Reli Harga Batu Bara Berlanjut, Tembus US$ 113/ton

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
05 June 2018 10:30
Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 2,03% ke US$113,30/ton pada perdagangan hari Senin (05/06/2018).
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 2,03% ke US$113,30/ton pada perdagangan hari Senin (05/06/2018), masih didorong oleh kuatnya permintaan komoditas ini untuk sumber energi pembangkit listrik di negara-negara konsumen.

Dengan capaian tersebut, harga batu bara melanjutkan momentum penguatan sebesar 5,31% di sepanjang pekan lalu, dan mampu mencetak rekor tertinggi sejak awal November 2016.
Reli Harga Batu Bara Belanjut, Tembus US$113/tonFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung

Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 25 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 16 hari penggunaan, atau setara dengan 12,41 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari 2018 lalu.

Stok yang semakin menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) yang lebih panas dari biasanya di dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.

"Konsumsi batu bara harian dari 6 pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters, pada hari Selasa (22/5/2018).

Selain itu, pasokan batu bara Negeri Panda di bulan Juni ini juga diperkirakan masih ketat, seiring operasi sejumlah pertambangan batu bara di China ditutup sementara sejak awal Mei 2018, akibat berlangsungnya pengecekan aspek keamanan dan lingkungan hidup.

Dari data ekonomi, sentimen positif juga datang dari aktivitas pabrik di China yang tumbuh melebihi ekspektasi pada Mei 2018. Data resmi indeks sektor manufaktur yang ditunjukkan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di level 51,9, tertinggi sejak Oktober 2017.

Nilai itu juga mampu mengungguli konsensus yang dihimpun oleh Reuters, yang mengestimasikan PMI manufaktur China pada Mei turun ke 51,3 dari bulan April yang mencapai 51,4.


Data ini lantas memberikan sentimen masih menggeliatnya industri pengolahan di Negeri Tirai Bambu, yang berarti permintaan batu bara sebagai sumber energi utama di Asia masih dalam tren positif.

Tidak hanya di China, permintaan sang batu hitam di India juga sedang bertumbuh pesat, menyusul pemulihan ekonomi domestik. Di sisi lain, pasokan batu bara domestik juga terbatas karena terjadi hambatan secara logistik.

Sebagai informasi, impor batu bara termal di Negeri Bollywood telah meningkat lebih dari 15% secara YoY pada kuartal I-2018.

Meski demikian, ada dua sentimen negatif yang berpeluang meredam kenaikan harga batu bara. Pertama, stok batu bara per 1 Juni 2018 di 6 pembangkit listrik utama China naik 1,3% ke 12,56 juta ton, atau 17 hari konsumsi, mengutip data dari China Coal Resource.

Kenaikan ini nampaknya merupakan andil dari pemerintah China untuk untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan. Pada dua pekan lalu, lembaga perencanaan China telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.

Kedua, perkembangan proses negosiasi perdagangan AS-China yang nampaknya tidak cukup memuaskan. Pertemuan antara Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross di Beijing yang selesai pada hari Minggu (04/06/2018) belum menelurkan hasil yang signifikan.

Seusai pertemuan tersebut, Negeri Tirai Bambu malah memperingatkan AS bahwa kesepakatan perdagangan dan bisnis yang telah dicapai antara kedua negara sejauh ini, dapat menjadi tidak berlaku, apabila Washington tetap mengimplementasikan tarif dan biaya perdagangan lainnya, seperti dikutip dari Reuters.

Frase "kesepakatan perdagangan dan bisnis" yang disinggung oleh pemerintah China tersebut nampaknya mengacu pada konsensus yang dicapai kedua negara pada bulan lalu di AS, di mana China setuju untuk meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS secara signifikan. 


TIM RISET CNBC INDONESIA

(hps) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular