
Harga Batu Bara Belum Berhenti Cetak Rekor
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
17 July 2018 13:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Reli harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan masih belum berhenti, dengan diperdagangkan menguat 0,47% ke US$118,25/ton pada perdagangan hari Senin (16/07/2018). Harga si batu hitam pun masih betah di rekor tertinggi dalam 6,5 tahun, atau sejak awal Februari 2012.
Harga batu bara sejatinya masih berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan batu bara China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.
Tidak hanya meningkatkan intensitas penggunaan pendingin ruangan, cuaca panas juga mengeringkan sumber air di Negeri Panda, sehingga memukul produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Padahal PLTA merupakan sumber utama dari energi baru dan terbarukan di China.
Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Konsumsi batu bara, khususnya untuk pembangkitan listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya.
Bahkan, saking tingginya permintaan energi listrik saat ini, beberapa kota besar China seperti Wuhan dan Hefei melaporkan bahwa mereka mengalami kelebihan beban pada pembangkit listriknya, dan mengindikasikan akan mulai membatasi produksi listriknya.
Beban puncak pembangkit listrik pada musim panas ini diestimasikan mencapai 79 Giga Watt (GW), naik sekitar 4 GW dari beban puncak di tahun lalu, menurut Shandong Economic and Information Commission pada situs resminya, seperti dilansir dari Reuters.
Untuk memastikan pembangkit listrik mereka tetap mememuhi permintaan yang meroket tersebut, akhirnya Negeri Panda membuka keran impor nya lebar-lebar. Tercatat, impor batu bara negeri berpenduduk terbanyak di dunia ini meningkat 18% ke 25,47 juta ton secara tahunan (year-on-year) pada bulan Juni 2018, berdasarkan data bea cukai China pada hari ini.
Impor bulan lalu juga meningkat 3,14 juta ton dari bulan dari capaian bulan Mei 2018.
Sementara itu, disrupsi pasokan dari Afrika Selatan juga membantu mengangkat harga batu bara Newcastle. Tuan rumah Piala Dunia 2010 tersebut sedang mengalami hambatan infrastruktur utamanya pada sistem rel kereta pengiriman.
Selain itu, pasokan batu bara di Afrika Selatan kini sedang difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi fasilitas pembangkit listrik, sehingga berdampak pada menurunnya volume ekspor batu bara dari Cape Town. Akhirnya, untuk memenuhi permintaannya, konsumen batu bara di Asia beralih ke batu bara asal Australia.
"Pasokan sedang ketat di luar Australia. Apa yang juga terjadi adalah ekspor dari Afrika Selatan menurun. Hal itu membuka kesempatan bagi lebih banyak batu bara asal Australia masuk ke Asia," ujar Shane Stephan, Managing Director di New Hope, produsen batu bara independen terbesar ketiga di Australia, seperti dikutip dari Reuters.
Kuatnya pengiriman batu bara dari Australia juga dikonfirmasi oleh ekspektasi pendapatan yang kuat dari Whitehaven Coal, perusahaan batu bara besar lainnya dari Negeri Kanguru. CEO Whitehaven Coal, Paul Flynn, menyampaikan bahwa perusahaannya siap mencetak "serangkaian rekor" saat menyampaikan laporan keuangan untuk tahun fiskal 2018 pekan depan.
Keyakinan Flynn berkaca pada harga batu bara yang memang sedang meroket, ditambah penjualan batu bara Whitehaven selama setahun penuh yang meningkat 7% secara tahunan (year-on-year/YoY), ke 22,1 juta ton. Dalam laporan penjualannya tersebut, Whitehaven Coal juga menyampaikan proyeksi permintaan batu bara yang positif ke depannya.
"Permintaan global untuk batu bara termal pada semester I-2018 akan terus tumbuh, dan mengikuti pertumbuhan YoY sebesar 2% di 2017. Minat akan batu bara berkualitas tinggi di wilayah Asia terus berkembang, dengan China dan India memimpin permintaan,"tulis Whitahaven Coal di laporan penjualannya.
"... China telah mengejutkan banyak pengamat dengan permintaan energi yang meningkat 8,5% YoY pada 5 bulan pertama tahun ini. Pembangkit listrik tenaga batu bara berekspansi 6% YoY di periode yang sama, didorong oleh musim dingin yang lebih dingin dari perkiraan, diikuti oleh musim panas yang lebih awal, dan permintaan industri," tambah Whitehaven Coal.
(RHG/gus) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton
Harga batu bara sejatinya masih berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan batu bara China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.
![]() |
Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Konsumsi batu bara, khususnya untuk pembangkitan listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya.
Bahkan, saking tingginya permintaan energi listrik saat ini, beberapa kota besar China seperti Wuhan dan Hefei melaporkan bahwa mereka mengalami kelebihan beban pada pembangkit listriknya, dan mengindikasikan akan mulai membatasi produksi listriknya.
Beban puncak pembangkit listrik pada musim panas ini diestimasikan mencapai 79 Giga Watt (GW), naik sekitar 4 GW dari beban puncak di tahun lalu, menurut Shandong Economic and Information Commission pada situs resminya, seperti dilansir dari Reuters.
Untuk memastikan pembangkit listrik mereka tetap mememuhi permintaan yang meroket tersebut, akhirnya Negeri Panda membuka keran impor nya lebar-lebar. Tercatat, impor batu bara negeri berpenduduk terbanyak di dunia ini meningkat 18% ke 25,47 juta ton secara tahunan (year-on-year) pada bulan Juni 2018, berdasarkan data bea cukai China pada hari ini.
Impor bulan lalu juga meningkat 3,14 juta ton dari bulan dari capaian bulan Mei 2018.
Sementara itu, disrupsi pasokan dari Afrika Selatan juga membantu mengangkat harga batu bara Newcastle. Tuan rumah Piala Dunia 2010 tersebut sedang mengalami hambatan infrastruktur utamanya pada sistem rel kereta pengiriman.
Selain itu, pasokan batu bara di Afrika Selatan kini sedang difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi fasilitas pembangkit listrik, sehingga berdampak pada menurunnya volume ekspor batu bara dari Cape Town. Akhirnya, untuk memenuhi permintaannya, konsumen batu bara di Asia beralih ke batu bara asal Australia.
"Pasokan sedang ketat di luar Australia. Apa yang juga terjadi adalah ekspor dari Afrika Selatan menurun. Hal itu membuka kesempatan bagi lebih banyak batu bara asal Australia masuk ke Asia," ujar Shane Stephan, Managing Director di New Hope, produsen batu bara independen terbesar ketiga di Australia, seperti dikutip dari Reuters.
Kuatnya pengiriman batu bara dari Australia juga dikonfirmasi oleh ekspektasi pendapatan yang kuat dari Whitehaven Coal, perusahaan batu bara besar lainnya dari Negeri Kanguru. CEO Whitehaven Coal, Paul Flynn, menyampaikan bahwa perusahaannya siap mencetak "serangkaian rekor" saat menyampaikan laporan keuangan untuk tahun fiskal 2018 pekan depan.
Keyakinan Flynn berkaca pada harga batu bara yang memang sedang meroket, ditambah penjualan batu bara Whitehaven selama setahun penuh yang meningkat 7% secara tahunan (year-on-year/YoY), ke 22,1 juta ton. Dalam laporan penjualannya tersebut, Whitehaven Coal juga menyampaikan proyeksi permintaan batu bara yang positif ke depannya.
"Permintaan global untuk batu bara termal pada semester I-2018 akan terus tumbuh, dan mengikuti pertumbuhan YoY sebesar 2% di 2017. Minat akan batu bara berkualitas tinggi di wilayah Asia terus berkembang, dengan China dan India memimpin permintaan,"tulis Whitahaven Coal di laporan penjualannya.
"... China telah mengejutkan banyak pengamat dengan permintaan energi yang meningkat 8,5% YoY pada 5 bulan pertama tahun ini. Pembangkit listrik tenaga batu bara berekspansi 6% YoY di periode yang sama, didorong oleh musim dingin yang lebih dingin dari perkiraan, diikuti oleh musim panas yang lebih awal, dan permintaan industri," tambah Whitehaven Coal.
(RHG/gus) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular