Reli Berlanjut, Harga Batu Bara Hampir Sentuh US$120/ton

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
19 July 2018 12:05
Reli harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan masih tidak terbendung, dengan diperdagangkan menguat 0,76% ke US$119,60/ton pada perdagangan hari Rabu.
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaReli harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan masih tidak terbendung, dengan diperdagangkan menguat 0,76% ke US$119,60/ton pada perdagangan hari Rabu (18/07/2018). Dengan penguatan tersebut, harga si batu hitam sudah menguat tiga hari berturut-turut.

Harga batu bara pun masih betah di rekor tertinggi dalam 6,5 tahun, atau sejak awal tahun 2012. Setelah sempat tertekan di awal tahun ini, pergerakan harga batu bara berbalik arah memasuki bulan Mei 2018.

Penyebab utamanya menguatnya adalah permintaan batu bara China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.
Reli Berlanjut, Batu Bara Tipis di Bawah US$120/tonFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung


Tidak hanya meningkatkan intensitas penggunaan pendingin ruangan, cuaca panas juga mengeringkan sumber air di Negeri Panda, sehingga memukul produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Padahal PLTA merupakan sumber utama dari energi baru dan terbarukan di China.

Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Konsumsi batu bara, khususnya untuk pembangkitan listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya.

Bahkan, saking tingginya permintaan energi listrik saat ini, beberapa kota besar China seperti Wuhan dan Hefei melaporkan bahwa mereka mengalami kelebihan beban pada pembangkit listriknya, dan mengindikasikan akan mulai membatasi produksi listriknya.

Beban puncak pembangkit listrik pada musim panas ini diestimasikan mencapai 79 Giga Watt (GW), naik sekitar 4 GW dari beban puncak di tahun lalu, menurut Shandong Economic and Information Commission pada situs resminya, seperti dilansir dari Reuters.

Untuk memastikan pembangkit listrik mereka tetap mememuhi permintaan yang meroket tersebut, akhirnya Negeri Panda membuka keran impor nya lebar-lebar. Tercatat, impor batu bara negeri berpenduduk terbanyak di dunia ini meningkat 18% ke 25,47 juta ton secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan Juni 2018, berdasarkan data bea cukai China, dilansir dari Reuters.

Tidak hanya dari Negeri Panda, permintaan batu bara yang kuat juga terjadi di sejumlah negara Asia. Dari India, permintaan batu bara naik 7,5% ke 900 juta ton di sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YTD) hingga bulan Maret 2018, ujar Menteri Batu Bara Piyush Goyal pada hari Rabu (18/07/2018), seperti dikutip dari Reuters.

Batu bara nampaknya masih akan menjadi sumber energi utama di India untuk tiga dekade ke depan, meski Negeri Bollywood sudah mendorong pembangkitan listrik dari sumber energi baru dan terbarukan.

Impor batu bara India bahkan diekspektasikan meningkat di tahun ini, setelah dua tahun berturut-turut sebelumnya mengalami penurunan. Sebagai informasi, impor batu bara termal India sudah meningkat 15% YoY pada kuartal I-2018.

Dari Asia Timur, Jepang mengimpor 77,4 juta ton pada periode Januari-Mei 2018, naik 2,4 juta ton dari periode yang sama tahun lalu, mengutip data yang dihimpun oleh Reuters. Sedangkan, Korea Selatan mengimpor 51,7 juta ton, atau naik tipis 500.000 ton secara tahunan, di periode yang sama.


(RHG/hps) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular