
Analisis Teknikal
Era Suku Bunga Tinggi di Depan Mata, IHSG Masih Bisa Melaju
Yazid Muamar, CNBC Indonesia
28 September 2018 08:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) sebesar 25 basis poin (bps) diikuti Bank Indonesia (BI) dengan kebijakan sama pada Kamis (27/9/2018). Pasar ternyata merespons positif dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Tidak hanya BI, negara lain juga ikut-ikutan menaikkan suku bunganya kemarin, di antaranya: Rusia (+25 bps), Arab Saudi (+25 bps), Hongkong (+25 bps), dan Filipina (+50 bps). Hal ini dilandasi kekhawatiran bahwa mata uang mereka akan melemah karena ada perpindahan dana ke mata uang dolar AS.
Apalagi the Fed diproyeksikan menaikkan lagi suku bunganya pada Desember 2018, diikuti tiga kali kenaikan tambahan pada 2019. The Fed pun melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat.
Pada perdagangan kemarin, mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,99%, Straits Times melemah 0,06%, Shanghai surut 0,54%, dan Hang Seng terkoreksi 0,36%.
Namun, IHSG justru berbanding terbalik dengan naik 55 poin (+0,95%) ke level 5.929. Padahal, kemarin IHSG memulai perdagangan dengan pelemahan 0,03%, kemudian berbalik menguat karena didorong indeks sektor konsumer yang berlari kencang dengan kenaikan 2,19%.
Nilai transaksi di pasar tercatat sebesar Rp 8,27 triliun dengan volume sebanyak 11,64 miliar unit saham. Investor asing keluar dari bursa saham dengan membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 113 miliar.
Kami memperkirakan hari ini, Jumat (28/9/2018), IHSG akan bergerak variatif dengan kecenderungan menguat, dengan perkiraan rentang perdagangan antara 5.915 hingga 6.000. Kami mengidentifikasi kemungkinan tersebut berdasarkan perkembangan pasar dan hasil analisis secara teknikal.
Pada penutupan kemarin, indeks ditutup dengan membentuk pola grafik bintang pagi (morning star) yang bersifat menguat (bullish). Ruang penguatannya juga masih ada, mengingat pergerakannya belum memasuki wilayah jenuh jualnya (overbought), berdasarkan indikator teknikal stochastic slow.
Bursa AS kemarin ditutup menguat antara lain: Indeks Dow Jones (+0,21%), S&P 500 (+0,28%), dan NASDAQ (+0,65%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/prm) Next Article IHSG Berpotensi Menguat, di Tengah Koreksi Bursa Dunia
Tidak hanya BI, negara lain juga ikut-ikutan menaikkan suku bunganya kemarin, di antaranya: Rusia (+25 bps), Arab Saudi (+25 bps), Hongkong (+25 bps), dan Filipina (+50 bps). Hal ini dilandasi kekhawatiran bahwa mata uang mereka akan melemah karena ada perpindahan dana ke mata uang dolar AS.
Apalagi the Fed diproyeksikan menaikkan lagi suku bunganya pada Desember 2018, diikuti tiga kali kenaikan tambahan pada 2019. The Fed pun melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat.
Namun, IHSG justru berbanding terbalik dengan naik 55 poin (+0,95%) ke level 5.929. Padahal, kemarin IHSG memulai perdagangan dengan pelemahan 0,03%, kemudian berbalik menguat karena didorong indeks sektor konsumer yang berlari kencang dengan kenaikan 2,19%.
Nilai transaksi di pasar tercatat sebesar Rp 8,27 triliun dengan volume sebanyak 11,64 miliar unit saham. Investor asing keluar dari bursa saham dengan membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 113 miliar.
![]() |
Pada penutupan kemarin, indeks ditutup dengan membentuk pola grafik bintang pagi (morning star) yang bersifat menguat (bullish). Ruang penguatannya juga masih ada, mengingat pergerakannya belum memasuki wilayah jenuh jualnya (overbought), berdasarkan indikator teknikal stochastic slow.
Bursa AS kemarin ditutup menguat antara lain: Indeks Dow Jones (+0,21%), S&P 500 (+0,28%), dan NASDAQ (+0,65%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/prm) Next Article IHSG Berpotensi Menguat, di Tengah Koreksi Bursa Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular