Ini Alasan Sumatera Plantations Konversi Utang Jadi Saham

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
06 June 2018 16:07
Ini Alasan Sumatera Plantations Konversi Utang Jadi Saham
Foto: REUTERS/Bazuki Muhammad
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) menyatakan akan terus melakukan restrukturisasi utang dengan skema konversi utang menjadi saham dengan target mencapai keseimbangan rasio utang dengan aset hingga ahir tahun ini.

Catatan terakhir perseroan, jumlah liabilitas UNSP mencapai Rp 13,95 triliun dibandingkan dengan ekuitasnya sebesar Rp 507,78 miliar. Konversi utang menjadi saham menjadi jalan utama perseroan untuk dapat mengatasi tumpukan kewajiban UNSP yang harus disetor kepada kreditur.

"Jadi sebenarnya kami mau secepatnya tahun ini restrukturisasi utang komplit. Kurang lebih agar rasionya turun menjadi 50% atau 1:1 dengan ekuitas. Karena kalau jual aset juga tidak mungkin karena tidak cukup, kami juga tidak mau menjual aset yang ada," ujar ujar Andi W. Setianto, di The Bridge Function Room, Aston Rasuna, Rabu (6/6/2018).

Andi menambahkan, restrukturisasi utang yang dilakukan perseroan sejalan dengan reverse stock (penggabungan nilai nominal saham )yang dilakukan perseroan pada Februari 2017 dengan split rasio 1:10. Reverse stock tersebut merupakan tahap awal bagi restrukturisasi utang perseroan agar para kreditur mau menerima konversi utang yang ditawarkan dengan saham UNSP.

"Restrukturisasi UNSP ini kan dilakukan setelah reverse stock, jadi dulu kalau ditawarkan kreditur dengan saham Rp 50 per lembar untuk dikonversikan dengan utang ya tidak mau. Jadi solusi terbaiknya kami melakukan reverse stock dahulu sebagai syarat ke kreditur untuk dikonversikan," tambah Andi.

Menurutnya dengan melakukan konversi utang menjadi saham tersebut juga dilakukan melihat kondisi harga komoditas sawit khususnya crude palm oil (CPO) yang menjadi bisnis utama perseroan terus turun.

Pada kuartal-I 2018 harga CPO dijual di level US$ 670 per ton dibandingkan dengan harga rata-rata CPO pada tahun 2017 sebesar US$ 700 per ton.

"Harga CPO ga terlalu bagus, harga komoditas turun, jual aset juga kita ga cukup. Maka kami berusaha keras melakukan serangkaian program revitalisasi perkebunan dan fasilitas produksi agar volume produksi meningkat," ungkap Andi.

Untuk meingkatkan hasil produk buah kelapa sawit dan turunannya, perseroan telah menyediakan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) senilai US$ 50 juta untuk pengembangan pabrik Olein di Kuala Tanjung Sumatera Utara.

Pada awal 2018, perseroan telah mengaktifkan pabrik Olein line 1 dan diperkirakan untuk menargetkan rampunya Line 2 pada 2020 mendatang. 

Untuk Line 1 sendiri sudah memiliki kapasitas CPO sebesar 99 ribu metrik ton per tahun, serta Fatty Alcohol sebesar 33 ribu MT per tahun.

"Utilisasi masih dibawah 50% tapi akan terus meningkat kedepannya. Kami lihat itu sebagai integrasi ya, jadi kami punya CPO dan kami juga berikan produk turunannya juga," ujar Andi.

Sedangkan untuk kontribusi pendapatan penjualan dengan beroperasinya pabrik Olein tersebut, perseroan masih belum berkontribusi besar bagi marjin pendapatan.

Sementara untuk pengembangan Line 2 pabrik tersebut, perseroan juga menggunakan dana yang berasal dari pinjaman utang untuk merampungkan pabrik tersebut.

"Masalahnya pabrik belum jadi tapi utang sudah ada, hutang jangka panjang kami senilia Rp 9 triliun dengan Credit Suisse dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga terkait dengan pengembangan pabrik Olein itu ya," ujar Aandi.

Sedangkan terkait dengan tingginya bea masuk sawit ke India, perseroan tidak mengalami pengaruh dikarenakan penjualan produk kelapa sawit UNSP seluruhnya dijual kepada produsen minyak sawit olahan lokal.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular