Newsletter

Mesra AS-Eropa Bikin Tenang Dunia

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 July 2018 05:40
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Faktor ketiga yang perlu mendapat perhatian adalah masih melemahnya dolar AS. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang, masih melemah 0,43% pada pukul 04:44 WIB. 

Dolar AS tertekan karena mata uang utama lainnya terapresiasi. Euro menguat 0,4% karena kesepakatan Trump-Juncker yang membawa angin surga. Sementara yen Jepang menguat 0,2% seiring wacana Bank Sentral Jepang (BoJ) untuk mengurangi stimulus moneter yang selama ini cukup agresif. Dolar Kanada pun menguat 0,8% karena Negeri Mapple Leaf dan Meksiko masih optimistis dengan masa depan perundingan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). 

Selain itu, rilis data ekonomi terbaru di Negeri Adidaya kurang meyakinkan. Pada Juni 2018, penjualan rumah baru turun 5,3% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 631.000. Angka ini merupakan yang terendah sejak Oktober 2017, dan jauh di bawah konsensus pasar yang memperkirakan penjualan di angka 670.000. 

Data ini bisa menjadi pemberat langkah greenback karena menunjukkan konsumsi dan pendapatan masyarakat belum solid 100%. Bukan tidak mungkin data ini membuat The Federal Reseve/The Fed berubah pikiran dan tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, meski probabilitasnya sangat kecil. 

Bila rupiah mampu memanfaatkan situasi ini, maka bisa mengulangi pencapaian kemarin yaitu menguat dan menjadi yang terbaik di Asia. Saat rupiah menguat, IHSG punya harapan untuk ikut terangkat.

Mengoleksi aset berbasis rupiah akan menguntungkan kala mata uang ini menguat, karena nilainya akan naik saat dikonversikan ke dolar AS. IHSG boleh berharap investor asing akan kembali masuk ketika rupiah perkasa. 

Keempat, harga minyak juga bisa menjadi sentimen suportif bagi IHSG. Pada pukul 05:02 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik lebih dari 1%. 

Kenaikan harga minyak disebabkan oleh penurunan cadangan minyak AS. US Energy Information Administration (EIA) menyebutkan cadangan minyak AS pekan lalu turun 6,1 juta barel menjadi 404,9 juta barel. Ini merupakan titik terendah sejak Februari 2015. 

Pasokan minyak dunia juga terkendala karena Arab Saudi menunda pengiriman melalui Selat Bab El-Mandeb. Penyebabnya adalah telah terjadi serangan terhadap dua kapal pengangkut minyak dari Arab Saudi yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Houthi yang dekat dengan Iran. 

Pada 2016, minyak mentah dan produk turunannya yang dikirimkan melalui selat itu mencapai sekitar 4,8 juta barel/hari. Oleh karena itu Selat Bab El-Mandeb adalah jalur sibuk yang menentukan arus perdagangan si emas hitam. 

Kenaikan harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Saat harga minyak naik, emiten migas dan pertambangan bisa lebih mendapat apresiasi dari pasar. 

Cukup banyak sentimen positif yang bisa mendukung IHSG hari ini. Oleh karena itu, tidak akan heran jika sore nanti IHSG berhasil finis di jalur hijau. 

Namun, ada pula beberapa hal yang bisa menjadi faktor risiko buat IHSG. Pertama adalah proyeksi Bank Indonesia seputar defisit transaksi berjalan yaitu mencapai US$ 25 miliar sepanjang 2018. Lebih tinggi dibandingkan 2017 yang tercatat US$ 17,3 miliar.

Seiring risiko melebarnya defisit transaksi berjalan, pelaku pasar juga akan mewaspadai risiko memburuknya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Rupiah pun bisa kehilangan pijakannya untuk menguat.

Jika rupiah kemudian berbalik melemah, maka itu akan merugikan IHSG. Investor, terutama asing, akan cenderung keluar saat rupiah terdepresiasi karena aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang seksi.

Kedua, IHSG sendiri menyimpan potensi koreksi karena sudah menguat cukup tajam. Sejak awal Juli, IHSG sudah naik 2,32%. Oleh karena itu, risiko ambil untung (profit taking) bisa datang kapan saja dan siap menerkam IHSG.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular