pembeli obligasi pemerintah Italia berasal dari seluruh dunia, mereka terancam tidak dibayar jika Italia sampai default. 

Oleh karena itu, pasar saham global menjalani periode berbatu pada Mei hingga Agustus 2010. Sejak 3 Mei-31 Agustus, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) amblas 10,19%. 

 

Krisis fiskal di Italia memaksa Uni Eropa turun tangan. Pada Oktober 2011, Uni Eropa membuat kesepakatan dengan Italia untuk mengurangi utang mereka. Italia mendapat kucuran utang EUR 281 miliar dari Bank Sentral Uni Eropa (ECB) yang menggantikan pasar uang antar bank yang praktis sulit bekerja. 

Italia terus berbenah dan hasilnya lumayan. Sejak 2009, defisit anggaran Negeri Pisa turun hingga ke 2,3% PDB pada 2017.



Sewindu berlalu, kini potensi masalah serupa kembali mengemuka. Pemerintahan Italia pimpinan Perdana Menteri Guiseppe Conte menargetkan defisit anggaran 2019-2021 di angka 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintahan sebelumnya berkomitmen menekan defisit ke 0,8% PDB pada 2019 dan membuat anggaran seimbang (balance budget) pada 2020. 

Pemerintahan dan parlemen Italia memang cenderung populis karena didominasi oleh koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima yang berhaluan kanan-tengah. Italia akan memperbesar anggaran subsidi bagi rakyat miskin dan para pensiunan. 

"Anggaran ini masih masuk akal dan berani. Anggaran ini akan menjamin pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan kemajuan sosial signifikan," tutur Conte, mengutip Reuters. 

Kini risiko krisis fiskal bisa terulang kembali, karena pemerintahan PM Conte yang agresif bisa berujung pada peningkatan utang. Akhir tahun lalu saja, utang pemerintah sudah sangat besar yaitu 131,8% PDB. Anggaran yang ekspansif sangat mungkin membuat angka ini semakin membengkak, sehingga risiko utang Italia meningkat. 

Mengutip Reuters, dinamika di Italia membuat Eropa diliputi kecemasan. Mark Rutte, PM Belanda, menyebut kondisi di Italia sangat mengkhawatirkan. 

"Kami sangat khawatir tentang ini. Kebijakan semacam ini akan mengganggu pasar," tegas Rutte, dikutip dari Reuters. 

Gara-gara Italia, euro tertekan. Akhir pekan lalu, euro melemah 0,27% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), dan kemungkinan depresiasi akan berlanjut hari ini. 

Akibat euro yang melemah, dolar AS semakin semena-mena. Pada pukul 11:41 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,08%. Dollar Index menguat secara konsisten sejak akhir pekan lalu, utamanya karena euro sang rival sedang lesu karena Italia. 

Sudah sewindu tak dekat, kini Italia kembali mengakrabi pelaku pasar. Namun bukan akrab dalam hal positif, tetapi kembali dengan masalah yang hampir sama.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular