Anjlok 2,14%, IHSG Terburuk di Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 June 2018 10:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah dibuka melemah 0,86%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh semakin dalam. Sampai dengan berita ini diturunkan, IHSG telah anjlok 2,14% ke level 5.865,36.
IHSG pun lantas menjadi bursa saham dengan performa terburuk di kawasan Asia pada pagi hari ini: indeks Nikkei menguat 0,04%, indeks Strait Times menguat 0,07%, indeks Kospi menguat 0,93%, indeks SET (Thailand) menguat 0,42%, indeks KLCI (Malaysia) menguat 0,35%, indeks Shanghai melemah 0,81%, dan indeks Hang Seng melemah 0,19%.
Sentimen eksternal dan domestik sama-sama berkontribusi membawa IHSG ke zona merah. Dari sisi eksternal, sentimen negatif datang dari potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang sebanyak 4 kali (lebih agresif dari rencana awal sebanyak 3 kali) dan panasnya hubungan AS dengan China di bidang perdagangan.
Dari sisi domestik, potensi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) terbukti sukses membuat IHSG kocar-kacir.
Dari 5 besar saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG, 4 diantaranya merupakan saham bank BUKU IV yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-5,41%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-3,6%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-4,68%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-5,9%).
Pasca menaikkan suku bunga acuan sebesar 50bps pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) kembali mengindikasikan normalisasi lanjutan.
"Bank Indonesia senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang," demikian siaran pers BI yang disampaikan Selasa (19/6/2018).
Dalam keterangan pers tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga.
"Kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ungkap Perry.
Masalahnya, ekonomi Indonesia saat ini tengah berjalan lambat, bahkan nampak mustahil untuk menyentuh target pemerintah di level 5,4%. Pada bulan Mei kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2018 di level 5,06% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,18% YoY.
Kenaikan suku bunga acuan lantas berpotensi menekan kinerja keuangan emiten-emiten perbankan. Ketika suku bunga acuan dinaikkan, bank akan dipaksa untuk menaikkan suku bunga deposito dan kredit. Masalahnya, dengan kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, kenaikan suku bunga kredit akan membuat masyarakat dan pelaku usaha berpikir dua kali dalam menarik pinjaman. Pada akhirnya, profitabilitas dari bank-bank menjadi taruhannya.
Dalam kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah saja, BI mencatat penyaluran kredit hanya tumbuh sebesar 8,94% YoY per akhir Mei, jauh lebih rendah dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 9,5% YoY serta jauh di bawah target dua-digit yang mereka canangkan.
(ank/hps) Next Article Investor Asing Kabur Rp 843 Miliar, IHSG Turun 1,13%
IHSG pun lantas menjadi bursa saham dengan performa terburuk di kawasan Asia pada pagi hari ini: indeks Nikkei menguat 0,04%, indeks Strait Times menguat 0,07%, indeks Kospi menguat 0,93%, indeks SET (Thailand) menguat 0,42%, indeks KLCI (Malaysia) menguat 0,35%, indeks Shanghai melemah 0,81%, dan indeks Hang Seng melemah 0,19%.
Sentimen eksternal dan domestik sama-sama berkontribusi membawa IHSG ke zona merah. Dari sisi eksternal, sentimen negatif datang dari potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang sebanyak 4 kali (lebih agresif dari rencana awal sebanyak 3 kali) dan panasnya hubungan AS dengan China di bidang perdagangan.
Dari 5 besar saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG, 4 diantaranya merupakan saham bank BUKU IV yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-5,41%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-3,6%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-4,68%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-5,9%).
Pasca menaikkan suku bunga acuan sebesar 50bps pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) kembali mengindikasikan normalisasi lanjutan.
"Bank Indonesia senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang," demikian siaran pers BI yang disampaikan Selasa (19/6/2018).
Dalam keterangan pers tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga.
"Kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ungkap Perry.
Masalahnya, ekonomi Indonesia saat ini tengah berjalan lambat, bahkan nampak mustahil untuk menyentuh target pemerintah di level 5,4%. Pada bulan Mei kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2018 di level 5,06% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,18% YoY.
Kenaikan suku bunga acuan lantas berpotensi menekan kinerja keuangan emiten-emiten perbankan. Ketika suku bunga acuan dinaikkan, bank akan dipaksa untuk menaikkan suku bunga deposito dan kredit. Masalahnya, dengan kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, kenaikan suku bunga kredit akan membuat masyarakat dan pelaku usaha berpikir dua kali dalam menarik pinjaman. Pada akhirnya, profitabilitas dari bank-bank menjadi taruhannya.
Dalam kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah saja, BI mencatat penyaluran kredit hanya tumbuh sebesar 8,94% YoY per akhir Mei, jauh lebih rendah dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 9,5% YoY serta jauh di bawah target dua-digit yang mereka canangkan.
(ank/hps) Next Article Investor Asing Kabur Rp 843 Miliar, IHSG Turun 1,13%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular