Naik 3 Hari Beruntun, Harga Emas Kokoh di Rekor Bulan Ini

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
21 September 2018 13:17
Harga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak menguat sebesar 0,21% ke US$1.213,8/troy ounce
Foto: REUTERS/Edgar Su
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak menguat sebesar 0,21% ke US$1.213,8/troy ounce, pada perdagangan hari ini Jumat (21/8/2018) hingga pukul 12.45 WIB.

Dengan pergerakan tersebut, harga sang logam mulia kini sudah menguat 3 hari berturut-turut. Harga emas kini mencapai level tertingginya pada bulan ini, atau setidaknya sejak 28 Agustus 2018 lalu.

BACA: Reli Berlanjut, Harga Emas Betah di Level Tertinggi Bulan Ini

Sejauh ini, harga emas menuju penguatan mingguan sebesar 1,06%, yang menjadi kenaikan mingguan pertama setelah 4 pekan sebelumnya selalu terjebak di zona merah.

Energi positif bagi penguatan harga emas hari ini masih datang dari dolar Amerika Serikat (AS) yang justru loyo merespon eskalasi perang dagang AS-China.

 

Pada pukul 12:45 WIB hari ini, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di antara enam mata uang utama dunia) tercatat bergerak flat. Meski masih stabil siang ini, kemarin indeks ini melemah parah sebesar 0,66% pada perdagangan kemarin. Sementara, dalam sebulan ke belakang koreksinya mencapai 1,29%.

Mata uang Negeri Paman Sam terbeban oleh isu perang dagang AS vs China. Sebab, kini investor menilai perang dagang tersebut dampaknya tidak semenakutkan yang dikira.

Presiden AS Donald Trump mengumumkan bea masuk baru sebesar 10% kepada impor produk-produk China senilai US$200 miliar akan berlaku mulai 24 September. Kebijakan ini langsung dibalas oleh China dengan menerapkan bea masuk 10% kepada impor produk AS senilai US$60 miliar, juga berlaku mulai 24 September.

Meski masih 'berbalas pantun', tetapi tarif yang dikenakan masing-masing negara lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. AS awalnya diperkirakan menerapkan bea masuk 25%, sementara China 20%. 

Oleh karena itu, pelaku pasar membaca bahwa bea masuk ini hanya gertakan jelang pertemuan AS-China. Pekan lalu, Washington dan Beijing mengonfirmasi akan mengadakan perundingan dagang dalam waktu dekat.

Selain itu, isu perang dagang berbalik menjadi bumerang bagi dolar AS. Meski Trump selalu mengumandangkan slogan America First, tetapi Negeri Adidaya masih membutuhkan barang impor karena belum bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri.

Apabila impor dari China semakin mahal karena pengenaan bea masuk, maka hasilnya adalah ekonomi biaya tinggi. Inflasi akan terakselerasi, sementara pertumbuhan industri dan investasi akan terancam. Akibatnya, prospek pertumbuhan ekonomi AS menjadi penuh tanda tanya.

Sentimen ini yang membuat dolar AS sulit menguat beberapa hari terakhir. Harga emas pun mampu memanfaatkan momentum ini untuk melaju kencang.

Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Adidaya. Terdepresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih murah, sehingga mampu menyokong permintaan sang logam mulia.

(RHG/gus) Next Article Harga Emas Menuju Pelemahan Bulanan 5 Sesi Beruntun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular