Reli Berlanjut, Harga Emas Betah di Level Tertinggi Bulan Ini

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
20 September 2018 12:08
Harga emas COMEX kontrak acuan bergerak menguat sebesar 0,18% ke US$1.210,5/troy ounce, hingga pukul 11.18 WIB hari ini.
Foto: REUTERS/Issei Kato
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak menguat sebesar 0,18% ke US$1.210,5/troy ounce, pada perdagangan hari ini Kamis (20/8/2018) hingga pukul 11.18 WIB.

Dengan pergerakan tersebut, harga sang logam mulia melanjutkan penguatan sebesar 0,45% pada perdagangan kemarin. Harga emas kini mencapai level tertingginya sejak 29 Agustus 2018 lalu. 

BACA: Dolar AS Loyo Akibat Perang Dagang, Harga Emas Menguat

Energi positif bagi penguatan harga emas hari ini masih datang dari dolar Amerika Serikat (AS) yang justru loyo akibat eskalasi perang dagang AS-China.


Pada pukul 11:15 WIB hari ini, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di antara enam mata uang utama dunia) masih melemah di 0,03%.

Indeks ini melanjutkan pelemahan sebesar 0,11% pada perdagangan kemarin. Sementara dalam sebulan ke belakang koreksinya mencapai 1,45%.

Perang dagang menjadi faktor utama penyebab depresiasi mata uang Negeri Paman Sam. Presiden AS Donald Trump mengumumkan bea masuk baru sebesar 10% kepada impor produk-produk China senilai US$200 miliar akan berlaku mulai 24 September. Kebijakan ini langsung dibalas oleh China dengan menerapkan bea masuk 10% kepada impor produk AS senilai US$60 miliar, juga berlaku mulai 24 September.

Biasanya, pelaku pasar merespons isu perang dagang dengan memasang mode risk-on, ogah mengambil risiko. Maklum, perang dagang AS vs China dapat mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Wajar bila investor memilih bermain aman karena risikonya terlalu besar.

Perilaku ini menyebabkan perpindahan dana ke aset-aset yang dinilai lebih aman dan menjanjikan. Dolar AS adalah salah satunya. Oleh karena itu, perang dagang awalnya menjadi momentum bagi laju dolar AS karena tingginya permintaan terhadap mata uang ini.

Namun sekarang situasinya bertolak belakang. Pelaku pasar justru khawatir perang dagang bakal melukai ekonomi AS sendiri. Sebab, bagaimanapun AS masih butuh barang impor dari China, baik itu bahan baku, barang modal, sampai barang konsumsi.

Jika impor produk China menjadi mahal karena bea masuk, maka akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Hasilnya bisa berupa inflasi, penurunan produksi manufaktur, sampai perlambatan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, dolar AS juga dinilai sudah menguat terlalu lama. Dalam 6 bulan terakhir, Dollar Index masih menguat tajam di kisaran 5%. Dolar AS yang terlalu kuat bisa menjadi senjata makan tuan. Ekspor AS menjadi kurang kompetitif karena barang-barang made in USA lebih mahal di pasar dunia.

Oleh karena itu, sekarang dolar AS justru 'dihukum' saat perang dagang berkecamuk. Tekanan terhadap dolar AS mampu dimanfaatkan dengan baik oleh harga emas untuk menanjak naik.

Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Adidaya. Terdepresiasinya dolar AS akan membuat harga emas relatif lebih murah, sehingga mampu menyokong permintaan sang logam mulia. 
 

(RHG/hps) Next Article Harga Emas Menuju Pelemahan Bulanan 5 Sesi Beruntun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular