
Kalahkan Dolar, Rupiah Juga Juara di Asia!
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
25 July 2018 16:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini. Bahkan, rupiah meraih tahta sebagai mata uang terbaik di kawasan asia.
Pada Rabu (25/7/2018) pukul 16:00 WIB, US$ 1 di pasar spot ditutup di Rp 14.455/US$. Rupiah menguat 0,48% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Sejalan dengan rupiah, mayoritas mata uang di kawasan Asia juga mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang lesu. Berikut pergerakan beberapa mata uang kawasan Asia hingga pukul 16:10 WIB, seperti yang dikutip dari Reuters :
Setidaknya ada tiga faktor utama yang membuat dolar AS cenderung tertekan hari ini. Pertama, kecenderungan investor yang mulai merealisasikan keuntungan karena penguatan dolar AS yang naik signifikan. Sejak awal tahun, dolar index yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap 6 mata uang utama telah menguat hingga 2,82%. Kondisi ini membuat investor yakin untuk merealisasikan keuntungannya sehingga cenderung melepas greenback.
Kedua, perkiraan ekonomi di AS yang akan melambat memasuki kuartal III-2018. Pelaku pasar memperkirakan, ekonomi AS akan mencapai puncaknya pada kuartal II-2018. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1% pada kuartal lalu, sementara The Federal Reserve/The Fed meramal di angka 4,5%.
Namun, jajak pendapat kepada lebih dari 100 ekonom yang dilakukan Reuters menujukkan momentum laju perekonomian AS akan mulai pudar selepas kuartal II. Penyebabnya adalah suku bunga acuan yang terus naik sehingga mengerem pertumbuhan ekonomi.
The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan perkiraan awal yaitu tiga kali.
Selain itu, laju perekonomian Negeri Paman Sam juga akan terhambat akibat perang dagang. Biaya produksi di AS akan semakin mahal karena bahan baku dan barang modal impor dikenakan bea masuk. Ini akan mengancam pertumbuhan investasi. Sementara ekspor pun berpotensi terhambat karena beberapa negara mitra dagang utama AS sudah menerapkan kebijakan balas dendam dengan membebani bea masuk bagi barang-barang made in USA.
"Kami memperkirakan kuartal II adalah puncak pertumbuhan. Bukan awal dari laju pertumbuhan yang lebih cepat," tegas Michael Moran, Kepala Ekonom Daiwa Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ketiga, hasil kajian Dana Moneter Internasional (IMF) juga membebani greenback. Dalam laporan 2018 External Sector Report, IMF menyebutkan bahwa dolar AS sudah cenderung kemahalan alias overvalued. Oleh karena itu, potensi depresiasi cukup terbuka.
"Berdasarkan seluruh estimasi dan perkembangan, kami mengkaji rata-rata Real Effective Exchange Rate (REER) dolar AS pada 2017 sudah overvalued dalam kisaran 8-16% dibandingkan fundamental jangka menengahnya. Depresiasi akan menutup jarak ini," sebut laporan IMF.
Perkembangan-perkembangan tersebut menjadi penghalang langkah greenback hari ini. Rupiah pun berhasil memanfaatkannya dengan apresiasi, dan menjadi yang terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Apes! Rupiah Batal Cetak Rekor 9 Pekan Menguat Lawan Dolar AS
Pada Rabu (25/7/2018) pukul 16:00 WIB, US$ 1 di pasar spot ditutup di Rp 14.455/US$. Rupiah menguat 0,48% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
![]() |
Setidaknya ada tiga faktor utama yang membuat dolar AS cenderung tertekan hari ini. Pertama, kecenderungan investor yang mulai merealisasikan keuntungan karena penguatan dolar AS yang naik signifikan. Sejak awal tahun, dolar index yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap 6 mata uang utama telah menguat hingga 2,82%. Kondisi ini membuat investor yakin untuk merealisasikan keuntungannya sehingga cenderung melepas greenback.
Kedua, perkiraan ekonomi di AS yang akan melambat memasuki kuartal III-2018. Pelaku pasar memperkirakan, ekonomi AS akan mencapai puncaknya pada kuartal II-2018. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1% pada kuartal lalu, sementara The Federal Reserve/The Fed meramal di angka 4,5%.
Namun, jajak pendapat kepada lebih dari 100 ekonom yang dilakukan Reuters menujukkan momentum laju perekonomian AS akan mulai pudar selepas kuartal II. Penyebabnya adalah suku bunga acuan yang terus naik sehingga mengerem pertumbuhan ekonomi.
The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan perkiraan awal yaitu tiga kali.
Selain itu, laju perekonomian Negeri Paman Sam juga akan terhambat akibat perang dagang. Biaya produksi di AS akan semakin mahal karena bahan baku dan barang modal impor dikenakan bea masuk. Ini akan mengancam pertumbuhan investasi. Sementara ekspor pun berpotensi terhambat karena beberapa negara mitra dagang utama AS sudah menerapkan kebijakan balas dendam dengan membebani bea masuk bagi barang-barang made in USA.
"Kami memperkirakan kuartal II adalah puncak pertumbuhan. Bukan awal dari laju pertumbuhan yang lebih cepat," tegas Michael Moran, Kepala Ekonom Daiwa Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ketiga, hasil kajian Dana Moneter Internasional (IMF) juga membebani greenback. Dalam laporan 2018 External Sector Report, IMF menyebutkan bahwa dolar AS sudah cenderung kemahalan alias overvalued. Oleh karena itu, potensi depresiasi cukup terbuka.
"Berdasarkan seluruh estimasi dan perkembangan, kami mengkaji rata-rata Real Effective Exchange Rate (REER) dolar AS pada 2017 sudah overvalued dalam kisaran 8-16% dibandingkan fundamental jangka menengahnya. Depresiasi akan menutup jarak ini," sebut laporan IMF.
Perkembangan-perkembangan tersebut menjadi penghalang langkah greenback hari ini. Rupiah pun berhasil memanfaatkannya dengan apresiasi, dan menjadi yang terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Apes! Rupiah Batal Cetak Rekor 9 Pekan Menguat Lawan Dolar AS
Most Popular