CAD Sudah 3%, Darmin: Ini Sudah Lampu Kuning
22 August 2018 09:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang sudah mencapai 3% dari PDB merupakan lampu kuning bagi pemerintah dan Bank Indonesia.
"Tadinya, akhir tahun lalu defisit transaksi berjalan kita rendah, kalau tidak salah cuma 2,2% dari PDB. Tiba-tiba sekarang dia melejit di atas 2,5%. Dan memang kalau dia sudah 3% atau lebih, itu [pemerintah] selalu sudah harus mulai menganggap itu lampu kuning, kalau sudah 3%," ujar Darmin usai shalat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Pancoran, Rabu (22/8/2018).
"Kita juga tadinya nggak besar sampai tahun lalu. Tahu-tahu awal tahun ini dia membesar. Nah, itu yang kemudian membuat kita harus melakukan beberapa persiapan dan perubahan supaya kemudian itu tidak menggangu kita," jelasnya.
Darmin pun kemudian menjabarkan beberapa langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan ke tingkat yang tidak mengkhawatirkan, di antaranya perluasan penerapan bauran minyak sawit (biofuel) dalam bahan bakar solar sebanyak 20% (B20).
Selain itu, kebijakan di bidang pertambangan dan energi seperti penambahan kuota produksi batu bara mencapai 100 juta ton untuk mendorong ekspor di tengah harga batu bara global yang sedang tinggi serta menghidupkan kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk mengurangi impor petrokimia RI.
"Nah, jadi dengan itu ditambah dengan kebijakan di bidang pariwisata, industri, pertanian, dan pertambangan, rasanya dalam beberapa bulan ke depan kita bisa membuat transaksi berjalan kita defisitnya tidak terlalu berat. Kira-kira begitu," tutur mantan Gubernur BI tersebut.
Kendati demikian, Darmin mengingatkan bahwa defisit transaksi berjalan bukan suatu hal yang bisa serta-merta dibetulkan atau diobati secara instan. Alasannya, perekonomian dunia saat ini sedang dipenuhi ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan reaktif AS.
"Susah sebenarnya kita tahu [bisa berkurang berapa persen]. Nggak tahu, sampai akhir tahun ini kita bisa sampai berapa juga masih coba [dikalkulasi] karena dia bergerak terus. Walaupun kalau kita lihat negara-negara emerging seperti India, Turki, Brasil, Afrika Selatan bahkan Rusia, tapi di luar China, itu mereka CAD-nya semua besar," tambahnya.
"Jadi ya ini adalah dunia yang sedang bergolak. Kata orang, setiap awal abad itu mesti banyak kejadian. Kalau abad yang lalu Perang Dunia, abad ini nggak tahu kita," pungkasnya.
(hps/hps)
"Tadinya, akhir tahun lalu defisit transaksi berjalan kita rendah, kalau tidak salah cuma 2,2% dari PDB. Tiba-tiba sekarang dia melejit di atas 2,5%. Dan memang kalau dia sudah 3% atau lebih, itu [pemerintah] selalu sudah harus mulai menganggap itu lampu kuning, kalau sudah 3%," ujar Darmin usai shalat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Pancoran, Rabu (22/8/2018).
Hal tersebut disampaikan Darmin merespons defisit transaksi berjalan selama kuartal II-2018 tercatat sebesar US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB.
Darmin menjelaskan bahwa sejak era Orde Baru, transaksi berjalan RI memang selalu mengalami defisit, meskipun besaran tidak besar."Kita juga tadinya nggak besar sampai tahun lalu. Tahu-tahu awal tahun ini dia membesar. Nah, itu yang kemudian membuat kita harus melakukan beberapa persiapan dan perubahan supaya kemudian itu tidak menggangu kita," jelasnya.
Darmin pun kemudian menjabarkan beberapa langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan ke tingkat yang tidak mengkhawatirkan, di antaranya perluasan penerapan bauran minyak sawit (biofuel) dalam bahan bakar solar sebanyak 20% (B20).
Selain itu, kebijakan di bidang pertambangan dan energi seperti penambahan kuota produksi batu bara mencapai 100 juta ton untuk mendorong ekspor di tengah harga batu bara global yang sedang tinggi serta menghidupkan kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk mengurangi impor petrokimia RI.
"Nah, jadi dengan itu ditambah dengan kebijakan di bidang pariwisata, industri, pertanian, dan pertambangan, rasanya dalam beberapa bulan ke depan kita bisa membuat transaksi berjalan kita defisitnya tidak terlalu berat. Kira-kira begitu," tutur mantan Gubernur BI tersebut.
Kendati demikian, Darmin mengingatkan bahwa defisit transaksi berjalan bukan suatu hal yang bisa serta-merta dibetulkan atau diobati secara instan. Alasannya, perekonomian dunia saat ini sedang dipenuhi ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan reaktif AS.
"Susah sebenarnya kita tahu [bisa berkurang berapa persen]. Nggak tahu, sampai akhir tahun ini kita bisa sampai berapa juga masih coba [dikalkulasi] karena dia bergerak terus. Walaupun kalau kita lihat negara-negara emerging seperti India, Turki, Brasil, Afrika Selatan bahkan Rusia, tapi di luar China, itu mereka CAD-nya semua besar," tambahnya.
"Jadi ya ini adalah dunia yang sedang bergolak. Kata orang, setiap awal abad itu mesti banyak kejadian. Kalau abad yang lalu Perang Dunia, abad ini nggak tahu kita," pungkasnya.
Artikel Selanjutnya
Menko Darmin: Bunga Acuan BI Memang Harus Naik Lagi
(hps/hps)