Naik 25.035%, Ini Bursa Saham Paling Cuan Sedunia!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 September 2018 15:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2018 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi pelaku pasar saham. Berbagai sentimen negatif seolah tak lelah menghampiri benak investor, mulai dari perang dagang antara AS dengan mitra dagang utamanya, normalisasi suku bunga acuan oleh the Federal Reserve, hingga potensi perang betulan antara AS dengan Korea Utara.
Menariknya, ada satu bursa saham yang memberikan imbal hasil begitu tinggi yaitu Venezuela. Sepanjang 2018 (hingga penutupan perdagangan kemarin, 19/9/2018), Caracas Stock Exchange Stock Market Index telah meroket hingga 25.035%.
Mengutip Bloomberg, indeks ini merupakan indeks yang berisi 15 saham paling likuid dan berkapitalisasi pasar paling besar yang diperdagangkan di Caracas Stock Exchange (Bolsa de Valores de Caracas).
Namun, investor jangan bersemangat dulu. Ada baiknya jangan sampai terpikir untuk mengoleksi saham-saham anggota Caracas Stock Exchange Stock Market Index. Pasalnya, kenaikan harga-harga saham tersebut bukan merupakan hasil dari positifnya kinerja perusahaan ataupun cerahnya prospek kinerja mereka di masa depan.
Hiperinflasi dan depresiasi nilai tukar menjadi penyebabnya. Di Venezuela, tingkat inflasinya merupakan salah satu yang jarang kita lihat. Mengutip BBC, tingkat inflasi tahunan pada bulan Juli mencapai 83.000%, menurut sebuah studi dari National Assembly. Secara rata-rata, harga-harga di Venezuela naik 2 kali lipat setiap 26 hari. Bahkan, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan inflasi Venezuela meroket menjadi 1 juta persen pada akhir tahun 2018.
Seiring dengan hiperinflasi yang terjadi, mata uang Venezuela yakni bolivar pun kehilangan nilainya melawan dolar AS. Sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin), bolivar telah melemah sebesar 2.554.621% melawan dolar AS. Pada akhir tahun lalu, US$ 1 hanya bernilai 0,0024 bolivar. Kini, US$ 1 bisa ditukarkan dengan 61,31 bolivar.
Apa yang terjadi?
Venezuela merupakan negara pemilik cadangan minyak mentah terbesar di dunia. Namun, kekayaan ini membuat Venezuela terlena. Sebanyak 95% pendapatan ekspor Venezuela berasal dari minyak. Lantas, ketika harga minyak mentah terjun bebas pada tahun 2014, Venezuela dihadapkan pada kekurangan pasukan dolar AS.
Akibatnya, impor menjadi lebih sulit dilakukan dan ketika berhasil dilakukan, harga jual dinaikkan oleh pengimpor. Inflasi pun bergerak naik.
Parahnya lagi, guna menarik simpati masyarakat miskin, pemerintah Venezuela seringkali mencetak uang dan menaikkan batas upah minimum. Pasca mencatatkan gagal bayar atas beberapa obligasi negara, pemerintah Venezuela juga kian sulit untuk mendapatkan pinjaman. Lagi-lagi, mencetak uang menjadi jalan keluar yang ditempuh. Laju inflasi pun kian tak terkendali.
Parahnya krisis di Venezuela lantas membuat rakyatnya menjadi gerah. Menurut United Nations, 2,3 juta warga Venezuela telah meninggalkan negaranya sejak tahun 2014, ketika krisis ekonomi mulai menggerogoti. Negara-negara tujuan mereka adalah Kolombia, AS, Spanyol, dan Chili.
Pukulan terakhir bagi ekonomi Turki datang dari terpilih kembalinya Nicolas Maduro sebagai presiden. Dikutip dari CNN Indonesia, AS menyebut hasil pemilu yang digelar pada 20 Mei 2018 silam tidak sah. Negeri Paman Sam menolak untuk mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden.
Pemungutan suara yang dimulai pada Minggu pagi di Venezuela terjadi kala partai-partai oposisi utama memboikot pemilu tersebut. AS dan Uni Eropa amat menentang pemilu yang digelar.
Hasil pemilu yang tak diakui oleh Negeri Adidaya membuat pelemahan bolivar kian parah.
Dijadikan 'bank'
Lantas, hiperinflasi dan nilai tukar bolivar yang terus tergerus membuat masyrakat mengalihkan uangnya menjadi saham, dengan harapan untuk menjaga nilai asetnya. Tak hanya masyarakat, bisnis lokal pun melakukan hal yang sama.
"Kaum minoritas yang cerdik menggunakan pasar saham sebagai sebuah inflation-linked bank, membeli saham untuk mendopositkan uang dan menjual untuk mengambilnya. Sebuah saham yang disukai adalah Banco Mercantil, yang memiliki bisnis diluar Venezuela", tulis the Economist dalam sebuah artikel tertanggal 19 Juli 2018.
Dinamika pasar keuangan dunia memang menarik. Pengetahuan kebanyakan orang bahwa inflasi dan pelemahan nilai tukar akan menekan pasar saham ternyata tak sepenuhnya benar. Jika kekacauan yang terjadi separah dengan yang dialami Venezuela, pasar saham justru bisa dijadikan 'bank' oleh investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Mata Uangnya Jatuh, Venezuela Patok Kurs Pakai Cryptocurrency
Menariknya, ada satu bursa saham yang memberikan imbal hasil begitu tinggi yaitu Venezuela. Sepanjang 2018 (hingga penutupan perdagangan kemarin, 19/9/2018), Caracas Stock Exchange Stock Market Index telah meroket hingga 25.035%.
Mengutip Bloomberg, indeks ini merupakan indeks yang berisi 15 saham paling likuid dan berkapitalisasi pasar paling besar yang diperdagangkan di Caracas Stock Exchange (Bolsa de Valores de Caracas).
Namun, investor jangan bersemangat dulu. Ada baiknya jangan sampai terpikir untuk mengoleksi saham-saham anggota Caracas Stock Exchange Stock Market Index. Pasalnya, kenaikan harga-harga saham tersebut bukan merupakan hasil dari positifnya kinerja perusahaan ataupun cerahnya prospek kinerja mereka di masa depan.
Seiring dengan hiperinflasi yang terjadi, mata uang Venezuela yakni bolivar pun kehilangan nilainya melawan dolar AS. Sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin), bolivar telah melemah sebesar 2.554.621% melawan dolar AS. Pada akhir tahun lalu, US$ 1 hanya bernilai 0,0024 bolivar. Kini, US$ 1 bisa ditukarkan dengan 61,31 bolivar.
Apa yang terjadi?
Venezuela merupakan negara pemilik cadangan minyak mentah terbesar di dunia. Namun, kekayaan ini membuat Venezuela terlena. Sebanyak 95% pendapatan ekspor Venezuela berasal dari minyak. Lantas, ketika harga minyak mentah terjun bebas pada tahun 2014, Venezuela dihadapkan pada kekurangan pasukan dolar AS.
Akibatnya, impor menjadi lebih sulit dilakukan dan ketika berhasil dilakukan, harga jual dinaikkan oleh pengimpor. Inflasi pun bergerak naik.
Parahnya lagi, guna menarik simpati masyarakat miskin, pemerintah Venezuela seringkali mencetak uang dan menaikkan batas upah minimum. Pasca mencatatkan gagal bayar atas beberapa obligasi negara, pemerintah Venezuela juga kian sulit untuk mendapatkan pinjaman. Lagi-lagi, mencetak uang menjadi jalan keluar yang ditempuh. Laju inflasi pun kian tak terkendali.
Parahnya krisis di Venezuela lantas membuat rakyatnya menjadi gerah. Menurut United Nations, 2,3 juta warga Venezuela telah meninggalkan negaranya sejak tahun 2014, ketika krisis ekonomi mulai menggerogoti. Negara-negara tujuan mereka adalah Kolombia, AS, Spanyol, dan Chili.
Pukulan terakhir bagi ekonomi Turki datang dari terpilih kembalinya Nicolas Maduro sebagai presiden. Dikutip dari CNN Indonesia, AS menyebut hasil pemilu yang digelar pada 20 Mei 2018 silam tidak sah. Negeri Paman Sam menolak untuk mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden.
Pemungutan suara yang dimulai pada Minggu pagi di Venezuela terjadi kala partai-partai oposisi utama memboikot pemilu tersebut. AS dan Uni Eropa amat menentang pemilu yang digelar.
Hasil pemilu yang tak diakui oleh Negeri Adidaya membuat pelemahan bolivar kian parah.
Dijadikan 'bank'
Lantas, hiperinflasi dan nilai tukar bolivar yang terus tergerus membuat masyrakat mengalihkan uangnya menjadi saham, dengan harapan untuk menjaga nilai asetnya. Tak hanya masyarakat, bisnis lokal pun melakukan hal yang sama.
"Kaum minoritas yang cerdik menggunakan pasar saham sebagai sebuah inflation-linked bank, membeli saham untuk mendopositkan uang dan menjual untuk mengambilnya. Sebuah saham yang disukai adalah Banco Mercantil, yang memiliki bisnis diluar Venezuela", tulis the Economist dalam sebuah artikel tertanggal 19 Juli 2018.
Dinamika pasar keuangan dunia memang menarik. Pengetahuan kebanyakan orang bahwa inflasi dan pelemahan nilai tukar akan menekan pasar saham ternyata tak sepenuhnya benar. Jika kekacauan yang terjadi separah dengan yang dialami Venezuela, pasar saham justru bisa dijadikan 'bank' oleh investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Mata Uangnya Jatuh, Venezuela Patok Kurs Pakai Cryptocurrency
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular