Internasional
Krisis Lira Turki, Pelaku Bisnis: Selesaikan Lewat Diplomasi
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
15 August 2018 16:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Turki dengan Amerika Serikat (AS) serta anjloknya mata uang lira yang semakin parah mendorong komunitas bisnis Turki dan pelaku usaha asing yang beroperasi di negara itu menyerukan diplomasi karena kegiatan mereka terkena imbasnya.
Dalam sebuah surat yang dipublikasikan hari Selasa (14/8/2018) Dewan Bisnis Turki-AS (TAIK), yang mewakili 40 perusahaan terbesar AS dari berbagai industri di Turki, menulis, "Kami benar-benar sedih melihat ketegangan meningkat, di mana kedua negara saling membalas mengancam sanksi," dan menyerukan presiden kedua negara untuk "menyelesaikan ini melalui saluran diplomatik dan melalui sikap saling menghormati dan dialog, bukannya melalui ancaman dan sanksi."
Meski mata uang Turki mulai pulih, para analis mengatakan itu tidak akan stabil kecuali bank sentral Turki menaikkan suku bunga untuk mendinginkan ekonomi yang terlalu panas dan menurunkan inflasi yang telah meroket hingga lebih dari 15%, jauh di atas target 5%.
Dilansir dari CNBC International, Erdogan secara konsisten menentang kenaikan suku bunga demi mendorong pertumbuhan yang lebih cepat. Hal ini membuat investor mencemaskan independensi bank sentral.
Mata uang yang melemah parah berarti perusahaan-perusahaan Turki akan mengalami kesulitan untuk membayar kembali sejumlah besar utangnya dalam mata uang asing, sehingga meningkatkan risiko pailit.
Dua asosiasi usaha besar, Kamar Persatuan dan Bursa Komoditas (Union of Chamber and Commodity Exchange) Turki dan Tusiad, yang merupakan Asosiasi Industri dan Bisnis Turki, menentang kebijakan Erdogan. Mereka mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Rabu (15/8/2018) yang mengatakan bahwa "kebijakan moneter ketat diperlukan dalam rangka menstabilkan nilai tukar."
Bank sentral Turki terakhir kali menaikkan suku bunga pada tanggal 7 Juni sebesar 125 basis poin menjadi 17,75%.
Pernyataan itu juga meminta pemerintah untuk mempererat hubungan dengan Uni Eropa, membuat langkah-langkah penghematan atas pengeluaran pemerintah, dan mengakhiri perselisihan dengan AS "sehingga situasinya tidak membuat kerusakan permanen pada ekonomi riil".
Di negara di mana kepentingan bisnis memiliki hubungan erat dengan pemerintah, surat itu mengungkapkan sejauh mana ketakutan komunitas bisnis atas situasi saat ini.
Hubungan antara Washington dan Ankara telah memburuk selama berbulan-bulan, dan diperburuk oleh perpecahan atas kebijakan Suriah, sanksi Iran, pembelian sistem senjata Rusia dan jet F-35 Amerika oleh Turki, dan hubungan yang hangat antara Erdogan dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin.
(prm) Next Article Gejolak Turki Bikin Sri Mulyani 'Was-was'
Dalam sebuah surat yang dipublikasikan hari Selasa (14/8/2018) Dewan Bisnis Turki-AS (TAIK), yang mewakili 40 perusahaan terbesar AS dari berbagai industri di Turki, menulis, "Kami benar-benar sedih melihat ketegangan meningkat, di mana kedua negara saling membalas mengancam sanksi," dan menyerukan presiden kedua negara untuk "menyelesaikan ini melalui saluran diplomatik dan melalui sikap saling menghormati dan dialog, bukannya melalui ancaman dan sanksi."
Meski mata uang Turki mulai pulih, para analis mengatakan itu tidak akan stabil kecuali bank sentral Turki menaikkan suku bunga untuk mendinginkan ekonomi yang terlalu panas dan menurunkan inflasi yang telah meroket hingga lebih dari 15%, jauh di atas target 5%.
Mata uang yang melemah parah berarti perusahaan-perusahaan Turki akan mengalami kesulitan untuk membayar kembali sejumlah besar utangnya dalam mata uang asing, sehingga meningkatkan risiko pailit.
Dua asosiasi usaha besar, Kamar Persatuan dan Bursa Komoditas (Union of Chamber and Commodity Exchange) Turki dan Tusiad, yang merupakan Asosiasi Industri dan Bisnis Turki, menentang kebijakan Erdogan. Mereka mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Rabu (15/8/2018) yang mengatakan bahwa "kebijakan moneter ketat diperlukan dalam rangka menstabilkan nilai tukar."
Bank sentral Turki terakhir kali menaikkan suku bunga pada tanggal 7 Juni sebesar 125 basis poin menjadi 17,75%.
Pernyataan itu juga meminta pemerintah untuk mempererat hubungan dengan Uni Eropa, membuat langkah-langkah penghematan atas pengeluaran pemerintah, dan mengakhiri perselisihan dengan AS "sehingga situasinya tidak membuat kerusakan permanen pada ekonomi riil".
Di negara di mana kepentingan bisnis memiliki hubungan erat dengan pemerintah, surat itu mengungkapkan sejauh mana ketakutan komunitas bisnis atas situasi saat ini.
Hubungan antara Washington dan Ankara telah memburuk selama berbulan-bulan, dan diperburuk oleh perpecahan atas kebijakan Suriah, sanksi Iran, pembelian sistem senjata Rusia dan jet F-35 Amerika oleh Turki, dan hubungan yang hangat antara Erdogan dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin.
(prm) Next Article Gejolak Turki Bikin Sri Mulyani 'Was-was'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular