
Prajogo Pangestu Bawa Barito dari Bisnis Kayu Hingga Setrum
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
18 July 2018 15:40

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan Prajogo Pangestu dua hal yang tak bisa dipisahkan. Keduanya seolah identik, bicara soal Barito Pacific pasti bicara soal Prajogo, sebaliknya bicara soal Prajogo pasti bicara soal bisnisnya di Barito Pacific.
Barito Pacific merupakan perusahaan yang didirikan Prajogo pada 14 April 1979 saat ini menjadi induk usaha penghasil produk-produk petrokimia terbesar di Indonesia melalui anak usahanya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan kepemilikan 46,26%.
Sementara Prajogo Pangestu menguasai 77% saham BRPT termasuk 77%. Saat ini, produk Chandra Asri diserap pasar dalam negeri bahkan kapasitas mampu diperkuat mengingat 50% kebutuhan produk petrokimia Indonesia didapat melalui impor.
Barito Pacific memulai bisnis dengan nama PT Bumi Raya Pura Mas Kalimantan memfokuskan kegiatan usahanya di bidang kehutanan dan perkayuan. Barito sempat berhasil membangun reputasinya sebagai pelopor kehutanan ramah lingkungan di Asia. Perseroan pun berhasil mendapatkan pengakuan di industri kehutanan dan perkayuan dalam negeri.
Barito Pacific menjadi Perseroan terbuka di tahun 1993 melalui pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya yang saat ini menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Perubahan status ini diikuti dengan perubahan nama Perseroan menjadi PT Barito Pacific Timber Tbk pada tahun 1996.
Perusahaan ini sempat tenggelam dihantam badai krisis pada 1997/1998. Lalu pada perusahaan mulai melakukan diversifikasi usaha pada tahun 2007 dan mengubah nama menjadi PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Di tahun yang sama, perseroan mengakuisi Chandra Asri.
Hal tersebut sejalan dengan keputusan perseroan untuk menghentikan produksi produk plywood sebagai bagian dari dari strategi usaha kedepannya.
Selanjutnya, usaha petrokimia perseroan semakin besar dengan mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk sebagai produsesn polypropylene terkemuka di Indonesia dan menggabungkannya dengan TPIA dan menjadikannya produsen petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia.
Saat ini, perseroan lebih lanjut mendeklarasikan untuk melakukan diversifikasi usaha ke bisnis energi. Dimulai dengan mengakuisisi Star Energy Group Holding Pte Ltd pada tahun ini yang memiliki usaha pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLPP) dengan kepemilikan saham sebesar 66,67%.
Pada saat itu, Star Energy juga baru saja mengakuisisi dua proyek panas bumi milik Chevron Indonesia. Sehingga, menjadikan perusahaan tersebut sebagai penghasil energi panas bumi terbesar di Indonesia dan ketiga di dunia.
Akuisisi yang dilakukan BRPT tidak setengah langkah, pihaknya melakukan akuisisi Star Energy dengan nilai transaksi sebesar Rp 7,4 triliun. Dana tersebut berasal dari hasil transaksi penerbitan saham baru (rights issue) perseroan dengan dana yang didapat sebesar Rp 8,9 triliun.
Kontribusi pendapatan Star Energy kepada perseroan diperkirakan mencapai 50% seimbang dengan kontribusi pendapatan yang diterima oleh BRTP melalui PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Menjadikan perseroan sebagai produsen produk petrokimia dan juga penghasil energi panas bumi terbesar di Indonesia.
Usaha pengembangan energi juga terus berlanjut, perseroan terus mengembangkan usaha energinya hingga 2023 mendatang. Salah satunya dengan membuat usaha patungan (joint venture/JV) bersama anak usaha PT Indonesia Power, yakni PT Putra Indo Tenaga melalui proyek pembangkit listrik batu bara Jawa 9 dan 10 Suralaya (Cilegon Banten).
Nilai total proyek tersebut mencapai US$ 3,1 miliar. Saat ini pengerjaan proyek sedang dalam tahap finalisasi pendanaan yang diperkirakan rampung pada kuartal-I 2019 mendatang.
(hps) Next Article Update: Barito Pacific Bagi Dividen Rp 22-Rp 25/saham
Barito Pacific merupakan perusahaan yang didirikan Prajogo pada 14 April 1979 saat ini menjadi induk usaha penghasil produk-produk petrokimia terbesar di Indonesia melalui anak usahanya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan kepemilikan 46,26%.
Sementara Prajogo Pangestu menguasai 77% saham BRPT termasuk 77%. Saat ini, produk Chandra Asri diserap pasar dalam negeri bahkan kapasitas mampu diperkuat mengingat 50% kebutuhan produk petrokimia Indonesia didapat melalui impor.
Barito Pacific menjadi Perseroan terbuka di tahun 1993 melalui pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya yang saat ini menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Perubahan status ini diikuti dengan perubahan nama Perseroan menjadi PT Barito Pacific Timber Tbk pada tahun 1996.
Perusahaan ini sempat tenggelam dihantam badai krisis pada 1997/1998. Lalu pada perusahaan mulai melakukan diversifikasi usaha pada tahun 2007 dan mengubah nama menjadi PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Di tahun yang sama, perseroan mengakuisi Chandra Asri.
Hal tersebut sejalan dengan keputusan perseroan untuk menghentikan produksi produk plywood sebagai bagian dari dari strategi usaha kedepannya.
Selanjutnya, usaha petrokimia perseroan semakin besar dengan mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk sebagai produsesn polypropylene terkemuka di Indonesia dan menggabungkannya dengan TPIA dan menjadikannya produsen petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia.
Saat ini, perseroan lebih lanjut mendeklarasikan untuk melakukan diversifikasi usaha ke bisnis energi. Dimulai dengan mengakuisisi Star Energy Group Holding Pte Ltd pada tahun ini yang memiliki usaha pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLPP) dengan kepemilikan saham sebesar 66,67%.
Pada saat itu, Star Energy juga baru saja mengakuisisi dua proyek panas bumi milik Chevron Indonesia. Sehingga, menjadikan perusahaan tersebut sebagai penghasil energi panas bumi terbesar di Indonesia dan ketiga di dunia.
Akuisisi yang dilakukan BRPT tidak setengah langkah, pihaknya melakukan akuisisi Star Energy dengan nilai transaksi sebesar Rp 7,4 triliun. Dana tersebut berasal dari hasil transaksi penerbitan saham baru (rights issue) perseroan dengan dana yang didapat sebesar Rp 8,9 triliun.
Kontribusi pendapatan Star Energy kepada perseroan diperkirakan mencapai 50% seimbang dengan kontribusi pendapatan yang diterima oleh BRTP melalui PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Menjadikan perseroan sebagai produsen produk petrokimia dan juga penghasil energi panas bumi terbesar di Indonesia.
Usaha pengembangan energi juga terus berlanjut, perseroan terus mengembangkan usaha energinya hingga 2023 mendatang. Salah satunya dengan membuat usaha patungan (joint venture/JV) bersama anak usaha PT Indonesia Power, yakni PT Putra Indo Tenaga melalui proyek pembangkit listrik batu bara Jawa 9 dan 10 Suralaya (Cilegon Banten).
Nilai total proyek tersebut mencapai US$ 3,1 miliar. Saat ini pengerjaan proyek sedang dalam tahap finalisasi pendanaan yang diperkirakan rampung pada kuartal-I 2019 mendatang.
(hps) Next Article Update: Barito Pacific Bagi Dividen Rp 22-Rp 25/saham
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular