
Perbankan Sikapi Beragam Relaksasi LTV dan ATMR
Gita Rossiana & Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
16 August 2018 15:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbankan menyikapi secara berbeda-beda relaksasi loan to value (LTV) yang diberikan oleh Bank Indonesia serta relaksasi Aktiva Terimbang Menurut Risiko (ATMR) yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) menyikapi hal tersebut secara positif karena bank ini akan menggenjot Kredit Pemilikan Rumah (KPR), segmen yang saat ini masih memiliki porsi di bawah 5% dari total kredit.
"Relaksasi LTV akan memperluas target pasar kami, karena tidak banyak masyarakat yang bisa membeli rumah dengan LTV 70% atau uang muka 30%, Kalaau uang muka diturunkan jadi 10% tentu pasar kami akan lebih luas lagi," ujar Direktur Utama Bukopin Eko Rachmahsyah Gindo, Kamis (16/8/2018).
Eko berencana akan menerapkan untuk relaksasi LTV di Bukopin untuk mengincar pertumbuhan KPR double digit. "Saat ini portofolio KPR kami sekitar Rp 3 triliun dan kami berharap bisa tumbuh double digit," ujarnya.
Begitupula untuk ATMR bagi KPR, Eko menilai itu akan menurunkan capital charge bagi Bukopin sehingga akan memiliki ruang untuk meningkatkan portofolio KPR. "Kalau ATMR itu bisa turun 25% itu sangat positif bagi kami," ujarnya.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengaku belum berencana menggunakan relaksasi LTV yang diberikan Bank Indonesia. Pasalnya, BCA memiliki eksposur KPR yang cukup dan suku bunga yang murah.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan, LTV yang diberikan BI adalah semacam senjata yang diberikan BI untuk menghadapi situasi saat ini.
"Sebagai tindakah preventif, ini ada peperangan, BI itu memberikan senjata kepada pasukan. Macam-macam senjatanya, pada saat pasukan bertempur, musuh patut dilawan atua tidak, kalau patut dipakai, kalau tidak jangan dulu,"ujar Jahja saat ditemui di kantornya, Senin (13/8/2018).
Dalam menggunakan senjata tersebut, menurut Jahja, bank diberikan kebebasan untuk menggunakannya. Misalnya, ada sebuah bank yang baru mendapatkan dana obligasi dan ingin meningkatkan penyaluran KPR-nya, jadi bisa saja dipergunakan.
Namun, ada juga yang sudah memiliki eksposur KPR yang sudah banyak dan ada pertimbangan suku bunga akan naik sehingga tidak mempergunakannya.
Bagi BCA, penyaluran KPRnya sudah tinggi dan suku bunga juga sudah murah. Apabila BCA mempergunakan relaksasi tersebut dan suku bunga belum naik, maka hal tersebut bisa mempengaruhi kinerja BCA.
"Bunga kami sudah murah, KPR kami juga sudah tinggi, tidak sangagup manfaatkan LTV lagi, karena bunga bakal naik. Lock sekarang, orang banjir datang, tapi bunga belum naik, sebentar lagi saya tenggelam,"kata dia.
Menurut Jahja, pihaknya baru mempergunakan relaksasi tersebut ketika perekonomian Indonesia sudah mulai stabil.
"Begitu ada stabilize awal tahun depan, Amerika naikkan suku bunga, tinggal dipakai, tidak serta merata dipakai sejak dikeluarkan,"ujar dia.
(dob) Next Article Pemangkasan DP KPR Mulai Terasa, Pengembang Semringah
PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) menyikapi hal tersebut secara positif karena bank ini akan menggenjot Kredit Pemilikan Rumah (KPR), segmen yang saat ini masih memiliki porsi di bawah 5% dari total kredit.
"Relaksasi LTV akan memperluas target pasar kami, karena tidak banyak masyarakat yang bisa membeli rumah dengan LTV 70% atau uang muka 30%, Kalaau uang muka diturunkan jadi 10% tentu pasar kami akan lebih luas lagi," ujar Direktur Utama Bukopin Eko Rachmahsyah Gindo, Kamis (16/8/2018).
Begitupula untuk ATMR bagi KPR, Eko menilai itu akan menurunkan capital charge bagi Bukopin sehingga akan memiliki ruang untuk meningkatkan portofolio KPR. "Kalau ATMR itu bisa turun 25% itu sangat positif bagi kami," ujarnya.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengaku belum berencana menggunakan relaksasi LTV yang diberikan Bank Indonesia. Pasalnya, BCA memiliki eksposur KPR yang cukup dan suku bunga yang murah.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan, LTV yang diberikan BI adalah semacam senjata yang diberikan BI untuk menghadapi situasi saat ini.
"Sebagai tindakah preventif, ini ada peperangan, BI itu memberikan senjata kepada pasukan. Macam-macam senjatanya, pada saat pasukan bertempur, musuh patut dilawan atua tidak, kalau patut dipakai, kalau tidak jangan dulu,"ujar Jahja saat ditemui di kantornya, Senin (13/8/2018).
Dalam menggunakan senjata tersebut, menurut Jahja, bank diberikan kebebasan untuk menggunakannya. Misalnya, ada sebuah bank yang baru mendapatkan dana obligasi dan ingin meningkatkan penyaluran KPR-nya, jadi bisa saja dipergunakan.
Namun, ada juga yang sudah memiliki eksposur KPR yang sudah banyak dan ada pertimbangan suku bunga akan naik sehingga tidak mempergunakannya.
Bagi BCA, penyaluran KPRnya sudah tinggi dan suku bunga juga sudah murah. Apabila BCA mempergunakan relaksasi tersebut dan suku bunga belum naik, maka hal tersebut bisa mempengaruhi kinerja BCA.
"Bunga kami sudah murah, KPR kami juga sudah tinggi, tidak sangagup manfaatkan LTV lagi, karena bunga bakal naik. Lock sekarang, orang banjir datang, tapi bunga belum naik, sebentar lagi saya tenggelam,"kata dia.
Menurut Jahja, pihaknya baru mempergunakan relaksasi tersebut ketika perekonomian Indonesia sudah mulai stabil.
"Begitu ada stabilize awal tahun depan, Amerika naikkan suku bunga, tinggal dipakai, tidak serta merata dipakai sejak dikeluarkan,"ujar dia.
(dob) Next Article Pemangkasan DP KPR Mulai Terasa, Pengembang Semringah
Most Popular