
Naik 4,6%, Saham Barito Pacific Paling Moncer di Jajaran LQ45
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
20 September 2018 11:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) menjadi saham di daftar LQ45 yang naik tinggi pada perdagangan hari ini. Investor ramai mentransaksikan saham ini, karena ada ekspektasi kinerja keuangan perseroan membaik setelah perseron mengkonsolidasi pendapatan dari Star Energy.
Harga saham BRPT pada perdagangan pagi ini naik 4,61% ke level harga Rp 1.815/saham. Volume perdagangan saham tercatat mencapai 19,78 juta saham senilai Rp 35,76 miliar.
Dalam sepekan terakhir, harga saham BRPT naik 12,04%. Namun dari awal tahun hingga hari ini, harga saham BRPT tercatat masih mengalami koreksi 19,09%.
Dari sisi kinerja, BRPT pada semester I-2018 mengalami penurunan laba bersih mencapai 46,68% menjadi US$ 41,64 juta. Penurunan laba perusahaan ini disebabkan penurunan kontribusi dari entitas anak usaha dan refinancing sejumlah utang perusahaan.
Investor Relations Barito Pasific Allan Alcazar menyebutkan bahwa pada kuartal II-2018 anak usaha PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang mengalami penghentian produksi selama 95 hari sehingga mengurangi pendapatan perusahaan.
"Ditambah lagi dengan naiknya beban karena ada refinancing dari cost Star Energy yang tahun lalu digunakan untuk akuisisi Salak dan Darajat di Maret 2017," kata Allan di Hotel Santika, Jakarta, Kamis (13/9).
Perusahaan melakukan refinancing pinjaman perusahaan sebesar US$ 660 juta kepada bank Tranche menggunakan Senior Secured Notes senilai US$ 580 juta yang akan jtuh tempop pada 2033 mendatang.
Kemudian, beban perusahaan juga meningkat karena adanya sejumlah biaya bunga dari fasilitas pinjaman dari anak usahanya.
Beban tersebut juga ditambah dengan meningkatnya biaya naphta sebesar 29% dari US$ 486/ton menjadi US$ 627 di periode Januari-Juni 2018 ini.
Adapun pada semester I tahun ini perusahaan sudah mengantongi pendapatan dari anak usaha barunya Star Energy. Perusahaan ini telah selesai diakuisisi perusahaan pada 7 Juni 2018 lalu.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi di akhir Juni lalu perusahaan baru ini sudah berkontribusi pada pendapatan sebesar US$ 260 juta (Rp 3,77 triliun). Jumlah tersebut termasuk kontribusi dari aset panas bumi Salak dan Darajat.
Dalam siaran pers yang disampaikan perseroan, Direktur Utama Perseroan, Agus Pangestu, menjelaskan bahwa laporan keuangan yang disampaikan perseroan sudah mencakup konsolidasi keuangan Star Energy setelah mengakuisisi 66,67% kepemilikan pada 7 Juni 2018.
Jika menggunakan standar akuntansi keuangan Indonesia, akuisisi Perseroan terhadap Star Energy dianggap sebagai kombinasi bisnis antara entitas sepengendali (PSAK 38). Oleh karena itu, dalam laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya, yang menjadi pembanding laporan tahun ini, disajikan kembali seolah-olah Star Energy telah dikonsolidasikan kedalam BRPT sejak 2015.
"Setelah mengakuisisi 66,67% kepemilikan di Star Energy pada Juni 2018, hasil kinerja keuangan semester I-2018 kami mencakup kontribusi yang kuat dari bisnis panas bumi, yang menopang kinerja keuangan dari bisnis petrokimia," kata Agus.
PT Chandra Asri Tbk (TPIA), yang merupakan anak usaha BRPT, masih memberikan hasil operasional dan keuangan yang sangat baik dengan marjin produk yang sehat.
Secara keseluruhan, lanjut Agus, kinerja keuangan BRPT tetap sehat dengan marjin EBITDA sebesar 27,8% dengan rasio keuangan yang kuat dengan tingkat utang bersih / EBITDA sebesar 1,8x secara konsolidasi.
"Kami tetap optimis terhadap prospek jangka panjang industri petrokimia, dan akan tetap menjalankan rencana-rencana ekspansi kami dan berkeyakinan bahwa kontribusi dari bisnis panas bumi akan terus mendukung kinerja keuangan kami di masa mendatang," kata Agus.
(hps/ray) Next Article Prajogo Pangestu Bawa Barito dari Bisnis Kayu Hingga Setrum
Harga saham BRPT pada perdagangan pagi ini naik 4,61% ke level harga Rp 1.815/saham. Volume perdagangan saham tercatat mencapai 19,78 juta saham senilai Rp 35,76 miliar.
Dalam sepekan terakhir, harga saham BRPT naik 12,04%. Namun dari awal tahun hingga hari ini, harga saham BRPT tercatat masih mengalami koreksi 19,09%.
Dari sisi kinerja, BRPT pada semester I-2018 mengalami penurunan laba bersih mencapai 46,68% menjadi US$ 41,64 juta. Penurunan laba perusahaan ini disebabkan penurunan kontribusi dari entitas anak usaha dan refinancing sejumlah utang perusahaan.
"Ditambah lagi dengan naiknya beban karena ada refinancing dari cost Star Energy yang tahun lalu digunakan untuk akuisisi Salak dan Darajat di Maret 2017," kata Allan di Hotel Santika, Jakarta, Kamis (13/9).
Perusahaan melakukan refinancing pinjaman perusahaan sebesar US$ 660 juta kepada bank Tranche menggunakan Senior Secured Notes senilai US$ 580 juta yang akan jtuh tempop pada 2033 mendatang.
Kemudian, beban perusahaan juga meningkat karena adanya sejumlah biaya bunga dari fasilitas pinjaman dari anak usahanya.
Beban tersebut juga ditambah dengan meningkatnya biaya naphta sebesar 29% dari US$ 486/ton menjadi US$ 627 di periode Januari-Juni 2018 ini.
Adapun pada semester I tahun ini perusahaan sudah mengantongi pendapatan dari anak usaha barunya Star Energy. Perusahaan ini telah selesai diakuisisi perusahaan pada 7 Juni 2018 lalu.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi di akhir Juni lalu perusahaan baru ini sudah berkontribusi pada pendapatan sebesar US$ 260 juta (Rp 3,77 triliun). Jumlah tersebut termasuk kontribusi dari aset panas bumi Salak dan Darajat.
Dalam siaran pers yang disampaikan perseroan, Direktur Utama Perseroan, Agus Pangestu, menjelaskan bahwa laporan keuangan yang disampaikan perseroan sudah mencakup konsolidasi keuangan Star Energy setelah mengakuisisi 66,67% kepemilikan pada 7 Juni 2018.
Jika menggunakan standar akuntansi keuangan Indonesia, akuisisi Perseroan terhadap Star Energy dianggap sebagai kombinasi bisnis antara entitas sepengendali (PSAK 38). Oleh karena itu, dalam laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya, yang menjadi pembanding laporan tahun ini, disajikan kembali seolah-olah Star Energy telah dikonsolidasikan kedalam BRPT sejak 2015.
"Setelah mengakuisisi 66,67% kepemilikan di Star Energy pada Juni 2018, hasil kinerja keuangan semester I-2018 kami mencakup kontribusi yang kuat dari bisnis panas bumi, yang menopang kinerja keuangan dari bisnis petrokimia," kata Agus.
PT Chandra Asri Tbk (TPIA), yang merupakan anak usaha BRPT, masih memberikan hasil operasional dan keuangan yang sangat baik dengan marjin produk yang sehat.
Secara keseluruhan, lanjut Agus, kinerja keuangan BRPT tetap sehat dengan marjin EBITDA sebesar 27,8% dengan rasio keuangan yang kuat dengan tingkat utang bersih / EBITDA sebesar 1,8x secara konsolidasi.
"Kami tetap optimis terhadap prospek jangka panjang industri petrokimia, dan akan tetap menjalankan rencana-rencana ekspansi kami dan berkeyakinan bahwa kontribusi dari bisnis panas bumi akan terus mendukung kinerja keuangan kami di masa mendatang," kata Agus.
(hps/ray) Next Article Prajogo Pangestu Bawa Barito dari Bisnis Kayu Hingga Setrum
Most Popular