
Harga CPO Terbang Tinggi, Jadi Berkah Saat Rupiah Loyo
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 September 2018 12:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak November 2018 di Bursa Derivatif Malaysia ditutup menguat sebesar 1,77% ke level MYR2.298/ton pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/9/2018).
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini berhasil menguat 3 hari berturut-turut. Harga CPO bahkan menyentuh titik tertingginya dalam 2 bulan atau sejak 4 Juli 2018.
Energi penguatan utama bagi harga CPO kemarin datang dari lesunya ringgit Malaysia dan rupiah Indonesia. Selain itu, penguatan harga minyak nabati lainnya juga menjadi sentimen positif.
Di pasar spot, mata uang ringgit Malaysia melemah sebesar 0,24% terhadap dolar AS ke MYR4,137/US$, pada penutupan perdagangan kemarin. Mata uang Negeri Jiran masih betah di titik terlemah sejak November 2017. Dengan pergerakan itu, ringgit juga sudah melemah selama 4 hari berturut-turut.
Di saat yang bersamaan, depresiasi mata uang juga dialami Indonesia. Hingga akhir perdagangan kemarin, rupiah melemah 0,81% di pasar spot ke level Rp 14.930/dolar AS. Mata uang rupiah bahkan menjadi mata uang dengan depresiasi paling dalam di Asia kemarin.
Selama sepekan terakhir, rupiah sudah melemah 1,36%. Kini,rupiah tidak hanya menyentuh posisi terlemah sepanjang 2018. Namun juga menjadi yang terlemah sejak Juli 1998, kala Indonesia babak-belur dihajar krisis ekonomi-sosial-politik.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Sementara Malaysia menempel ketat RI di posisi ke-2 eksportir terbesar.
Pelemahan ringgit dan rupiah lantas mampu membuat harga CPO relatif lebih murah bagi pemegang mata uang asing selain kedua mata uang eksportir utama tersebut. Akibatnya, muncul sentimen terkereknya permintaan, yang akhirnya mampu menopang harga CPO.
Kuatnya permintaan sudah diindikasikan dari ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia yang diestimasikan meningkat 4% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka 1,07 juta ton pada bulan Agustus, menurut survei dari AmSpec Agri Malaysia.
Peningkatan secara bulanan itu menjadi yang pertama kalinya setelah 4 bulan sebelumnya ekspor minyak kelapa sawit Malaysia selalu anjlok. Sebagai informasi, ekspor Malaysia di bulan September 2018 juga diestimasikan masih akan kuat, seiring pemerintah Malaysia yang menurunkan pajak ekspor minyak kelapa sawit menjadi 0% di bulan ini.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga melaporkan bahwa sepanjang Juli 2018 ekspor minyak sawit Indonesia (beserta turunannya) membukukan rekor tertinggi sepanjang sejarah ekspor bulanan Indonesia. Volume ekspor di periode tersebut mencapai 3,22 juta ton, atau naik 27% dibandingkan dengan Juli 2017.
Selain harga CPO yang lebih murah, faktor lain yang mendukung kenaikan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia adalah India yang kembali membeli minyak sawit sebagai akibat dari regulasi baru yang menaikkan bea masuk untuk impor minyak nabati lainnya (seperti kedelai, bunga matahari, dan rapeseed).
Harga CPO juga disokong oleh penguatan harga minyak nabati lainnya. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBoT) naik 0,07%. Harga komoditas agrikultur unggulan Negeri Paman Sam ini bahkan sudah menguat 3 hari berturut-turut hingga kemarin.
Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.
Meski demikian, hari ini harga CPO masih terpantau melemah 0,52% hingga pukul 11.30 WIB. Penguatan harga CPO agak terbatas oleh investor yang melakukan aksi ambil untung. Wajar saja, harga CPO naik cukup tajam dalam sepekan terakhir, yakni sebesar 1,31%. Selama bulan Agustus 2018, harga CPO juga membukukan penguatan 1,22%.
BACA: Juni-Juli Anjlok, Harga CPO Kembali Menguat Sepanjang Agustus
(RHG/hps) Next Article Mengekor Pelemahan Harga Kedelai, Harga CPO Turun 0,13%
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini berhasil menguat 3 hari berturut-turut. Harga CPO bahkan menyentuh titik tertingginya dalam 2 bulan atau sejak 4 Juli 2018.
Energi penguatan utama bagi harga CPO kemarin datang dari lesunya ringgit Malaysia dan rupiah Indonesia. Selain itu, penguatan harga minyak nabati lainnya juga menjadi sentimen positif.
Di pasar spot, mata uang ringgit Malaysia melemah sebesar 0,24% terhadap dolar AS ke MYR4,137/US$, pada penutupan perdagangan kemarin. Mata uang Negeri Jiran masih betah di titik terlemah sejak November 2017. Dengan pergerakan itu, ringgit juga sudah melemah selama 4 hari berturut-turut.
Di saat yang bersamaan, depresiasi mata uang juga dialami Indonesia. Hingga akhir perdagangan kemarin, rupiah melemah 0,81% di pasar spot ke level Rp 14.930/dolar AS. Mata uang rupiah bahkan menjadi mata uang dengan depresiasi paling dalam di Asia kemarin.
Selama sepekan terakhir, rupiah sudah melemah 1,36%. Kini,rupiah tidak hanya menyentuh posisi terlemah sepanjang 2018. Namun juga menjadi yang terlemah sejak Juli 1998, kala Indonesia babak-belur dihajar krisis ekonomi-sosial-politik.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Sementara Malaysia menempel ketat RI di posisi ke-2 eksportir terbesar.
Pelemahan ringgit dan rupiah lantas mampu membuat harga CPO relatif lebih murah bagi pemegang mata uang asing selain kedua mata uang eksportir utama tersebut. Akibatnya, muncul sentimen terkereknya permintaan, yang akhirnya mampu menopang harga CPO.
![]() |
Peningkatan secara bulanan itu menjadi yang pertama kalinya setelah 4 bulan sebelumnya ekspor minyak kelapa sawit Malaysia selalu anjlok. Sebagai informasi, ekspor Malaysia di bulan September 2018 juga diestimasikan masih akan kuat, seiring pemerintah Malaysia yang menurunkan pajak ekspor minyak kelapa sawit menjadi 0% di bulan ini.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga melaporkan bahwa sepanjang Juli 2018 ekspor minyak sawit Indonesia (beserta turunannya) membukukan rekor tertinggi sepanjang sejarah ekspor bulanan Indonesia. Volume ekspor di periode tersebut mencapai 3,22 juta ton, atau naik 27% dibandingkan dengan Juli 2017.
Selain harga CPO yang lebih murah, faktor lain yang mendukung kenaikan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia adalah India yang kembali membeli minyak sawit sebagai akibat dari regulasi baru yang menaikkan bea masuk untuk impor minyak nabati lainnya (seperti kedelai, bunga matahari, dan rapeseed).
Harga CPO juga disokong oleh penguatan harga minyak nabati lainnya. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBoT) naik 0,07%. Harga komoditas agrikultur unggulan Negeri Paman Sam ini bahkan sudah menguat 3 hari berturut-turut hingga kemarin.
Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.
Meski demikian, hari ini harga CPO masih terpantau melemah 0,52% hingga pukul 11.30 WIB. Penguatan harga CPO agak terbatas oleh investor yang melakukan aksi ambil untung. Wajar saja, harga CPO naik cukup tajam dalam sepekan terakhir, yakni sebesar 1,31%. Selama bulan Agustus 2018, harga CPO juga membukukan penguatan 1,22%.
BACA: Juni-Juli Anjlok, Harga CPO Kembali Menguat Sepanjang Agustus
(RHG/hps) Next Article Mengekor Pelemahan Harga Kedelai, Harga CPO Turun 0,13%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular