
Jelang Perang Dagang, Obligasi Negara Justru Menguat
05 July 2018 18:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang pemberlakuan pembatasan perdagangan Amerika Serikat (AS)-China, pasar obligasi negara justru ditutup menguat pada hari ini bersamaan dengan bursa saham.
Data Reuters menunjukan harga seri acuan (benchmark) di pasar sekunder naik dan menekan imbal hasilnya (yield) di pasar sekunder menjelang perang dagang dua raksasa itu. Pergerakan harga dan yield saling berseberangan, dan yield lebih menjadi acuan perdagangan obligasi.
Penurunan yield lebih besar terjadi pada tenor menengah (15 tahun) dan panjang (20 tahun), masing-masing 9 basis poin menjadi 8,17% dan 8,14%. Penguatan terjadi sejak paruh pertama perdagangan hari ini.
Yield seri FR0075 (acuan 20 tahun) yang lebih rendah dari FR0065 (acuan 15 tahun) mencerminkan minat investor dan optimisme yang lebih tinggi pada perekonomian jangka panjang, dibanding perekonomian jangka pendek. Penguatan pasar obligasi negara terjadi meski sentimen negatif bakal keluar besok.
Pada akhir pekan, pemerintahan Trump mulai memberlakukan bea masuk bagi 818 produk China. Langkah itu akan langsung dibalas China dengan memberlakukan bea masuk bagi 659 produk AS.
Sentimen negatif perang dagang jilid II tersebut dikhawatirkan memperburuk perdagangan serta memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global, serta memanaskan situasi di dunia investasi global.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan posisi cadangan devisa valas Juni yang diprediksi lebih rendah dari posisi Mei US$122,9 miliar.
Pada Selasa pekan ini, pemerintah juga baru menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) melalui penawaran terbatas (private placement) kepada investor strategis senilai Rp 1 triliun.
Seiring dengan penguatan pasar obligasi negara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 5.739 +0,09% hari, atau berbalik menguat pada satu jam terakhir perdagangan.
Penguatan di momen terakhir perdagangan itu membuat indeks saham keluar dari zona koreksi yang terjadi hampir sepanjang hari. Di pasar spot, mata uang Garuda masih turun 0,23% menjadi Rp 14.380/dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Rupiah dan IHSG Terkoreksi, Obligasi Negara Justru Perkasa
Data Reuters menunjukan harga seri acuan (benchmark) di pasar sekunder naik dan menekan imbal hasilnya (yield) di pasar sekunder menjelang perang dagang dua raksasa itu. Pergerakan harga dan yield saling berseberangan, dan yield lebih menjadi acuan perdagangan obligasi.
![]() |
Pada akhir pekan, pemerintahan Trump mulai memberlakukan bea masuk bagi 818 produk China. Langkah itu akan langsung dibalas China dengan memberlakukan bea masuk bagi 659 produk AS.
Sentimen negatif perang dagang jilid II tersebut dikhawatirkan memperburuk perdagangan serta memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global, serta memanaskan situasi di dunia investasi global.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan posisi cadangan devisa valas Juni yang diprediksi lebih rendah dari posisi Mei US$122,9 miliar.
Pada Selasa pekan ini, pemerintah juga baru menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) melalui penawaran terbatas (private placement) kepada investor strategis senilai Rp 1 triliun.
Seiring dengan penguatan pasar obligasi negara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 5.739 +0,09% hari, atau berbalik menguat pada satu jam terakhir perdagangan.
Penguatan di momen terakhir perdagangan itu membuat indeks saham keluar dari zona koreksi yang terjadi hampir sepanjang hari. Di pasar spot, mata uang Garuda masih turun 0,23% menjadi Rp 14.380/dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Rupiah dan IHSG Terkoreksi, Obligasi Negara Justru Perkasa
Most Popular