
Diwarnai Sentimen Perang Dagang, IHSG Tinggalkan 5.700
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 July 2018 16:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 0,77% ke level 5.694,91 pada perdagangan terakhir di minggu ini. Koreksi IHSG terjadi kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,12%, indeks Shanghai naik 0,46%, indeks Hang Seng naik 0,47%, dan indeks Kospi naik 0,68%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,55 triliun dengan volume sebanyak 7,06 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 318.828 kali.
Meletusnya perang dagang antara AS dengan China menyita perhatian investor pada hari ini. Pada siang hari waktu Asia, AS telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai senilai US$ 34 miliar produk impor asal China. Sebagai balasannya, China juga telah resmi mengenakan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal AS.
Walaupun China telah resmi membalas, belum ada pernyataan yang keluar dari Gedung Putih mengenai 'hukuman' bagi China. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China lainnya senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan.
Perbedaan zona waktu nampak menjadi alasan pihak AS belum buka suara. Sisi positifnya, investor mendapatkan sedikit ruang untuk berbelanja instrumen berisiko seperti saham.
Namun, Indonesia tak bisa memanfaatkan momentum tersebut. Pasalnya, ternyata Indonesia juga masuk dalam bidikan AS. Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mengungkapkan bahwa Presiden AS Donald Trump akan mencabut sejumlah perlakukan khusus yang saat ini diberikan ke Indonesia.
"Trump sudah kasih warning ke kita karena kita surplus, beberapa special treatment yang dia beri ke kita mau dia cabut, terutama untuk tekstil," katanya, Kamis (5/7/2018).
Sebagai catatan, sepanjang 2017 Indonesia menikmati surplus dagang hingga US$ 9,59 miliar dengan AS.
Kini, sekitar 124 produk produk asal Indonesia tengah dievaluasi apakah pantas mendapatkan fasilitas generalized system of preference (GSP) atau tidak.
Merespon hal tersebut, saham-saham emiten perbankan pun dilepas oleh investor. sektor jasa keuangan turun 1,7%, menjadikannya kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG.
Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-4,44%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-3,45%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-2,41%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,11%), dan PT Bank Central Asia Tbk /BBCA (-1,41%).
Jika GSP dicabut nantinya, tentu permintaan atas produk-produk ekspor asal Indonesia akan berkurang. Pada akhirnya, permintaan atas kredit juga akan tertekan dan mengurangi profitabilitas perbankan.
Apalagi pelaku usaha kedepannya akan dibuat makin enggan dalam menarik kredit, seiring dengan keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 75bps sepanjang tahun ini.
Aksi jual pada saham-saham perbankan juga dipicu oleh rupiah yang sempat melemah. Walaupun ditutup menguat tipis 0,1% pada akhir perdagangan ke level Rp 14.365/dolar AS, rupiah sempat melemah hingga ke level Rp 14.417/dolar AS.
Ketika rupiah melemah, sektor perbankan memang menjadi sangat rentan, seiring dengan naiknya risiko gagal bayar oleh kreditur yang akan berujung pada kenaikan rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL).
Masih teringat di pikiran kita bagaimana profitabilitas dari emiten-emiten bank BUKU IV terhantam pada tahun 2015 silam, ketika rupiah terdepresiasi hingga melebihi level Rp 14.600/dolar AS.
Efek samping lainnya dari pelemahan rupiah adalah aksi jual investor asing, dengan nilai bersih sebesar Rp 388 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (Rp 282,9 miliar), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk/AMRT (Rp 56,1 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 49,9 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 29,8 miliar), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (Rp 28 miliar).
(ank/ank) Next Article Trump Siap Perang Dagang Dengan Indonesia, IHSG ke Zona Merah
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,55 triliun dengan volume sebanyak 7,06 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 318.828 kali.
Meletusnya perang dagang antara AS dengan China menyita perhatian investor pada hari ini. Pada siang hari waktu Asia, AS telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai senilai US$ 34 miliar produk impor asal China. Sebagai balasannya, China juga telah resmi mengenakan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal AS.
Perbedaan zona waktu nampak menjadi alasan pihak AS belum buka suara. Sisi positifnya, investor mendapatkan sedikit ruang untuk berbelanja instrumen berisiko seperti saham.
Namun, Indonesia tak bisa memanfaatkan momentum tersebut. Pasalnya, ternyata Indonesia juga masuk dalam bidikan AS. Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mengungkapkan bahwa Presiden AS Donald Trump akan mencabut sejumlah perlakukan khusus yang saat ini diberikan ke Indonesia.
"Trump sudah kasih warning ke kita karena kita surplus, beberapa special treatment yang dia beri ke kita mau dia cabut, terutama untuk tekstil," katanya, Kamis (5/7/2018).
Sebagai catatan, sepanjang 2017 Indonesia menikmati surplus dagang hingga US$ 9,59 miliar dengan AS.
Kini, sekitar 124 produk produk asal Indonesia tengah dievaluasi apakah pantas mendapatkan fasilitas generalized system of preference (GSP) atau tidak.
Merespon hal tersebut, saham-saham emiten perbankan pun dilepas oleh investor. sektor jasa keuangan turun 1,7%, menjadikannya kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG.
Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-4,44%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-3,45%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-2,41%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,11%), dan PT Bank Central Asia Tbk /BBCA (-1,41%).
Jika GSP dicabut nantinya, tentu permintaan atas produk-produk ekspor asal Indonesia akan berkurang. Pada akhirnya, permintaan atas kredit juga akan tertekan dan mengurangi profitabilitas perbankan.
Apalagi pelaku usaha kedepannya akan dibuat makin enggan dalam menarik kredit, seiring dengan keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 75bps sepanjang tahun ini.
Aksi jual pada saham-saham perbankan juga dipicu oleh rupiah yang sempat melemah. Walaupun ditutup menguat tipis 0,1% pada akhir perdagangan ke level Rp 14.365/dolar AS, rupiah sempat melemah hingga ke level Rp 14.417/dolar AS.
Ketika rupiah melemah, sektor perbankan memang menjadi sangat rentan, seiring dengan naiknya risiko gagal bayar oleh kreditur yang akan berujung pada kenaikan rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL).
Masih teringat di pikiran kita bagaimana profitabilitas dari emiten-emiten bank BUKU IV terhantam pada tahun 2015 silam, ketika rupiah terdepresiasi hingga melebihi level Rp 14.600/dolar AS.
Efek samping lainnya dari pelemahan rupiah adalah aksi jual investor asing, dengan nilai bersih sebesar Rp 388 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (Rp 282,9 miliar), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk/AMRT (Rp 56,1 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 49,9 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 29,8 miliar), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (Rp 28 miliar).
(ank/ank) Next Article Trump Siap Perang Dagang Dengan Indonesia, IHSG ke Zona Merah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular