
Begini Versi LPS Tentang Gambaran Ekonomi Global dan Nasional
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
17 September 2018 18:46

Jakarta, CNBC Indonesia- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksi dinamika ekonomi global masih akan terjadi kedepannya. Dalam riset yang diterima oleh CNBC Indonesia pada Senin (17/9/2018), kebijakan moneter AS masih agresif kedepannya, mengacu kepada perkembangan terkini ekonomi Negeri Paman Sam.
Mengutip pernyataan Gubernur Federal Reserve/The Fed Jerome Powell, kenaikan suku bunga acuan terbuka lebar seiring pertumbuhan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang masih kuat. Ini juga diperkuat penyataan salah satu anggota dewan gubernur The Fed, Laen Brainhard, bahwa The Fed masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuannya tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
LPS sendiri memperkirakan suku bunga acuan masih akan naik sekitar 25 bps pada bulan ini dan desember mendatang. Hal ini menyebabkan Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan berada rentang 2,25-2,5% di 2018. Sementara di 2019, akan kemungkinan FFR naik 25 bps lagi sehingga berada di rentang 2,5-2,75%.
Kenaikan FFR mendorong arus modal kembali masuk ke AS, salah satunya melalui obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Pada akhir agustus 2018, posisi suku bunga (yield) berada di level 2,86% atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,96%. Penurunan yield menggambarkan permintaan obligasi cukup tinggi sehingga mendorong harga naik dan yield bergerak turun.
Sementara perkembangan obligasi di negara-negara berkembang seperti Brazil, Rusia dan India cenderung naik. Hal ini diakibatkan depresiasi mata uang serta reaksi bank sentral setempat yang menaikkan suku bunga acuan. Hal ini juga berlaku pada obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 yang naik ke posisi 8,20% dari sebelumnya 7,70%.
Kenaikan obligasi di negara berkembang diprediksi akan terus berlanjut kedepannya, seiring proyeksi kenaikan FFR dan kekhawatiran perang dagang.
Kondisi pasar saham tidak jauh berbeda. Pergerakan Volatilitas Indeks (VIX) cenderung meningkat terutama pada 10-14 Agustus. Tensi perang dagang yang memanas serta anjloknya mata uang negara-negara emerging market. LPS memperkirakan pasar saham global akan kurang stabil kedepannya, terutama melihat eskalasi perang dagang serta perkembangan mata uang emerging market.
Mengutip pernyataan Gubernur Federal Reserve/The Fed Jerome Powell, kenaikan suku bunga acuan terbuka lebar seiring pertumbuhan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang masih kuat. Ini juga diperkuat penyataan salah satu anggota dewan gubernur The Fed, Laen Brainhard, bahwa The Fed masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuannya tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
LPS sendiri memperkirakan suku bunga acuan masih akan naik sekitar 25 bps pada bulan ini dan desember mendatang. Hal ini menyebabkan Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan berada rentang 2,25-2,5% di 2018. Sementara di 2019, akan kemungkinan FFR naik 25 bps lagi sehingga berada di rentang 2,5-2,75%.
![]() |
Kenaikan FFR mendorong arus modal kembali masuk ke AS, salah satunya melalui obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Pada akhir agustus 2018, posisi suku bunga (yield) berada di level 2,86% atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,96%. Penurunan yield menggambarkan permintaan obligasi cukup tinggi sehingga mendorong harga naik dan yield bergerak turun.
Sementara perkembangan obligasi di negara-negara berkembang seperti Brazil, Rusia dan India cenderung naik. Hal ini diakibatkan depresiasi mata uang serta reaksi bank sentral setempat yang menaikkan suku bunga acuan. Hal ini juga berlaku pada obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 yang naik ke posisi 8,20% dari sebelumnya 7,70%.
Kenaikan obligasi di negara berkembang diprediksi akan terus berlanjut kedepannya, seiring proyeksi kenaikan FFR dan kekhawatiran perang dagang.
Kondisi pasar saham tidak jauh berbeda. Pergerakan Volatilitas Indeks (VIX) cenderung meningkat terutama pada 10-14 Agustus. Tensi perang dagang yang memanas serta anjloknya mata uang negara-negara emerging market. LPS memperkirakan pasar saham global akan kurang stabil kedepannya, terutama melihat eskalasi perang dagang serta perkembangan mata uang emerging market.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular