
Cerita Darmin Soal Awal Mula Perang Dagang AS-China
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
24 July 2018 19:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menceritakan bagaimana perang dagang bisa terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China serta beberapa negara lain.
Perang dagang inilah, yang dia sebut menjadi salah satu penyebab kondisi perekonomian global bergejolak termasuk di Indonesia.
Menurut Darmin, sebenarnya sikap pengetatan AS atas ekonominya telah terlihat sebelum Donald Trump terpilih menjadi Presiden. Tepatnya ketika Federal Reserve Bank, bank sentral AS, mulai melakukan peningkatan suku bunga acuan. Ketika Trump mulai menjabat, hal itu semakin terlihat.
"Salah satu kebijakan utama Trump adalah bagaimana caranya menaikkan harga, dan menaikkan pertumbuhan supaya tingkat pengangguran turun. Kenapa tingkat bunganya dinaikkan? Dia perlu inflasi yang lebih tinggi. Terbalik-balik kan dengan negara lain yang malah sibuk menurunkan harga-harga," jelas Darmin di Pusdiklat Kementerian Luar Negeri, Selasa (24/7/2018).
Trump juga mengenakan bea masuk bagi impor baja dan alumunium sebesar masing-masing 25% dan 10% demi melindungi industri dalam negeri. Trump menegaskan kebijakan ini akan diumumkan pekan depan.
Pasar mencemaskan hal ini akan menyebabkan biaya impor bahan baku menjadi mahal sehingga membebani kinerja korporasi. Selain itu, pasar juga khawatir langkah ini akan memicu perang dagang karena bukan tidak mungkin negara-negara lain seperti China, Kanada, dan Uni Eropa menerapkan kebijakan serupa.
Mundur ke belakang, pengetatan perekonomian di AS merupakan kelanjutan dari bagaimana sebelumnya Negeri Paman Sam harus melonggarkan perekonomiannya. Pelonggaran itu dilakukan saat terjadi krisis pada sekitar tahun 2007 yang bermula dari krisis kredit perumahan.
"Yang menarik adalah bagaimana AS menempuh kebijakan yang negara lain tak bisa lakukan, dia kemudian bersama bank sentralnya membeli semua kredit yang macet, apapun dibeli sama mereka dan dia menyalurkan uang secara besar-besaran ke dalam ekonominya dengan bunga yang sangat kecil," jelas Darmin.
Setelah perekonomian AS kembali pulih, Darmin mengatakan sekaranglah AS melakukan pengetatan yang akhirnya berdampak pada berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
(dru) Next Article Dolar AS di Atas Rp 14.000, Menko Darmin: Jangan Risau
Perang dagang inilah, yang dia sebut menjadi salah satu penyebab kondisi perekonomian global bergejolak termasuk di Indonesia.
Menurut Darmin, sebenarnya sikap pengetatan AS atas ekonominya telah terlihat sebelum Donald Trump terpilih menjadi Presiden. Tepatnya ketika Federal Reserve Bank, bank sentral AS, mulai melakukan peningkatan suku bunga acuan. Ketika Trump mulai menjabat, hal itu semakin terlihat.
Trump juga mengenakan bea masuk bagi impor baja dan alumunium sebesar masing-masing 25% dan 10% demi melindungi industri dalam negeri. Trump menegaskan kebijakan ini akan diumumkan pekan depan.
Pasar mencemaskan hal ini akan menyebabkan biaya impor bahan baku menjadi mahal sehingga membebani kinerja korporasi. Selain itu, pasar juga khawatir langkah ini akan memicu perang dagang karena bukan tidak mungkin negara-negara lain seperti China, Kanada, dan Uni Eropa menerapkan kebijakan serupa.
Mundur ke belakang, pengetatan perekonomian di AS merupakan kelanjutan dari bagaimana sebelumnya Negeri Paman Sam harus melonggarkan perekonomiannya. Pelonggaran itu dilakukan saat terjadi krisis pada sekitar tahun 2007 yang bermula dari krisis kredit perumahan.
"Yang menarik adalah bagaimana AS menempuh kebijakan yang negara lain tak bisa lakukan, dia kemudian bersama bank sentralnya membeli semua kredit yang macet, apapun dibeli sama mereka dan dia menyalurkan uang secara besar-besaran ke dalam ekonominya dengan bunga yang sangat kecil," jelas Darmin.
Setelah perekonomian AS kembali pulih, Darmin mengatakan sekaranglah AS melakukan pengetatan yang akhirnya berdampak pada berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
(dru) Next Article Dolar AS di Atas Rp 14.000, Menko Darmin: Jangan Risau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular