Perhatikan 5 Sentimen Penggerak Pasar di Pekan Sibuk Juli

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 July 2018 16:11
Perhatikan 5 Sentimen Penggerak Pasar di Pekan Sibuk Juli
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham akan menghadapi pekan depan yang bakal menjadi salah satu minggu tersibuk karena banjir sentimen dari dalam dan luar negeri yang dominan menggerakkan arah pasar.

Di tengah kondisi wait and see (menunggu dan mencermati) perkembangan dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan China resmi saling bertukar peluru dalam perang dagang terbesar abad ini, beberapa tokoh akan menyatakan sikap terkait perkembangan buruk ini.

Sentimen pertama terkait perang dagang bakal muncul pada Senin, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memberikan pernyataan resmi merespons rencana AS mengenakan tarif terhadap beberapa produk Indonesia.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyebutkan ada 124 produk yang selama ini mendapat perlakuan khusus dari AS, termasuk di antaranya produk-produk kayu, kapas, dan perikanan. Tekstil dan produk tekstil sempat disebut-sebut termasuk di dalamnya.

Dari Eropa Barat, Gubernur European Central Bank (ECB) Mario Draghi akan memberikan pernyataan terkait kebijakan moneter Kawasan Uni Eropa. Tidak menutup kemungkinan efek perang dagang terhadap perekonomian kawasan tersebut juga akan disinggung.



Saham-saham manufaktur nasional dengan pasar utama AS kemungkinan masih tertekan sepanjang pekan depan karena pelaku pasar memilih mengurangi portofolionya terlebih dahulu di tengah belum pastinya nasib produk ekspor Indonesia ke AS.
Sentimen kedua adalah pemulihan konsumsi masyarakat. Pada Senin, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan laporan survei konsumen pada Juni (tentang indeks keyakinan konsumen bulan ini), yang diperkirakan menguat 125,5 dibandingkan dengan posisi Mei pada 125,1.

Menyusul pada Rabu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) akan mengumumkan data penjualan motor nasional yang diikuti rilis data penjualan mobil pada Jumat.

Pelaku pasar perlu mencermati data-data tersebut karena saling terkait satu sama lain. Semestinya, keyakinan konsumen sedikit menguat mengingat pemerintah membayarkan gaji ke-13 untuk pegawai negeri sipil (PNS), pensiunan, dan tentara.

Keyakinan indeks konsumen yang diikuti pertumbuhan penjualan mobil dan motor di negara yang transportasi umumnya masih jauh dari kata sempurna ini mengindikasikan pulihnya tingkat konsumsi masyarakat.

Pada tahun lalu, pertumbuhan konsumsi masyarakat — yang menyumbang nyaris 60% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia — terhitung tumbuh dengan laju lebih lambat atau di bawah 5%.

Kenaikan aktivitas konsumsi akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham defensif di sektor konsumer, dan juga saham sektor lain yang rentan dipengaruhi daya beli seperti properti dan otomotif.
China perlu diperhatikan, karena bakal memberikan sentimen ketiga yang memengaruhi bursa nasional. Pada Jumat, Negeri Tirai Bambu ini akan mengumumkan neraca perdagangan per Juni.

Pasar memperkirakan pertumbuhan ekspor China akan melambat menjadi 10,2%, dari sebelumnya 12,6%, sedangkan impor menjadi 22% dari sebelumnya 26%. Jika proyeksi perdagangan tersebut terbukti benar, maka tak menutup kemungkinan pasar bereaksi negatif.

Perlambatan berpeluang terjadi lebih lanjut mengingat Negeri Panda ini sekarang menghadapi perang dagang oleh mitra dagang utamanya, yakni AS. Selama 2017 saja, ekspor China ke Negeri Paman Sam mencapai 19% dari nilai ekspornya, atau tertinggi dibandingkan ke negara lain.

Presiden AS Trump resmi mengenakan berbagai tarif impor terhadap komoditas China senilai US$34 miliar. Merespons itu, China pun mengenakan tarif impor bagi 128 produk AS dengan total nilai US$34 miliar.  

Selama ini, negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia ini merupakan negara tujuan ekspor utama di Kawasan Asia, dan secara bersamaan menjadi sumber aliran investasi asing di sektor riil negara-negara di Kawasan tersebut. Sentimen keempat berasal dari AS, dengan rilis laporan kebijakan moneter dari The Fed pada Jumat yang diekspektasikan memberikan sinyal lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter negara dengan perekonomian terbesar dunia tersebut.

Terutama, jika inflasi Juni AS (yang diumumkan pada Kamis) berujung pada kenaikan. Secara tahunan, inflasi AS diprediksi naik tipis ke 2,9% dari posisi sebulan sebelumnya 2,8%.

Jika sinyal yang muncul cenderung hawkish sebagaimana sikap Trump yang berujung pada pengetatan moneter, maka pasar nasional akan sedikit tertekan menyusul aksi jual saham-saham sektor keuangan yang dalam jangka menengah rentan akan risiko kenaikan suku bunga.

Sejauh ini, BI memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunganya sebanyak empat kali tahun ini, sehingga bank sentral Indonesia tersebut menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan lalu menjadi 5,25%.

Kenaikan Fed Rate lebih dari perkiraan akan berujung pada kenaikan tambahan suku bunga acuan nasional yang bakal memperberat kinerja sektor keuangan dalam jangka menengah dan juga emiten yang bergantung pada bahan baku impor seperti farmasi. Sentimen kelima terkait dengan fundamental perekonomian, di mana Inggris akan mengumumkan beberapa data penting seputar ekonominya pada Selasa, mulai dari produksi manufaktur, output konstruksi, dan produksi industri.

Inggris, bersaing dengan Jerman, merupakan salah satu ekonomi utama di Kawasan tersebut. Data yang positif akan mendorong pasar di bursa Eropa, yang berpeluang turut membantu penguatan bursa di Kawasan Asia juga.


Dari dalam negeri, BI akan mengumumkan laporan survei kegiatan dunia usaha dan survei penjualan ritel pada Rabu dan Kamis. Kedua survei ini bakal memberikan gambaran saling melengkapi mengenai prospek ekonomi nasional.

Di satu sisi, data survei penjualan eceran akan memberikan gambaran mengenai optimisme pelaku usaha ritel terhadap pemulihan konsumsi masyarakat yang akan meningkatkan penjualan mereka. Di sisi lain, membaiknya konsumsi masyarakat pada gilirannya juga ikut mendorong pertumbuhan kegiatan dunia usaha.

Saham-saham sektor ritel dan juga konsumer di dalam negeri berpeluang besar bereaksi terhadap rilis data-data tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular