Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan performa positif. Dow Jones Industrial Average naik 0,68%, S&P 500 menguat 0,91%, dan Nasdaq melesat 1,38%.
Kinerja Wall Street yang cukup impresif ini disebabkan oleh perundingan dagang AS-Uni Eropa yang berjalan kondusif. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker sepakat untuk menurunkan hambatan tarif (
tariff barrier) dan non-tarif (
non-tariff barrier) di bidang perdagangan.
"Hari ini, kami sepakat bekerja bersama untuk menuju tarif nol, tidak adanya
non-tariff barrier, dan tidak ada subsidi bagi produk-produk non otomotif. Kami juga akan meningkatkan perdagangan di bidang jasa, farmasi, produk-produk kesehatan, juga kedelai," ungkap Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, dikutip dari Reuters.
Uni Eropa, lanjut Trump, disebut akan sesegera mungkin meningkatkan pembelian kedelai dari AS. Uni Eropa juga akan segera menambah impor
Liquified Natural Gas (LNG) asal Negeri Paman Sam.
Trump juga menyatakan bahwa dirinya dan Juncker sepakat untuk mengurangi hambatan birokrasi dalam perdagangan. Mereka juga sepakat untuk mengumandangkan reformasi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sementara Juncker menyebut AS akan membangun terminal baru untuk memfasilitasi ekspor LNG ke Benua Biru. Juncker juga memastikan Uni Eropa tidak akan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk AS selama negosiasi berjalan.
Dengan berbagai kesepakatan itu, Trump dan Juncker akan memulai proses perundingan untuk membahas isu bea masuk baja dan aluminium dari Uni Eropa ke AS. Mereka juga akan membahas bea masuk balasan yang dikenakan Uni Eropa atas beragam produk Negeri Paman Sam. Ada kemungkinan pengenaan berbagai bea masuk itu akan dibatalkan.
Pelaku pasar boleh menghembuskan nafas lega. Kini isu perang dagang bisa mereda untuk sementara waktu. Investor pun bisa fokus memantau kinerja korporasi, karena sekarang sedang musim laporan keuangan (
earnings season).
Dari 148 perusahaan yang sudah menyetorkan laporan keuangan, 85,8% di antaranya melampaui ekspektasi pasar. Jika tidak ada sentimen negatif dari luar lantai bursa, bisa dipastikan Wall Street akan terus menghijau karena solidnya fundamental emiten.
"Begitu perang dagang bisa dihindari, pasar akan menuju jalur pendakian. Sebab, laporan keuangan menjadi landasan yang kuat," tegas Michael Antonelli, Direktur Pelaksana di Robert W Baird yang berbasis di Milwaukee, dikutip dari Reuters.
Hari ini, laporan keuangan yang cukup memuaskan investor adalah dari Coca Cola. Pendapatan bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham naik 69% ke US$ 2,32 miliar. Kinerja keuangan Coca Cola yang kinclong didukung oleh pendapatan organik yang naik 5%, dan volume penjualan yang tumbuh 3%.
Berbagai pencapaian ini diapresiasi investor dengan melakukan aksi borong. Hasilnya, harga saham Coca Cola naik 1,83%.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati berbagai sentimen. Pertama adalah hijaunya Wall Street, yang diharapkan bisa menular ke Asia. Kinerja Wall Street memang memberi nuansa kental pada arah pergerakan bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah isu perang dagang yang mereda. Kesepakatan AS-Uni Eropa memunculkan optimisme baru bahwa perang dagang sejatinya bisa dihindari bila pihak-pihak yang bersitegang mau duduk bersama.
Namun, pelaku pasar juga harus ingat bahwa pertemuan Trump dan Juncker baru pembukaan, gong awal, peluit tanda dimulainya babak pertama. Jalan perundingan masih panjang dan bisa saja terputus di tengah.
Masih segar dalam ingatan betapa hubungan AS dan China pernah begitu mesra usai komentar Presiden China Xi Jinping di Boao Forum pada April lalu. Presiden Xi kala itu berjanji akan lebih membuka perekonomian China dan menyediakan kesempatan yang sama bagi investasi asing.
AS merespons pernyataan tersebut dengan mengirim delegasi yang dipimpin Menteri Keuangan Steven Mnuchin untuk membahas isu perdagangan. Setelah itu, dua perekonomian terbesar dunia ini beberapa kali melakukan pertemuan negosiasi dagang.
Namun sekarang apa yang terjadi? Hubungan keduanya memanas lagi, saling balas menerapkan bea masuk terjadi lagi, berbagai tuduhan muncul lagi.
Oleh karena itu, investor perlu memonitor perkembangan negosiasi perdagangan AS-Uni Eropa. Jangan sampai nasibnya sama dengan China, yang seperti pacaran gaya ABG. Putus di tengah jalan dan kemudian saling menjelekkan.
Faktor ketiga yang perlu mendapat perhatian adalah masih melemahnya dolar AS. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang, masih melemah 0,43% pada pukul 04:44 WIB.
Dolar AS tertekan karena mata uang utama lainnya terapresiasi. Euro menguat 0,4% karena kesepakatan Trump-Juncker yang membawa angin surga. Sementara yen Jepang menguat 0,2% seiring wacana Bank Sentral Jepang (BoJ) untuk mengurangi stimulus moneter yang selama ini cukup agresif. Dolar Kanada pun menguat 0,8% karena Negeri Mapple Leaf dan Meksiko masih optimistis dengan masa depan perundingan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).
Selain itu, rilis data ekonomi terbaru di Negeri Adidaya kurang meyakinkan. Pada Juni 2018, penjualan rumah baru turun 5,3% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 631.000. Angka ini merupakan yang terendah sejak Oktober 2017, dan jauh di bawah konsensus pasar yang memperkirakan penjualan di angka 670.000.
Data ini bisa menjadi pemberat langkah
greenback karena menunjukkan konsumsi dan pendapatan masyarakat belum solid 100%. Bukan tidak mungkin data ini membuat The Federal Reseve/The Fed berubah pikiran dan tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, meski probabilitasnya sangat kecil.
Bila rupiah mampu memanfaatkan situasi ini, maka bisa mengulangi pencapaian kemarin yaitu menguat dan menjadi yang terbaik di Asia. Saat rupiah menguat, IHSG punya harapan untuk ikut terangkat.
Mengoleksi aset berbasis rupiah akan menguntungkan kala mata uang ini menguat, karena nilainya akan naik saat dikonversikan ke dolar AS. IHSG boleh berharap investor asing akan kembali masuk ketika rupiah perkasa.
Keempat, harga minyak juga bisa menjadi sentimen suportif bagi IHSG. Pada pukul 05:02 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik lebih dari 1%.
Kenaikan harga minyak disebabkan oleh penurunan cadangan minyak AS. US Energy Information Administration (EIA) menyebutkan cadangan minyak AS pekan lalu turun 6,1 juta barel menjadi 404,9 juta barel. Ini merupakan titik terendah sejak Februari 2015.
Pasokan minyak dunia juga terkendala karena Arab Saudi menunda pengiriman melalui Selat Bab El-Mandeb. Penyebabnya adalah telah terjadi serangan terhadap dua kapal pengangkut minyak dari Arab Saudi yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Houthi yang dekat dengan Iran.
Pada 2016, minyak mentah dan produk turunannya yang dikirimkan melalui selat itu mencapai sekitar 4,8 juta barel/hari. Oleh karena itu Selat Bab El-Mandeb adalah jalur sibuk yang menentukan arus perdagangan si emas hitam.
Kenaikan harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Saat harga minyak naik, emiten migas dan pertambangan bisa lebih mendapat apresiasi dari pasar.
Cukup banyak sentimen positif yang bisa mendukung IHSG hari ini. Oleh karena itu, tidak akan heran jika sore nanti IHSG berhasil finis di jalur hijau.
Namun, ada pula beberapa hal yang bisa menjadi faktor risiko buat IHSG. Pertama adalah proyeksi Bank Indonesia seputar defisit transaksi berjalan yaitu mencapai US$ 25 miliar sepanjang 2018. Lebih tinggi dibandingkan 2017 yang tercatat US$ 17,3 miliar.
Seiring risiko melebarnya defisit transaksi berjalan, pelaku pasar juga akan mewaspadai risiko memburuknya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Rupiah pun bisa kehilangan pijakannya untuk menguat.
Jika rupiah kemudian berbalik melemah, maka itu akan merugikan IHSG. Investor, terutama asing, akan cenderung keluar saat rupiah terdepresiasi karena aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang seksi.
Kedua, IHSG sendiri menyimpan potensi koreksi karena sudah menguat cukup tajam. Sejak awal Juli, IHSG sudah naik 2,32%. Oleh karena itu, risiko ambil untung (
profit taking) bisa datang kapan saja dan siap menerkam IHSG.
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Pertemuan Joint Ministerial Monitoring Committee OPEC (tentatif).
- Pengumuman suku bunga acuan Bank Sentral Uni Eropa/ECB (18:45 WIB).
- Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode Juni 2018 (19:30 WIB).
- Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS dalam sepekan hingga tanggal 20 Juli 2018 (19:30 WIB).
- Rilis data neraca perdagangan barang AS periode Juni 2018 (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY) | 5.06% |
Inflasi (Juni 2018 YoY) | 3.12% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (Q I-2018) | -2.15% PDB |
Neraca pembayaran (Q I-2018) | -US$ 3.85 miliar |
Cadangan devisa (Juni 2018) | US$ 119.8 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di
sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA