
Pemerintahan Jokowi dan Bayang-bayang Utang
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
26 June 2018 08:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Berdasarkan data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Mei 2018, Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah telah mencapai Rp 4.169,09 triliun.
Dari jumlah tersebut, utang negara dari penerbitan surat berharga dan pinjaman mencapai Rp 3.401 tirliun. Sementara itu, total pinjaman mencapai Rp 767,82 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 762,41 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 5,4 triliun.
Khusus pada Januari hingga Mei lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah menarik utang baru sebesar Rp 179,2 triliun. Utang baru itu digunakan untuk memenuhi defisit kas keuangan negara.
Sri Mulyani menilai secara persentase pertumbuhan penarikan utang melalui Surat Berharga Negara (SBN) untuk Mei 2018 mennunjukan tren yang menurun.
"Total penerbitan sudah 43,25% dari target, minus -14,90%," kata Sri Mulyani, Senin (25/6/2018).
Ia menyatakan penurunan pertumbuhan penarikan utang mencerminkan kondisi kas keuangan negara yang jauh lebih sehat. Meski secara bersamaan, penerbitan utang tahun ini cukup penuh tantangan.
Depresiasi rupiah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir diakuinya cukup memengaruhi lelang Surat Berharga Negara (SBN). Hal tersebut dikarenakan investor cenderung bersikap wait and see terhadap perkembangan pasar.
Dengan total utang Rp 4.169,09 triliun, rasio utang terhadap PDB menunjukkan kenaikan, di mana per Mei 2018 menjadi 29,58%. Bila dibandingkan nilai pada bulan Mei tahun lalu, total utang pemerintah telah meningkat 13,55%.
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Keuangan Negara, rasio utang pemerintah dibatasi 60% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Pemerintah tetap akan menjaga pengelolaan keuangan negara secara hati-hati, mengikuti peraturan perundang-undang dan indikator. Kalau dibandingkan ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri, dari sisi pembeli kita sudah sampaikan, 37%," terang Sri Mulyani.
Dia pun mengungkapkan, keseimbangan primer dalam APBN 2018 per Mei terbilang sudah positif. Sebab, pemerintah tak lagi membayar utang dengan menggunakan utang lainnya.
Menurut Sri Mulyani, perbaikan di keseimbangan primer menggambarkan postur APBN 2018 memiliki tren positif. "Kesehatan APBN makin terlihat sangat nyata," tutur dia.
Sementara itu, sepanjang Januari hingga Mei 2018, pemerintah telah melakukan pembayaran bunga utang senilai Rp 112,4 triliun atau 47,14% dari yang ditetapkan dalam APBN 2018. Jumlah tersebut tumbuh 13.77% dibandingkan periode sama tahun lalu. Dalam APBN, pembayaran bunga utang ditetapkan Rp 238,61 triliun.
Pada hari yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui utang Indonesia saat ini tergolong lebih tinggi dibanding pemerintahan sebelumnya.
Akan tetapi, Darmin menjelaskan di sisi lain pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini pun lebih banyak. Dia mengklaim, tidak ada masalah serius atas besaran jumlah utang pemerintah pusat saat ini.
Dia menjelaskan, pembangunan yang lebih banyak akan mampu mendorong berbagai sektor perekonomian. Pertama adalah karena percepatan aktivitas logistik, serta akan ada transformasi kegiatan ekonomi.
"Saya yakin orang saja yang terlalu sensitif, soal secara politik menganalisis itu [utang]," tutur Darmin.
(prm) Next Article APBN 2018 Tak Lagi Realistis, Utang pun Bertambah
Dari jumlah tersebut, utang negara dari penerbitan surat berharga dan pinjaman mencapai Rp 3.401 tirliun. Sementara itu, total pinjaman mencapai Rp 767,82 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 762,41 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 5,4 triliun.
Khusus pada Januari hingga Mei lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah menarik utang baru sebesar Rp 179,2 triliun. Utang baru itu digunakan untuk memenuhi defisit kas keuangan negara.
"Total penerbitan sudah 43,25% dari target, minus -14,90%," kata Sri Mulyani, Senin (25/6/2018).
Ia menyatakan penurunan pertumbuhan penarikan utang mencerminkan kondisi kas keuangan negara yang jauh lebih sehat. Meski secara bersamaan, penerbitan utang tahun ini cukup penuh tantangan.
Depresiasi rupiah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir diakuinya cukup memengaruhi lelang Surat Berharga Negara (SBN). Hal tersebut dikarenakan investor cenderung bersikap wait and see terhadap perkembangan pasar.
Dengan total utang Rp 4.169,09 triliun, rasio utang terhadap PDB menunjukkan kenaikan, di mana per Mei 2018 menjadi 29,58%. Bila dibandingkan nilai pada bulan Mei tahun lalu, total utang pemerintah telah meningkat 13,55%.
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Keuangan Negara, rasio utang pemerintah dibatasi 60% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Pemerintah tetap akan menjaga pengelolaan keuangan negara secara hati-hati, mengikuti peraturan perundang-undang dan indikator. Kalau dibandingkan ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri, dari sisi pembeli kita sudah sampaikan, 37%," terang Sri Mulyani.
Dia pun mengungkapkan, keseimbangan primer dalam APBN 2018 per Mei terbilang sudah positif. Sebab, pemerintah tak lagi membayar utang dengan menggunakan utang lainnya.
Menurut Sri Mulyani, perbaikan di keseimbangan primer menggambarkan postur APBN 2018 memiliki tren positif. "Kesehatan APBN makin terlihat sangat nyata," tutur dia.
Sementara itu, sepanjang Januari hingga Mei 2018, pemerintah telah melakukan pembayaran bunga utang senilai Rp 112,4 triliun atau 47,14% dari yang ditetapkan dalam APBN 2018. Jumlah tersebut tumbuh 13.77% dibandingkan periode sama tahun lalu. Dalam APBN, pembayaran bunga utang ditetapkan Rp 238,61 triliun.
Pada hari yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui utang Indonesia saat ini tergolong lebih tinggi dibanding pemerintahan sebelumnya.
Akan tetapi, Darmin menjelaskan di sisi lain pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini pun lebih banyak. Dia mengklaim, tidak ada masalah serius atas besaran jumlah utang pemerintah pusat saat ini.
"Dalam soal utang kita tidak bermasalah karena rasionya memang lebih rendah," ujar Darmin di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Senin (25/6/2018).
Dia menjelaskan, pembangunan yang lebih banyak akan mampu mendorong berbagai sektor perekonomian. Pertama adalah karena percepatan aktivitas logistik, serta akan ada transformasi kegiatan ekonomi.
"Saya yakin orang saja yang terlalu sensitif, soal secara politik menganalisis itu [utang]," tutur Darmin.
(prm) Next Article APBN 2018 Tak Lagi Realistis, Utang pun Bertambah
Most Popular