
Pasokan Global Seret, Reli Harga Minyak Berlanjut
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
28 August 2018 09:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 naik 0,24% ke level US$76,39/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak Oktober 2018 juga menguat sebesar 0,15% ke US$68,97/barel pada perdagangan hari ini Selasa (28/08/2018) hingga pukul 09.12 WIB.
Dengan pergerakan tersebut, reli harga sang emas hitam berlanjut, dengan sampai hari ini sudah menguat tiga hari berturut-turut. Sebagai catatan, harga minyak light sweet yang mejadi acuan di Amerika Serikat (AS) sudah naik 4,26% di sepanjang pekan lalu. Sementara, brent yang menjadi acuan di Eropa sudah naik 5,55% di periode yang sama.
Harga minyak sebenarnya diselimuti awan negatif dari ekspektasi perlambatan ekonomi global, akibat perselisihan dagang AS-China. Pada pertengahan pekan lalu, Negeri Paman Sam telah resmi menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$16 miliar menjadi 25%.
Di waktu yang bersamaan, Negeri Panda juga mengaktifkan bea masuk balasan bagi sejumlah produk asal AS bernilai sama (US$16 miliar). Kini, kedua raksasa ekonomi dunia itu telah saling mengenakan bea masuk terhadap produk senilai masing-masing US$50 miliar dan menambah kecemasan akan terhambatnya pertumbuhan global.
Para ekonom telah mengatakan bahwa setiap produk senilai US$100 miliar yang terkena bea impor baru, akan menurunkan perdagangan global sekitar 0,5%. Saat aktivitas ekonomi dan perdagangan global melambat, maka permintaan energi pun akan berkurang.
Baca: Harga Minyak Stagnan Gara-gara Iran dan Perang Dagang
Meski demikian, kondisi pasokan global yang diekspektasikan seret masih menyelamatkan harga minyak. Komite monitoring Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) melaporkan bahwa produsen minyak OPEC (termasuk mitra non-OPEC Rusia), memangkas produksi 9% lebih banyak dari kesepakatan.
Sebagai informasi, OPEC dan mitranya sepakat untuk mengurangi produksi minyak mentah mulai tahun 2017 hingga sebesar 1,8 juta barel/hari, apabila dibandingkan dengan level di Oktober 2016.
Kemudian, kemarin International Energy Agency (IEA) memperingatkan bahwa disrupsi pasokan global yang lebih jauh masih bisa terjadi, khususnya dari Venezuela. Krisis di Caracas kini semakin menjadi-jadi. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan membuat proyeksi mengejutkan dengan menaikkan perkiraannya bahwa inflasi Venezuela akan menyentuh 1.000.000%, lebih tinggi 70 kali lipat dibandingkan 14.000% yang diprediksikan sebelumnya.
Akibat krisis yang berkepanjangan tersebut, ekspor minyak mentah Venezuela telah jatuh hingga setengahnya dalam dua tahun terakhir, hanya tinggal sebesar 1 juta barel/hari pada pertengahan 2018. Tidak hanya Venezuela, IEA juga memperingatkan bahwa anggota OPEC lainnya, Libya dan Nigeria, juga masih cukup "rentan", meski sudah ada perkembangan positif beberapa saat terakhir.
Terakhir, investor juga masih mewaspadai sanksi AS kepada Iran. Sanksi ini menargetkan sektor finansial per Agustus 2018, dan akan mencakup ekspor minyak mentah pada November 2018 mendatang. Analis memprediksi sanksi tersebut dapat menghilangkan 1 juta barel/hari pasokan minyak mentah Iran dari pasar di tahun depan.
(RHG/hps) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel
Dengan pergerakan tersebut, reli harga sang emas hitam berlanjut, dengan sampai hari ini sudah menguat tiga hari berturut-turut. Sebagai catatan, harga minyak light sweet yang mejadi acuan di Amerika Serikat (AS) sudah naik 4,26% di sepanjang pekan lalu. Sementara, brent yang menjadi acuan di Eropa sudah naik 5,55% di periode yang sama.
Di waktu yang bersamaan, Negeri Panda juga mengaktifkan bea masuk balasan bagi sejumlah produk asal AS bernilai sama (US$16 miliar). Kini, kedua raksasa ekonomi dunia itu telah saling mengenakan bea masuk terhadap produk senilai masing-masing US$50 miliar dan menambah kecemasan akan terhambatnya pertumbuhan global.
Para ekonom telah mengatakan bahwa setiap produk senilai US$100 miliar yang terkena bea impor baru, akan menurunkan perdagangan global sekitar 0,5%. Saat aktivitas ekonomi dan perdagangan global melambat, maka permintaan energi pun akan berkurang.
Baca: Harga Minyak Stagnan Gara-gara Iran dan Perang Dagang
Meski demikian, kondisi pasokan global yang diekspektasikan seret masih menyelamatkan harga minyak. Komite monitoring Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) melaporkan bahwa produsen minyak OPEC (termasuk mitra non-OPEC Rusia), memangkas produksi 9% lebih banyak dari kesepakatan.
Sebagai informasi, OPEC dan mitranya sepakat untuk mengurangi produksi minyak mentah mulai tahun 2017 hingga sebesar 1,8 juta barel/hari, apabila dibandingkan dengan level di Oktober 2016.
Kemudian, kemarin International Energy Agency (IEA) memperingatkan bahwa disrupsi pasokan global yang lebih jauh masih bisa terjadi, khususnya dari Venezuela. Krisis di Caracas kini semakin menjadi-jadi. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan membuat proyeksi mengejutkan dengan menaikkan perkiraannya bahwa inflasi Venezuela akan menyentuh 1.000.000%, lebih tinggi 70 kali lipat dibandingkan 14.000% yang diprediksikan sebelumnya.
Akibat krisis yang berkepanjangan tersebut, ekspor minyak mentah Venezuela telah jatuh hingga setengahnya dalam dua tahun terakhir, hanya tinggal sebesar 1 juta barel/hari pada pertengahan 2018. Tidak hanya Venezuela, IEA juga memperingatkan bahwa anggota OPEC lainnya, Libya dan Nigeria, juga masih cukup "rentan", meski sudah ada perkembangan positif beberapa saat terakhir.
Terakhir, investor juga masih mewaspadai sanksi AS kepada Iran. Sanksi ini menargetkan sektor finansial per Agustus 2018, dan akan mencakup ekspor minyak mentah pada November 2018 mendatang. Analis memprediksi sanksi tersebut dapat menghilangkan 1 juta barel/hari pasokan minyak mentah Iran dari pasar di tahun depan.
(RHG/hps) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular