Internasional

Jadi Korban Perang Dagang, Kedelai Justru Dorong Ekonomi AS

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
27 July 2018 16:43
Produk domestik bruto (PDB) AS kemungkinan naik 4,1% secara tahunan di kuartal kedua.
Foto: REUTERS/Daniel Acker
Washington, CNBC Indonesia - Perekonomian Amerika Serikat (AS) pada kuartal kedua tahun ini kemungkinan akan tumbuh paling cepat dalam empat tahun terakhir karena kenaikan belanja konsumen dan percepatan pengiriman kedelai ke China untuk menghindari tarif perang dagang yang akan berlaku di awal Juli.

Produk domestik bruto (PDB) Negeri Paman Sam kemungkinan naik 4,1% secara tahunan, dan penumpukan stok oleh pengusaha menjelang penerapan bea impor juga menjadi salah satu penyebabnya, menurut survei ekonom yang Reuters kumpulkan.

Kenaikan itu akan menjadi kinerja terkuat sejak kuartal ketiga tahun 2014 dan membuat perekonomian berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 3% yang ditetapkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Menjelang rilis data ekonomi di hari Jumat (27/7/2018), Trump dan anggota tim ekonominya sudah menyampaikan gagasan bahwa pertumbuhan kuartal kedua akan kuat. Di awal pekan, dia bercuit AS memiliki "angka keuangan terbaik di planet ini".

Seiring dengan gambaran pertumbuhan PDB kuartal kedua, laporan itu kemungkinan akan memasukkan revisi pertumbuhan kuartal pertama dengan estimasi 2% karena pemerintah juga akan mempublikasikan revisi komprehensif dari data PDB sebelumnya.

"Ironisnya, ancaman perang dagang nampaknya mendorong aktivitas di kuartal kedua," kata Michelle Girard selaku Kepala Ekonom di NatWest Market in Stamford, Connecticut, dikutip dari Reuters.

Sebagai catatan, AS menerapkan tarif 25% terhadap produk impor China senilai US$34 miliar (Rp 491 triliun) efektif tertanggal 6 Juli. Keputusan itu memicu respons serupa dari Beijing yang menargetkan kedelai dan produk-produk pertanian, serta mobil-mobil buatan AS.

Sebelumnya, Trump juga sudah mengenakan tarif terhadap impor baja dan aluminium yang menyebabkan pembalasan dari mitra dagang utama AS, termasuk Kanada, Uni Eropa (UE), Meksiko, dan China. Ada juga ekspor barang-barang lain yang dipercepat (front-loading) di kuartal kedua.


Dengan dorongan terkait perdagangan yang diprediksi akan dirasakan pada semester kedua tahun ini, para ekonom memperingatkan agar tidak terlalu mengandalkan pertumbuhan kuartal April sampai Juni. Dengan mengesampingkan dorongan terkait isu sengketa perdagangan, para analis mengestimasi perekonomian kemungkinan tumbuh hanya 2,5% di kuartal kedua.

"Masalah nyatanya adalah apa yang mendasari pertumbuhan dan apa yang sementara," kata Sung Won Sohn, Kepala Ekonom di SS Economics di Los Angeles. "Ke depannya, kemungkinan kita bisa melihat pertumbuhan melambat karena tingginya kenaikan di kuartal kedua."

Perekonomian tahun ini akan didukung oleh paket pemangkasan pajak US$1,5 triliun dan kenaikan belanja pemerintah di kuartal terakhir. Namun, stimulus itu diprediksi akan memudar tahun depan.

Bea impor dinilai menurunkan pertumbuhan ekonomi, dengan harga barang lebih mahal sehingga menurunkan belanja konsumen dan rencana investasi bisnis.

Untuk saat ini, pertumbuhan kuat di kuartal kedua akan membuat bank sentral Federal Reserve/The Fed tetap menaikkan suku bunga dua kali lagi di tahun ini.

Untuk diketahui, The Fed menaikkan biaya pinjaman di bulan Juni untuk kedua kalinya tahun ini dan memproyeksikan dua kali kenaikan suku bunga lagi di tahun 2018.

Sementara banyak yang sepakat bahwa perekonomian berjalan baik di kuartal kedua, para ekonom mulai mempertanyakan apakah lajunya akan terus seperti ini dalam menghadapi perang dagang dan kenaikan suku bunga. Para ekonom dalam polling Reuters awal pekan ini memprediksi pertumbuhan akan mulai melambat dari sekarang.
(prm) Next Article Krisis Babi, China 'Menyerah' ke AS?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular