
APBN 2018 Tak Lagi Realistis, Utang pun Bertambah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 May 2018 06:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan secara rinci kondisi keuangan negara pada April 2018. Asumsi makro semakin meleset jauh dari target yang ditetapkan, sementara utang semakin bertambah.
Dalam konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digelar di Aula Mezzanine Kementerian Keuangan, Kamis (17/5/2018), asumsi makro yang ditetapkan pemerintah semakin tidak realistis jika melhat kondisi saat ini.
"Maka kita perlu mengejar di kuartal II, III, dan IV," kata Sri Mulyani.
Berdasarkan catatan, hanya tingkat inflasi dan SPN 3 bulan yang masih di bawah asumsi. Sementara indikator lainnya, seperti nilai tukar rupiah, minyak mentah Indonesia, lifting minyak dan lifting gas sudah terlampau jauh dari asumsi.
Berikut indikator asumsi makro yang sudah tidak realistis dengan kondisi saat ini :
Nilai Tukar (Rp/US$)
APBN 2018 : Rp 13.400
Realisasi : Rp 13.361
Minyak Mentah Indonesia (US$/barel)
APBN 2018 : 48
Realisasi 64,1
Lifting Minyak (ribu barel/hari)
APBN 2018 : 800
Realisasi 750,3
Lifting Gas (ribu barel setara minyak)
APBN 2018 : 1.200
Realisasi : 1.155,9
Faktor ketidakpastian ekonomi global, sambung Sri Mulyani yang membuat sejumlah indikator asumsi makro tidak mencerminkan kondisi sekarang. Meski demikian, pemerintah belum berencana mengajukan revisi APBN Perubahan dalam aktu dekat
Tak Lagi Gali Lubang Tutup Lubang
Sementara itu posisi defisit anggaran pemerintah per April 2018 mencapai Rp 55,1 triliun atau 16,9% dari target tahun ini Rp 325,9 triliun.
Defisit tersebut berasal dari realisasi penerimaan negara pada periode tersebut sebesar Rp 527,8 triliun atau 27,9% dari target Rp 1.894,7 triliun dan belanja negara sebesar Rp 582,9 triliun atau 26,3% dari terget yang ditetapkan sebesar Rp 2.220,7 triliun.
Pada April 2018, pemerintah mencatatkan keseimbangan primer yang cukup positif yaitu sebesar Rp 24,2 triliun, meskipun pada akhir tahun keseimbangan primer masih ditargetkan negatif Rp 87,3 triliun. INi artinya pemerintah masih akan berutang untuk membayar utang lama.
Adapun selama periode Januari - April 2018, realisasi pembiayaan mencapai Rp 187,2 triliun, atau sekitar 46,9% dari target penarikan utang yang dipatok sebesar Rp 399,2 triliun. Mayoritas penarikan utang yang berasal penerbitan SBN pada tahun ini pun tumbuh negatif.
"Ini menandakan bahwa kondisi keuangan pemerintah semakin sehat, dan defisit akan semakin berkurang," jelasnya.
Utang Tetap Naik
Di sisi lain, utang pemerintah per April pun terus bertambah. Pada periode tersebut, total utang pemerintah mencapai Rp 4.180 triliun, atau lebih tinggi dari posisi Maret yang hanya sekitar Rp 4.136 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah tersebut terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri sebesar Rp 773,4 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.407,1 triliun.
Merinci lebih jauh, pinjaman luar negeri mencapai Rp 773,9 triliun. Terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 331,2 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 397,8 triliun, pinjaman komersial sebesar Rp 43,6 triliun, dan suppliers Rp 1,19 triliun.
Sementara itu, total utang melalui SBN terdiri denominasi rupiah sebesar Rp 2.427,7 triliun dan denominasi valuta asing sebesar Rp 979,3 triliun. Alasan pemerintah mengutamakan denominasi rupiah, karena dianggap akan mengurangi risiko nilai tukar dan perubahan suku bunga.
Dengan demikian, maka posisi utang pemerintah di akhir April 2018 tercatat sebesar 29,8% dari PDB. Rasio tersebut, masih aman sesuai dengan dengan ketentuan yang tercantum dalam UU Keuangan Negara 17/2003.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Terus Naik Akibat Pajak Tak Bisa Diandalkan
Dalam konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digelar di Aula Mezzanine Kementerian Keuangan, Kamis (17/5/2018), asumsi makro yang ditetapkan pemerintah semakin tidak realistis jika melhat kondisi saat ini.
"Maka kita perlu mengejar di kuartal II, III, dan IV," kata Sri Mulyani.
Berikut indikator asumsi makro yang sudah tidak realistis dengan kondisi saat ini :
Nilai Tukar (Rp/US$)
APBN 2018 : Rp 13.400
Realisasi : Rp 13.361
Minyak Mentah Indonesia (US$/barel)
APBN 2018 : 48
Realisasi 64,1
Lifting Minyak (ribu barel/hari)
APBN 2018 : 800
Realisasi 750,3
Lifting Gas (ribu barel setara minyak)
APBN 2018 : 1.200
Realisasi : 1.155,9
Faktor ketidakpastian ekonomi global, sambung Sri Mulyani yang membuat sejumlah indikator asumsi makro tidak mencerminkan kondisi sekarang. Meski demikian, pemerintah belum berencana mengajukan revisi APBN Perubahan dalam aktu dekat
Tak Lagi Gali Lubang Tutup Lubang
Sementara itu posisi defisit anggaran pemerintah per April 2018 mencapai Rp 55,1 triliun atau 16,9% dari target tahun ini Rp 325,9 triliun.
Defisit tersebut berasal dari realisasi penerimaan negara pada periode tersebut sebesar Rp 527,8 triliun atau 27,9% dari target Rp 1.894,7 triliun dan belanja negara sebesar Rp 582,9 triliun atau 26,3% dari terget yang ditetapkan sebesar Rp 2.220,7 triliun.
Pada April 2018, pemerintah mencatatkan keseimbangan primer yang cukup positif yaitu sebesar Rp 24,2 triliun, meskipun pada akhir tahun keseimbangan primer masih ditargetkan negatif Rp 87,3 triliun. INi artinya pemerintah masih akan berutang untuk membayar utang lama.
Adapun selama periode Januari - April 2018, realisasi pembiayaan mencapai Rp 187,2 triliun, atau sekitar 46,9% dari target penarikan utang yang dipatok sebesar Rp 399,2 triliun. Mayoritas penarikan utang yang berasal penerbitan SBN pada tahun ini pun tumbuh negatif.
"Ini menandakan bahwa kondisi keuangan pemerintah semakin sehat, dan defisit akan semakin berkurang," jelasnya.
Utang Tetap Naik
Di sisi lain, utang pemerintah per April pun terus bertambah. Pada periode tersebut, total utang pemerintah mencapai Rp 4.180 triliun, atau lebih tinggi dari posisi Maret yang hanya sekitar Rp 4.136 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah tersebut terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri sebesar Rp 773,4 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.407,1 triliun.
Merinci lebih jauh, pinjaman luar negeri mencapai Rp 773,9 triliun. Terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 331,2 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 397,8 triliun, pinjaman komersial sebesar Rp 43,6 triliun, dan suppliers Rp 1,19 triliun.
Sementara itu, total utang melalui SBN terdiri denominasi rupiah sebesar Rp 2.427,7 triliun dan denominasi valuta asing sebesar Rp 979,3 triliun. Alasan pemerintah mengutamakan denominasi rupiah, karena dianggap akan mengurangi risiko nilai tukar dan perubahan suku bunga.
Dengan demikian, maka posisi utang pemerintah di akhir April 2018 tercatat sebesar 29,8% dari PDB. Rasio tersebut, masih aman sesuai dengan dengan ketentuan yang tercantum dalam UU Keuangan Negara 17/2003.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Terus Naik Akibat Pajak Tak Bisa Diandalkan
Most Popular