Bank Dunia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 5,2%

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
06 June 2018 15:51
Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun ini di angka 5,2%.
Foto: CNBC Indonesia/Monica Wareza
Jakarta, CNBC Indonesia - Meski menurunkan proyeksinya, Bank Dunia (World Bank/WB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap stabil dan kuat di tahun 2018 karena didorong oleh kuatnya investasi, khususnya di bidang mesin dan peralatan.

"Kami terus melihat pertumbuhan investasi yang kuat, khususnya investasi di mesin dan peralatan. [...] didukung oleh program pembangunan infrastruktur pemerintah yang membutuhkan banyak peralatan infrastruktur," kata Frederico Gil Sander, Ekonom Utama untuk WB di Indonesia, dalam paparannya di acara peluncuran Indonesia Economic Quarterly di Jakarta, Rabu (6/6/2018).

WB memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun ini di angka 5,2%, lebih rendah daripada proyeksi lembaga ini yang dikeluarkan bulan Maret sebesar 5,3%.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4% tahun ini sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Namun, dengan melihat perkembangan perekonomian terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menurunkan targetnya menjadi 5,18% hingga 5,4%.

Bank Dunia menjabarkan beberapa risiko yang dapat memengaruhi prospek ekonomi, di antaranya adalah gejolak di pasar keuangan global dan gangguan perdagangan internasional yang dapat berimbas ke ekspor.

Terkait hal itu, Sander mengatakan pertumbuhan investasi cukup membantu karena dapat meningkatkan kapasitas untuk memproduksi lebih banyak di masa mendatang.


"Investasi, termasuk di beberapa mesin yang penting, adalah alasan yang baik untuk memiliki defisit perdagangan karena [Indonesia] meningkatkan kapasitas ekonomi di masa depan agar memproduksi lebih banyak secara domestik dan menyumbang ke pertumbuhan ekonomi," kata Sander.

Menanggapi laporan dari WB, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan berupaya untuk memastikan dukungan untuk investasi dan ekspor, termasuk menyesuaikan diri dengan lingkungan global yang disebut sebagai "kenormalan yang baru" atau new normal.

"Kita akan menghadapi situasi di mana suku bunga lebih tinggi, likuiditas terbatas, sehingga berdampak ke nilai tukar. Ini adalah 'new normal'," kata Sri Mulyani di kesempatan yang sama.

"Sekarang kami akan mengkalibrasi ulang kebijakan untuk menyesuaikan dengan 'new normal' itu," pungkasnya.
(prm) Next Article Bank Dunia Sebut Ekonomi Global Melambat di 2019

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular