
Rupiah Terus Tertekan, Bos LPS: Mencari Keseimbangan Baru
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
30 June 2018 10:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah angkat bicara soal pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada penutupan pasar kemarin (29/6/2018), dollar AS menyentuh Rp 13.325.
Menurut Halim, pelemahan rupiah dewasa ini harus dilihat sebagai bagian dari proses mencari keseimbangan baru di tengah gejolak pasar uang dan ketidakpastian global menyusul dimulainya perang dagang antara AS dan China, Uni Eropa dan negara lainnya.
"Indonesia beruntung memiliki fundamental ekonomi dan moneter yaneg cukup baik, sehingga tekanan depresiasi yang dialami rupiah masih dalam batas-batas yg wajar. Apalagi jika dibandingkan dengan Turki, Brazil dan negara berkembang lainnya," ujar Halim, Sabtu (30/6/2018).
Proses menuju ke keseimbangan baru ini akan berlangsung terus jika Amerika Serikat bereaksi lagi dengan mengambil langkah-langkah pembalasan kembali atas penerapan tarif dari negara-negara mitra dagangnya.
"Rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya akan dapat semakin tertekan jika the Fed (bank sental AS) semakin agresif dalam menaikkan suku bunga di AS," tambah Halim.
Analisis terhadap beberapa skenario perang dagang yang ada menunjukkan bahwa perdagangan global akan menciut dan merugikan semua pihak, termasuk AS.
"Perbankan nasional tentu akan memperhatikan berbagai perkembangan yg ada, terutama ketika akan memberikan kredit ke sektor2 yg dinilai mereka akan terkena dampak penciutan perdagangan global ini," terang Halim.
"Bagi perbankan nasional sendiri, pelemahan rupiah tidak banyak memberikan dampak karena pada umumnya perbankan nasional cenderung tidak memiliki posisi valas yang besar secara neto. Artinya perbandingan antara kewajiban valas dan tagihan valas perbankan nasional cenderung seimbang, mengikuti ketentuan NOP (net open position atau posisi devisa netto) dari BI atau OJK."
(roy/roy) Next Article Jaga Pergerakan Rupiah, BI Lakukan 3 Intervensi pasar
Menurut Halim, pelemahan rupiah dewasa ini harus dilihat sebagai bagian dari proses mencari keseimbangan baru di tengah gejolak pasar uang dan ketidakpastian global menyusul dimulainya perang dagang antara AS dan China, Uni Eropa dan negara lainnya.
"Rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya akan dapat semakin tertekan jika the Fed (bank sental AS) semakin agresif dalam menaikkan suku bunga di AS," tambah Halim.
Analisis terhadap beberapa skenario perang dagang yang ada menunjukkan bahwa perdagangan global akan menciut dan merugikan semua pihak, termasuk AS.
"Perbankan nasional tentu akan memperhatikan berbagai perkembangan yg ada, terutama ketika akan memberikan kredit ke sektor2 yg dinilai mereka akan terkena dampak penciutan perdagangan global ini," terang Halim.
"Bagi perbankan nasional sendiri, pelemahan rupiah tidak banyak memberikan dampak karena pada umumnya perbankan nasional cenderung tidak memiliki posisi valas yang besar secara neto. Artinya perbandingan antara kewajiban valas dan tagihan valas perbankan nasional cenderung seimbang, mengikuti ketentuan NOP (net open position atau posisi devisa netto) dari BI atau OJK."
(roy/roy) Next Article Jaga Pergerakan Rupiah, BI Lakukan 3 Intervensi pasar
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular