
Untung Rugi Reaktivasi Sertifikat Bank Indonesia
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
25 July 2018 10:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Bank Indonesia (BI) mereaktivasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) harus diakui dapat memperkuat amunisi bank sentral untuk melakukan langkah stabilisasi terhadap nilai tukar.
Meski demikian, kehadiran SBI bisa memberikan dampak terhadap pembiayaan pembangunan. Muncul kekhawatiran, reaktivasi SBI akan menyebabkan perebutan dana dengan obligasi pemerintah.
Kekhawatiran tersebut, pun terkonfirmasi pada hasil lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Selasa (24/7/2018). Dari target indikatif Rp 6 triliun, pemerintah hanya mampu menyerap Rp 4,8 triliun.
Jumlah tersebut, berbanding terbalik dengan lelang 10 Juli lalu yang berhasil meraup Rp 8 triliun, dua kali lipat dari target indikatir. Bahkan pada lelang kemarin, penawaran yang masuk relatif sepi yaitu Rp 9,88 triliun.
Sepinya lelang obligasi negara kemarin bertepatan dengan rampungnya lelang SBI, yang sejatinya dilakukan secara mendadak atau beberapa hari setelah diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur BI.
Dalam RDG, Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku telah mengkaji untuk mereaktivasi SBI sebagai salah satu upaya untuk menarik aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia.
Namun, selang beberapa hari setelahnya, BI ternyata langsung melelang SBI tenor 9 dan 12 bulan pada Senin (23/7/2018). Lelang tersebut, dilakukan satu hari sebelum lelang obligasi negara.
Bagaimana hasilnya?
BI berhasil menyerap sekitar Rp 5,975 triliun dari lelang lelang SBI 9 dan 12 bulan, degan total penawaran yang masuk mencapai Rp 14,24 triliun. Angka tersebut, jauh lebih tinggi dari serapan obligasi pemerintah kemarin.
Ada kemungkinan, sebagian dana investor sudah terlebih dahulu masuk ke instrumen bank sentral. Jika terus menerus terjadi seperti ini, bukan tidak mungkin pasar pemerintah akan terganggu.
Obligasi negara kerap kali digunakan untuk menambal defisit anggaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, subsidi, bantuan sosial, gaji pegawai, dan sebagainya.
SBI memang bisa menarik aliran modal jangka pendek, sehingga memperkokoh pondasi rupiah. Namun, kehadiran SBI juga bisa menjadi momok bagi pembiayaan pembangunan.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sejatinya tidak terlalu merisaukan hal ini. Begitupun dengan BI, yang mengklaim telah melakukan koordinasi sebelum melakukan lelang kemarin.
BI, pun membuka kemungkinan untuk kembali menerbitkan SBI pada bulan depan. Namun, bank sentral memastikan bahwa jadwal penerbitan tidak akan bentrok dengan penerbitan lelang obligasi negara.
"Dari sisi lelang, kami akan koordinasi dengan pemerintah supaya tidak berbenturan. SBI dan SBN itu profilnya beda, sehingga tidak rebutan," jelas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Nanang Hendarsah.
(dru) Next Article SBI 9 Bulan Diaktifkan, Bank Bakal Malas Salurkan Kredit?
Meski demikian, kehadiran SBI bisa memberikan dampak terhadap pembiayaan pembangunan. Muncul kekhawatiran, reaktivasi SBI akan menyebabkan perebutan dana dengan obligasi pemerintah.
Kekhawatiran tersebut, pun terkonfirmasi pada hasil lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Selasa (24/7/2018). Dari target indikatif Rp 6 triliun, pemerintah hanya mampu menyerap Rp 4,8 triliun.
Sepinya lelang obligasi negara kemarin bertepatan dengan rampungnya lelang SBI, yang sejatinya dilakukan secara mendadak atau beberapa hari setelah diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur BI.
Dalam RDG, Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku telah mengkaji untuk mereaktivasi SBI sebagai salah satu upaya untuk menarik aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia.
Namun, selang beberapa hari setelahnya, BI ternyata langsung melelang SBI tenor 9 dan 12 bulan pada Senin (23/7/2018). Lelang tersebut, dilakukan satu hari sebelum lelang obligasi negara.
Bagaimana hasilnya?
BI berhasil menyerap sekitar Rp 5,975 triliun dari lelang lelang SBI 9 dan 12 bulan, degan total penawaran yang masuk mencapai Rp 14,24 triliun. Angka tersebut, jauh lebih tinggi dari serapan obligasi pemerintah kemarin.
Ada kemungkinan, sebagian dana investor sudah terlebih dahulu masuk ke instrumen bank sentral. Jika terus menerus terjadi seperti ini, bukan tidak mungkin pasar pemerintah akan terganggu.
Obligasi negara kerap kali digunakan untuk menambal defisit anggaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, subsidi, bantuan sosial, gaji pegawai, dan sebagainya.
SBI memang bisa menarik aliran modal jangka pendek, sehingga memperkokoh pondasi rupiah. Namun, kehadiran SBI juga bisa menjadi momok bagi pembiayaan pembangunan.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sejatinya tidak terlalu merisaukan hal ini. Begitupun dengan BI, yang mengklaim telah melakukan koordinasi sebelum melakukan lelang kemarin.
BI, pun membuka kemungkinan untuk kembali menerbitkan SBI pada bulan depan. Namun, bank sentral memastikan bahwa jadwal penerbitan tidak akan bentrok dengan penerbitan lelang obligasi negara.
"Dari sisi lelang, kami akan koordinasi dengan pemerintah supaya tidak berbenturan. SBI dan SBN itu profilnya beda, sehingga tidak rebutan," jelas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Nanang Hendarsah.
(dru) Next Article SBI 9 Bulan Diaktifkan, Bank Bakal Malas Salurkan Kredit?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular