Sentimen Eksternal Lebih Dominan, IHSG ke Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 July 2018 16:42
IHSG melemah 0,91% pada perdagangan awal pekan ke level 5.746,77.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,91% pada perdagangan awal pekan ke level 5.746,77. Pelemahan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei turun 2,21%, indeks Kospi turun 2,35%, indeks Shanghai turun 2,52%, dan indeks Strait Times turun 1,03%.

Nilai transaksi tercatat sebesar 6,9 triliun dengan volume sebanyak 73 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 369.099 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi koreksi IHSG diantaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-4,74%), PT Astra International Tbk/ASII (-5,3%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,63%), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/TPIA (-4,46%), dan PT Semen Baturaja Tbk/SMBR (-7,65%).

Sempat tertolong oleh rilis data inflasi, IHSG tak kuasa menahan derasnya sentimen eksternal yakni ancaman pengenaan tarif baru oleh Uni Eropa bagi Amerika Serikat (AS).

Melansir CNBC International yang mengutip Financial Times, sebanyak US$ 300 miliar produk asal AS dapat dikenakan bea masuk baru jika AS tetap bersikeras menerapkan ancamannya untuk menaikkan bea masuk bagi mobil-mobil asal Eropa.

Kini, pimpinan negara-negara Eropa dikabarkan semakin yakin bahwa Presiden Donald Trump akan menaikkan bea masuk bagi mobil pabrikan Uni Eropa.

Sebagai catatan, bea masuk yang menyasar produk senilai US$ 300 miliar tersebut merupakan yang terbesar yang pernah diumumkan oleh negara manapun sejak perang dagang mulai berkecamuk pada Maret 2018 silam.

Selain itu, sentimen negatif dari sisi eksternal juga datang dari rilis data ekonomi China. Pada hari Sabtu (30/6/2018), manufacturing PMI periode Juni versi China Federation of Logistics and Purchasing diumumkan di level 51,5, lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters di level 51,6.

Kemudian pada hari ini, data yang sama versi Markit diumumkan di level 51, lagi-lagi lebih rendah dari konsensus yang sebesar 51,1.

Sebagai catatan, angka di atas 50 menandakan adanya ekspansi sektor manufaktur jika dibandingkan periode sebelumnya. Namun, angka yang lebih rendah dari konsensus menunjukkan bahwa ekspansinya tak sekencang yang diharapkan pelaku pasar.

Bagi perekonomian seperti China yang sangat mengandalkan sektor manufaktur, lambatnya ekspansi di sektor ini tentu mengancam laju perekonomian yang juga tengah diterpa sentimen negatif dari aktivitas pemerintahnya dalam mengurangi tumpukan utang sektor swasta yang menggunung. Terlebih, risiko perang dagang juga terus mengintai, bahkan sudah meluas menjadi perang di bidang investasi.

Mengingat posisi China sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, kabar tersebut tentu bukan berita baik bagi pasar saham.

Sebelumnya, wajah IHSG sempat tertolong oleh rilis data inflasi periode Juni. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulanan sebesar 0,59%, sementara inflasi tahunan diumumkan sebesar 3,12%. Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia (0,51% MoM/2,97% YoY).

Kuatnya data inflasi tersebut mengonfirmasi persepsi yang sempat timbul bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah membaik. Sebelumnya, persepsi ini timbul seiring kencangnya impor barang konsumsi pada bulan Mei.

Saham barang-barang konsumsi pun menjadi incaran investor; sektor barang konsumsi menguat hingga 0,24%, menjadikannya satu-satunya sektor yang berhasil menguat hari ini.

Saham-saham sektor barang konsumsi yang diburu investor diantaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+2,23%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,6%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+2,46%), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (+2,56%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+0,28%).

Namun apa mau dikata, derasnya tekanan dari sisi eksternal membuat IHSG tak berhasil mengakhiri hari di zona hijau.

Lebih lanjut, pelemahan rupiah juga menjadi momok bagi IHSG. Sampai dengan akhir perdagangan, rupiah melemah 0,35% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 14,375. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50bps pada hari Jumat kemarin (29/6/2018) terbukti belum ampuh untuk mengangkat kinerja mata uang domestik.

Seiring dengan pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih sebesar Rp 130,4 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Astra International Tbk/ASII (Rp 86,7 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 38,6 miliar), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (Rp 38,6 miliar), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk/AMRT (Rp 37,9 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 21,6 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Siap-siap Perang Dagang AS-Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular