Internasional

AS Tolak Cabut Sanksi, Qatar Tawari Turki Bantuan Rp 218 T

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
16 August 2018 13:35
AS Tolak Cabut Sanksi, Qatar Tawari Turki Bantuan Rp 218 T
Foto: REUTERS/Osman Orsal
Istanbul/Washington, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) pada hari Rabu (15/8/2018) menolak mencabut tarif impor baja yang menyebabkan krisis mata uang di Turki, meskipun Ankara nantinya membebaskan pendeta berkewarganegaraan AS.

Qatar pun menjanjikan investasi senilai US$15 miliar (Rp 218,9 triliun) untuk Turki guna mendorong penguatan lira, mata uang negara itu.

Sikap Gedung Putih nampaknya memberi otoritas Turki sedikit insentif untuk mengupayakan pembebasan Andrew Brunson, pendeta AS yang sedang menghadapi kasus dugaan keterlibatan terorisme di Turki. Pihak Turki mengatakan kasus itu adalah urusan pengadilan.

Perselisihan itu adalah satu dari sekian masalah di antara sesama anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) itu. Berbagai masalah antara kedua negara meliputi perbedaan kepentingan di Suriah dan penolakan AS terhadap ambisi Ankara untuk membeli alat pertahanan dari Rusia, yang telah menyebabkan ketidakstabilan pasar keuangan Turki.

Ketika masalah tentang Brunson nampaknya jauh dari kata selesai, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperoleh suntikan bantuan dari Pemimpin Qatar yang menyetujui sepaket proyek ekonomi, investasi, dan deposito setelah keduanya bertemu di Ankara.

Dana dari Qatar akan disalurkan ke bank dan pasar keuangan, kata seorang narasumber pemerintahan Turki kepada Reuters.

Langkah mitra Turki di Teluk itu menawarkan dukungan yang lebih jauh terhadap penguatan lira setelah bank sentral Turki memperkuat likuiditas dan membatasi penjualan mata uang.

Lira sudah melemah nyaris 40% terhadap dolar tahun ini. Pelemahan itu didorong oleh kekhawatiran tentang bertambahnya pengendalian Erdogan terhadap perekonomian. Dia juga berulang kali meminta suku bunga yang lebih rendah meski inflasi tinggi.

Perselisihan dengan AS, yang fokus pada berbalas tarif impor dan penahanan Brunson, membuat lira semakin terpuruk.

Mata uang Turki itu menyentuh posisi terendah sepanjang masa, yaitu 7,24 terhadap dolar di hari Senin (13/8/2018). Depresiasi itu membuat bursa saham global bergejolak dan mengancam stabilitas sektor keuangan Turki.

Presiden AS Donald Trump melipatgandakan bea masuk untuk ekspor logam Turki ke AS pekan lalu. Keputusan itu memicu Turki, yang berkata tidak akan tunduk pada ancaman, menaikkan bea masuk terhadap mobil, alkohol, dan tembakau AS dengan jumlah yang setara di hari Rabu (15/8/2018).

Erdogan membuat surat keputusan untuk menaikkan tarif impor dua kali lipat terhadap mobil penumpang AS menjadi 120%, minuman beralkohol menjadi 140% dan daun tembakau menjadi 60%. Bea masuk juga dinaikkan dua kali lipat untuk barang-barang seperti kosmetik, beras, dan batu bara.

Gedung Putih menyebut respons Turki sebagai langkah yang salah sarah dan memberi sinyal keras terhadap pembebasan Brunson.

"Pendeta Andrew Brunson adalah pria tidak bersalah yang ditahan di Turki dan keadilan meminta dia dibebaskan. Turki seharusnya tidak menguji resolusi @POTUS Trump untuk membuat warga Amerika yang dipenjara dengan salah di negara asing kembali ke rumahnya di Amerika Serikat," tulis Wakil Presiden Mike Pence di Twitter. Berbicara di Washington, Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders memperjelas bahwa AS tidak berniat mencabut bea masuk baja Turki meski Brunson dibebaskan. Namun, dia berkata pembebasan Brunson bisa menghapuskan sanksi yang dikenakan ke dua pejabat senior Turki.

AS menjatuhkan sanksi kepada Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul dan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu atas tuduhan terlibat dalam penangkapan dan penahanan Brunson. Bruson diduga mendukung percobaan kudeta terhadap Erdogan di tahun 2016, yang ditampik oleh Brunson.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu memberi pernyataan yang terkesan menenangkan. Ia berkata Turki siap mendiskusikan isu-isu yang ada dengan AS selama tidak ada ancaman.

Meski terdapat ketegangan politik, lira rebound sekitar 6% pada hari Rabu dan menguat menjadi sekitar 6 terhadap dolar.

Ada juga optimisme tentang hubungan yang lebih baik antara Uni Eropa (UE) setelah pengadilan Turki membebaskan dua prajurit Yunani dan menunda siding mereka. Cavusoglu mengatakan relasi dengan blok, yang sudah lama bersitegang, pada dasarnya kuat dan mulai normal.

Langkah pengawas perbankan untuk membatasi transaksi swap mata uang asing juga membantu penguatan mata uang.


"Mereka menekan likuiditas lira keluar dari sistem saat ini dan mendorong suku bunga lebih tinggi," kata Cristian Maggio selaku Kepala Strategi Pasar Berkembang di TD Securities.

"Suku bunga sudah naik 10%. Bank sentral belum pernah melakukan ini melalui perubahan suku bunga acuan, tetapi mereka menekan likuiditas sehingga hasilnya sama saja," katanya.

Lira menguat hingga 5,75 terhadap dolar di hari Rabu dan tetap di posisi 5,90 pada pukul 20:58 GMT.

Menteri Keuangan akan mencoba meyakinkan investor internasional pada hari Kamis (16/8/2018) dalam sebuah telekonferensi, di mana pejabat kementerian mengatakan setidaknya 3.000 orang sudah mendaftar.

CEO Akbank Turki mengatakan sektor perbankan tetap kuat dan langkah yang diambil untuk menopang pasar mulai berdampak, seraya menambahkan tidak ada penarikan deposito.

Tidak ada resolusi terkait kasus Brunson saat ini.

Pada hari Rabu, sebuah pengadilan di Izmir, di mana Brunson diadili, menolak pengajuan bandingnya untuk dibebaskan dari rumah tahanan. Pengadilan yang lebih tinggi belum memberi keputusan terkait pengajuan banding itu, kata pengacaranya kepada Reuters.

Dalam kasus tingkat tinggi lainnya, sebuah pengadilan di Turki membebaskan Taner Kilic yang merupakan kepala Amnesty International setempat, kata seorang peneliti dari kelompok pembela HAM itu.
(prm) Next Article Lira Turki, Sang Raja Mata Uang yang Kini Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular