
BI: Soal Kontribusi KPR, RI Kalah dari Thailand & Singapura
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 July 2018 10:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kembali membeberkan alasannya melonggarkan kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan merelaksasi rasio uang muka terhadap plafon kredit (Loan to Value/LTV).
Kepala Grup Riset Makroprudensial Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Retno Ponco Windarti mengemukakan, relaksasi tersebut bertujuan untuk kembali menggairahkan sektor perumahan nasional.
BI merasa, potensi sektor perumahan untuk tumbuh berkembang masih cukup besar dengan melihat berbagai indikator. Namun, sejauh ini sektor ini belum cukup mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian.
"Data di 2017, KPR kita share ke GDP [produk domestik bruto] hanya 2,9% jauh di atas negara-negara seperti Thailand 22%, atau Filipina 38%, Singapura 44%," ungkap Retno, Selasa (31/7/2018).
Padahal, kemampuan sektor rumah tangga diklaim masih bisa menjangkau. Tingkat utang rumah tangga di Indonesia dianggap masih cukup rendah, yang tercermin dari debt to service ratio (DSR) rumah tangga nasional yang berada di batas aman.
"DSR per jenis kegiatan rumah tangga masih cukup aman. Pengusaha 7,41%, berusaha sendiri 7,83%, pegawai atau buruh 13,61%, jadi masih di bawah batas aman 30%. Secara spasial pun demikian," jelasnya.
"KPR itu mayoritasnya end user. Kami melihat ini masih ada potensi untuk didorong ke atas dari aisi rumah tangga. Peran sektor rumah tangga terhadap PDB itu 54,3%. Kalau bisa didorong, pertumbuhan ekonomi sangat tertolong," jelasnya.
Bagi bank sentral, relaksasi LTV merupakan salah satu 'jamu manis' untuk meredam dampak 'jamu pahit' yang dikeluarkan melalui kenaikan bunga acuan BI terhadap akselerasi perekonomian nasional.
BI cukup optimistis, relaksasi LTV mampu meningkatkan permintaan kredit, yang pada akhirnya diharapkan dapat ikut serta mendorong perekonomian nasional.
(dru) Next Article Tak Hanya Bahas LTV, BI Juga Bahas Rupiah dengan Pengusaha
Kepala Grup Riset Makroprudensial Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Retno Ponco Windarti mengemukakan, relaksasi tersebut bertujuan untuk kembali menggairahkan sektor perumahan nasional.
BI merasa, potensi sektor perumahan untuk tumbuh berkembang masih cukup besar dengan melihat berbagai indikator. Namun, sejauh ini sektor ini belum cukup mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian.
Padahal, kemampuan sektor rumah tangga diklaim masih bisa menjangkau. Tingkat utang rumah tangga di Indonesia dianggap masih cukup rendah, yang tercermin dari debt to service ratio (DSR) rumah tangga nasional yang berada di batas aman.
"DSR per jenis kegiatan rumah tangga masih cukup aman. Pengusaha 7,41%, berusaha sendiri 7,83%, pegawai atau buruh 13,61%, jadi masih di bawah batas aman 30%. Secara spasial pun demikian," jelasnya.
"KPR itu mayoritasnya end user. Kami melihat ini masih ada potensi untuk didorong ke atas dari aisi rumah tangga. Peran sektor rumah tangga terhadap PDB itu 54,3%. Kalau bisa didorong, pertumbuhan ekonomi sangat tertolong," jelasnya.
Bagi bank sentral, relaksasi LTV merupakan salah satu 'jamu manis' untuk meredam dampak 'jamu pahit' yang dikeluarkan melalui kenaikan bunga acuan BI terhadap akselerasi perekonomian nasional.
BI cukup optimistis, relaksasi LTV mampu meningkatkan permintaan kredit, yang pada akhirnya diharapkan dapat ikut serta mendorong perekonomian nasional.
(dru) Next Article Tak Hanya Bahas LTV, BI Juga Bahas Rupiah dengan Pengusaha
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular