
Lagi-lagi TKI Jadi Penyelamat Neraca Pembayaran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 August 2018 17:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia kuartal-II 2018 menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I, defisitnya hanya sebesar 2,21% dari PDB.
Capaian ini terbilang cukup bersejarah. Pasalnya, kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.
Pada 3 bulan kedua tahun ini, nilai nominal dari CAD mencapai US$ 8,03 miliar, sementara pada kuartal-I nilainya hanya sebesar US$ 5,72 miliar.
Sebagai akibatnya, defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) semakin lebar. Sepanjang kuartal-II 2018, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit NPI sebesar US$ 4,31 miliar, membengkak dari defisit kuartal-I 2018 yang sebesar US$ 3,86 miliar.
Defisit NPI menandakan bahwa dolar AS yang keluar dari dalam negeri lebih besar ketimbang yang diterima.
Di sisi lain, Indonesia patut berterima kasih kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pasalnya, kehadiran TKI membantu menahan tekanan terhadap neraca berjalan dan NPI.
Dalam neraca berjalan, terdapat 4 komponen yakni barang, jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder. Dari keempat komponen tersebut, surplus terbesar disumbang oleh pos pendapatan sekunder yakni US$ 1,63 miliar. Sementara itu, pos barang mencatatkan surplus US$ 289 juta. Untuk pos jasa dan pendapatan primer, masing-masing mencatatkan defisit sebesar US$ 1,79 miliar dan US$ 8,16 miliar.
Tingginya surplus pos pendapatan sekunder disumbang oleh derasnya remitansi dari TKI. Sepanjang kuartal-II, penerimaan remitansi dari TKI tercatat sebesar US$ 2,81 miliar, lebih tinggi dibandingkan posisi kuartal-I yang sebesar US$ 2,64 miliar. Setidaknya sejak kuartal-I 2016, penerimaan remitansi tak pernah sebesar ini.
Dilihat dari asal negaranya, TKI yang bekerja di kawasan Asia Pasifik menjadi penyumbang remitansi terbesar yakni senilai US$ 1,64 miliar, disusul kawasan Timur Tengah dan Afrika yang sebesar US$ 1,11 miliar.
Sampai dengan akhir kuartal-II, tercatat ada 3,5 juta TKI. Data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat bahwa sebanyak 69,6% dari TKI bekerja di Asia Pasifik dengan porsi terbesar di Malaysia, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sementara itu, sisanya atau sebanyak 30,1% bekerja di Timur Tengah dan Afrika, dengan porsi terbesar berada di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
Tak heran bahwa TKI seringkali dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa. Sebutan itu bukan datang tanpa sebab. Jika tak ada TKI, devisa yang masuk ke Indonesia akan semakin seret dan nilai tukar rupiah akan lebih terpuruk dari saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Waspada! Tekanan Terhadap NPI Berpotensi Hingga Akhir Tahun
Capaian ini terbilang cukup bersejarah. Pasalnya, kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.
Pada 3 bulan kedua tahun ini, nilai nominal dari CAD mencapai US$ 8,03 miliar, sementara pada kuartal-I nilainya hanya sebesar US$ 5,72 miliar.
Defisit NPI menandakan bahwa dolar AS yang keluar dari dalam negeri lebih besar ketimbang yang diterima.
Di sisi lain, Indonesia patut berterima kasih kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pasalnya, kehadiran TKI membantu menahan tekanan terhadap neraca berjalan dan NPI.
Dalam neraca berjalan, terdapat 4 komponen yakni barang, jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder. Dari keempat komponen tersebut, surplus terbesar disumbang oleh pos pendapatan sekunder yakni US$ 1,63 miliar. Sementara itu, pos barang mencatatkan surplus US$ 289 juta. Untuk pos jasa dan pendapatan primer, masing-masing mencatatkan defisit sebesar US$ 1,79 miliar dan US$ 8,16 miliar.
Tingginya surplus pos pendapatan sekunder disumbang oleh derasnya remitansi dari TKI. Sepanjang kuartal-II, penerimaan remitansi dari TKI tercatat sebesar US$ 2,81 miliar, lebih tinggi dibandingkan posisi kuartal-I yang sebesar US$ 2,64 miliar. Setidaknya sejak kuartal-I 2016, penerimaan remitansi tak pernah sebesar ini.
Dilihat dari asal negaranya, TKI yang bekerja di kawasan Asia Pasifik menjadi penyumbang remitansi terbesar yakni senilai US$ 1,64 miliar, disusul kawasan Timur Tengah dan Afrika yang sebesar US$ 1,11 miliar.
Sampai dengan akhir kuartal-II, tercatat ada 3,5 juta TKI. Data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat bahwa sebanyak 69,6% dari TKI bekerja di Asia Pasifik dengan porsi terbesar di Malaysia, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sementara itu, sisanya atau sebanyak 30,1% bekerja di Timur Tengah dan Afrika, dengan porsi terbesar berada di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
Tak heran bahwa TKI seringkali dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa. Sebutan itu bukan datang tanpa sebab. Jika tak ada TKI, devisa yang masuk ke Indonesia akan semakin seret dan nilai tukar rupiah akan lebih terpuruk dari saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Waspada! Tekanan Terhadap NPI Berpotensi Hingga Akhir Tahun
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular