
Dicuekin Investor, Harga Emas Melemah 0,28%
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
27 June 2018 13:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Agustus 2018 bergerak melemah 0,28% ke US$1.256,4/troy ounce, hingga pukul 12.20 WIB hari ini. Pergerakan harga sang logam mulia tertekan oleh stabilnya dolar Amerika Serikat (AS) seiring masih adanya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif pada tahun ini.
(RHG/hps) Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Selain itu, di tengah tensi perang dagang yang masih membara, pelaku pasar juga nampaknya lebih tertarik memeluk instrumen safe have selain emas.
Dengan pergerakan tersebut, harga emas telah melemah selama 3 hari berturut-turut. Sebagai informasi, harga emas terkoreksi 0,71% pada perdagangan hari Selasa (26/6/2018), dan melemah 0,14% pada perdagangan hari Senin (25/6/2018).
Robert Kaplan, Presiden The Fed Dallas, memberi petunjuk bahwa bank sentral AS masih akan menaikkan suku bunga hingga ke level yang tidak lagi akomodatif. Untuk saat ini, Kaplan menilai sikap (stance) kebijakan moneter The Fed masih akomodatif sebab suku bunga yang sekarang masih mampu untuk merangsang tumbuhnya aktivitas ekonomi. Suku bunga acuan AS saat ini adalah 1,75-2%.
Menurut Kaplan, suku bunga yang dinilai tidak lagi menjadi stimulus bagi perekonomian ada di 2,5-2,75%. "Oleh karena itu, menurut saya The Fed masih akomodatif untuk saat ini," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan Kaplan tersebut lantas menyuntikkan energi positif bagi greenback. Investor membaca The Fed akan cenderung terus menaikkan suku bunga acuan sampai ke level yang disebut Kaplan tidak lagi akomodatif. Apalagi saat ini The Fed seakan tanpa lawan, karena bank sentral di negara maju lainnya belum seagresif mereka.
Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia, lantas bergerak menguat tipis 0,03% pada pukul 14:29 WIB siang ini. Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal untuk pemegang mata uang asing selain dolar AS.
Namun, penguatan mata uang Negeri Paman Sam masih terbatas oleh isu perang dagang yang masih ada di permukaan. Bahkan, perang dagang kini sudah meluas ke perang investasi.
Presiden AS Donald Trump berencana untuk melarang perusahaan yang punya kepemilikan minimal 25% oleh pihak China untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan teknologi strategis di AS.
"Pernyataan akan segera keluar dan itu (pelarangan investasi) tidak spesifik kepada China, tetapi kepada semua negara yang mencoba mencuri teknologi kami," tegas Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin melalui kicauan di Twitter.
Pernyataan Mnuchin ini pun diamini oleh Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders. "Seperti yang dikatakan Menteri (Mnuchin), sebuah pengumuman akan diberikan yang isinya menargetkan seluruh negara yang mencoba mencuri teknologi kami," katanya, seperti dikutip dari CNBC International.
Bahkan, presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic menyatakan bahwa meningkatnya tensi perang dagang pada beberapa minggu terakhir meningkatkan risiko bagi ekonomi AS, sehingga dapat menutup kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali tahun ini apabila kondisi perang dagang semakin memburuk, seperti dikutip dari Reuters.
Situasi ini membuat risk appetite investor agak berkurang. Biasanya, permintaan emas sebagai aset safe haven akan meningkat saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan politik, seperti yang ditimbulkan oleh perang dagang.
Sayangnya, pelaku pasar nampaknya belum menjadikan instrumen emas sebagai aset safe haven pilihan. Investor nampaknya lebih tertarik beralih ke instrumen yen Jepang, yang ditunjukkan oleh penguatan mata uang Negeri Sakura hingga 0,17% pada siang ini.
Dengan pergerakan tersebut, harga emas telah melemah selama 3 hari berturut-turut. Sebagai informasi, harga emas terkoreksi 0,71% pada perdagangan hari Selasa (26/6/2018), dan melemah 0,14% pada perdagangan hari Senin (25/6/2018).
![]() |
Menurut Kaplan, suku bunga yang dinilai tidak lagi menjadi stimulus bagi perekonomian ada di 2,5-2,75%. "Oleh karena itu, menurut saya The Fed masih akomodatif untuk saat ini," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan Kaplan tersebut lantas menyuntikkan energi positif bagi greenback. Investor membaca The Fed akan cenderung terus menaikkan suku bunga acuan sampai ke level yang disebut Kaplan tidak lagi akomodatif. Apalagi saat ini The Fed seakan tanpa lawan, karena bank sentral di negara maju lainnya belum seagresif mereka.
Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia, lantas bergerak menguat tipis 0,03% pada pukul 14:29 WIB siang ini. Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang tersebut. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal untuk pemegang mata uang asing selain dolar AS.
Namun, penguatan mata uang Negeri Paman Sam masih terbatas oleh isu perang dagang yang masih ada di permukaan. Bahkan, perang dagang kini sudah meluas ke perang investasi.
Presiden AS Donald Trump berencana untuk melarang perusahaan yang punya kepemilikan minimal 25% oleh pihak China untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan teknologi strategis di AS.
"Pernyataan akan segera keluar dan itu (pelarangan investasi) tidak spesifik kepada China, tetapi kepada semua negara yang mencoba mencuri teknologi kami," tegas Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin melalui kicauan di Twitter.
Pernyataan Mnuchin ini pun diamini oleh Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders. "Seperti yang dikatakan Menteri (Mnuchin), sebuah pengumuman akan diberikan yang isinya menargetkan seluruh negara yang mencoba mencuri teknologi kami," katanya, seperti dikutip dari CNBC International.
Bahkan, presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic menyatakan bahwa meningkatnya tensi perang dagang pada beberapa minggu terakhir meningkatkan risiko bagi ekonomi AS, sehingga dapat menutup kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali tahun ini apabila kondisi perang dagang semakin memburuk, seperti dikutip dari Reuters.
Situasi ini membuat risk appetite investor agak berkurang. Biasanya, permintaan emas sebagai aset safe haven akan meningkat saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan politik, seperti yang ditimbulkan oleh perang dagang.
Sayangnya, pelaku pasar nampaknya belum menjadikan instrumen emas sebagai aset safe haven pilihan. Investor nampaknya lebih tertarik beralih ke instrumen yen Jepang, yang ditunjukkan oleh penguatan mata uang Negeri Sakura hingga 0,17% pada siang ini.
(RHG/hps) Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Most Popular