
Investor Ramai-Ramai Cari Aman ke Dolar AS, Harga Emas Loyo
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
04 September 2018 12:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 bergerak melemah sebesar 0,12% ke US$1.205,3/troy ounce, pada perdagangan hari ini Selasa (4/9/2018) hingga pukul 12.00 WIB hari ini.
Harga sang logam mulia masih tertekan oleh perkasanya dolar Amerika Serikat (AS), hingga menyentuh rekor tertingginya dalam sepekan atau 23 Agustus 2018. Penyebabnya adalah meningkatnya ketegangan perdagangan global serta kekhawatiran ekonomi di negara berkembang.
Sebagai informasi, akibat kuatnya greenback, harga emas terkoreksi sebesar 2,18% di sepanjang bulan Agustus 2018. Hal itu lantas menjadi pelemahan bulanan yang kelima secara berturut-turut, atau sejak bulan April 2018. Periode pelemahan sepanjang itu merupakan yang terparah sejak tahun 2013.
Bulan lalu memang menjadi masa yang suram bagi harga emas. Data ekonomi AS yang positif, krisis Turki dan Argentina, hingga panasnya perang dagang AS-China, ramai-ramai membuat dolar AS perkasa.
Dollar Index, yang menceminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, tercatat menguat hingga 0,68% di sepanjang bulan Agustus 2018.
BACA: Harga Emas Menuju Pelemahan Bulanan 5 Sesi Beruntun
Hari ini Dollar Index masih menunjukkan keperkasaannya, dengan menguat sebesar 0,08% ke 95,22 hingga pukul 12.00 WIB. Nilai itu menjadi yang tertinggi dalam sepekan terakhir, atau sejak 23 Agustus 2018.
Tensi perang dagang yang masih tinggi menjadi penopang penguatan mata uang Negeri Paman Sam. Akhir pekan lalu, pembicaraan dagang AS-Kanada belum menelurkan hasil. Akibatnya, Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) kini menggantung. Sebelumnya, AS-Meksiko sudah mencapai kesepahaman.
Buntunya perundingan AS-Kanada membuat Presiden AS Donald Trump bersikap galak terhadap tetangganya itu. Trump mengancam akan melanjutkan NAFTA tanpa keikutsertaan Kanada.
"Tidak ada kebutuhan untuk menyertakan Kanada dalam kesepakatan NAFTA yang baru. Jika kami tidak mendapatkan kesepakatan yang adil, maka Kanada akan keluar," tegas Trump melalui cuitan di Twitter, akhir pekan lalu.
Trump pernah melontarkan ancaman bakal mengenakan bea masuk bagi impor mobil asal Kanada bila tidak ada kesepakatan. Saat ini, ancaman itu memang belum terbukti tetapi bisa jadi akan terwujud bila tidak ada perkembangan berarti.
Hal ini membuat pelaku pasar masih ketar-ketir. Perang dagang adalah isu besar yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Wajar bila pelaku pasar khawatir, sebab pertumbuhan ekonomi global menjadi taruhannya.
Selain itu, energi tambahan bagi dolar AS datang dari tekanan yang dialami Argentina. Pada perdagangan kemarin, mata uang peso Argentina melemah 2,58% terhadap greenback.
Apa yang terjadi di Argentina, ditambah seretnya perundingan AS-Kanada, membuat pelaku pasar keluar dari pasar keuangan negara-negara berkembang, dan beralih memeluk dolar AS. Investor kini mencari perlindungan terhadap risiko yang menyelimuti pasar keuangan global.
Sayangnya, komoditas emas justru sudah kehilangan daya tariknya sebagai aset safe haven, karena di sepanjang tahun ini harganya sudah anjlok di kisaran 9%. Pelaku pasar lebih memilih memeluk greenback karena adanya potensi kenaikan suku bunga acuan AS secara lebih agresif.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga menekan permintaan sang logam mulia.
(RHG/gus) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan
Harga sang logam mulia masih tertekan oleh perkasanya dolar Amerika Serikat (AS), hingga menyentuh rekor tertingginya dalam sepekan atau 23 Agustus 2018. Penyebabnya adalah meningkatnya ketegangan perdagangan global serta kekhawatiran ekonomi di negara berkembang.
Sebagai informasi, akibat kuatnya greenback, harga emas terkoreksi sebesar 2,18% di sepanjang bulan Agustus 2018. Hal itu lantas menjadi pelemahan bulanan yang kelima secara berturut-turut, atau sejak bulan April 2018. Periode pelemahan sepanjang itu merupakan yang terparah sejak tahun 2013.
Bulan lalu memang menjadi masa yang suram bagi harga emas. Data ekonomi AS yang positif, krisis Turki dan Argentina, hingga panasnya perang dagang AS-China, ramai-ramai membuat dolar AS perkasa.
Dollar Index, yang menceminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, tercatat menguat hingga 0,68% di sepanjang bulan Agustus 2018.
BACA: Harga Emas Menuju Pelemahan Bulanan 5 Sesi Beruntun
Hari ini Dollar Index masih menunjukkan keperkasaannya, dengan menguat sebesar 0,08% ke 95,22 hingga pukul 12.00 WIB. Nilai itu menjadi yang tertinggi dalam sepekan terakhir, atau sejak 23 Agustus 2018.
Tensi perang dagang yang masih tinggi menjadi penopang penguatan mata uang Negeri Paman Sam. Akhir pekan lalu, pembicaraan dagang AS-Kanada belum menelurkan hasil. Akibatnya, Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) kini menggantung. Sebelumnya, AS-Meksiko sudah mencapai kesepahaman.
Buntunya perundingan AS-Kanada membuat Presiden AS Donald Trump bersikap galak terhadap tetangganya itu. Trump mengancam akan melanjutkan NAFTA tanpa keikutsertaan Kanada.
"Tidak ada kebutuhan untuk menyertakan Kanada dalam kesepakatan NAFTA yang baru. Jika kami tidak mendapatkan kesepakatan yang adil, maka Kanada akan keluar," tegas Trump melalui cuitan di Twitter, akhir pekan lalu.
Trump pernah melontarkan ancaman bakal mengenakan bea masuk bagi impor mobil asal Kanada bila tidak ada kesepakatan. Saat ini, ancaman itu memang belum terbukti tetapi bisa jadi akan terwujud bila tidak ada perkembangan berarti.
Hal ini membuat pelaku pasar masih ketar-ketir. Perang dagang adalah isu besar yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Wajar bila pelaku pasar khawatir, sebab pertumbuhan ekonomi global menjadi taruhannya.
Selain itu, energi tambahan bagi dolar AS datang dari tekanan yang dialami Argentina. Pada perdagangan kemarin, mata uang peso Argentina melemah 2,58% terhadap greenback.
Apa yang terjadi di Argentina, ditambah seretnya perundingan AS-Kanada, membuat pelaku pasar keluar dari pasar keuangan negara-negara berkembang, dan beralih memeluk dolar AS. Investor kini mencari perlindungan terhadap risiko yang menyelimuti pasar keuangan global.
Sayangnya, komoditas emas justru sudah kehilangan daya tariknya sebagai aset safe haven, karena di sepanjang tahun ini harganya sudah anjlok di kisaran 9%. Pelaku pasar lebih memilih memeluk greenback karena adanya potensi kenaikan suku bunga acuan AS secara lebih agresif.
Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga menekan permintaan sang logam mulia.
(RHG/gus) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular