Naik 1%, Harga Batu Bara Tertinggi Sejak Februari

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
28 May 2018 12:34
Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 0,72% ke US$105,45/ton pada perdagangan hari Jumat (25/5/2018).
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 0,72% ke US$105,45/ton pada perdagangan hari Jumat (25/5/2018), didorong oleh mengetatnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik di China.

Dengan capaian tersebut, harga batu bara sudah menguat 1,05% di sepanjang pekan lalu, dan sudah menyentuh level tertingginya sejak 22 Februari 2018. Catatan lainnya, hingga akhir pekan lalu, rata-rata harga batu bara sepanjang bulan Mei 2018 sudah mencapai US$102,83/ton, naik cukup pesat dari rata-rata bulan April 2018 sebesar US$93,61/ton.

Naik 1%, Harga Batu Bara Tertinggi Sejak Februari


Sebelumnya, harga batu bara sempat terbebani oleh rencana Pemerintah Negeri Tirai Bambu untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan, seperti dikutip dari laporan konsultan energi Fenwei Energy Information Services.

Lembaga perencanaan China, National Development and Reform Commission (NDRC) menyatakan akan mengambil setidaknya 9 langkah untuk menggiring harga pasar ke rentang yang rasional, di antaranya menggenjot produksi, meningkatkan kapasitas rel angkutan, pengurangan konsumsi, memastikan kontrak jangka panjang, serta memperkuat supervisi dan operasi bersama antara sektor batu bara dan tenaga listrik.

Kemudian, pada akhir pekan lalu, NDRC telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi permintaan dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.

Meski demikian, pertemuan tersebut nampaknya belum memunculkan langkah-langkah nyata untuk pengendalian harga batu bara domestik di China. Selain itu, kenyataan di lapangan masih menunjukkan stok batu bara yang semakin ketat di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu, khususnya di sektor pembangkitan listrik. Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 25 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 16 hari penggunaan, atau setara dengan 12,41 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari lalu.

Stok yang semakin menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) ke dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.


Kondisi ini lantas memaksa permintaan impor batu bara Negeri Panda melonjak, meski ada kebijakan pembatasan impor di sejumlah pelabuhan utama. Sentimen ini akhirnya mampu mendorong harga batu bara bergerak menguat di akhir pekan.

Terlebih, Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan masalah kelangkaan pasokan batu bara akan tetap ada di permukaan, seiring permintaan batu bara di China akan meningkat dengan kecepatan yang sama dengan usaha pemerintah China dalam menggenjot pasokan.

Perusahaan bank investasi tersebut berpendapat bahwa usaha NDRC untuk menggenjot produksi batu bara akan meningkatkan pasokan sebesar 200 juta ton secara tahunan, atau 10% dari pasar batu bara termal China. Namun, permintaan batu bara termal juga akan meningkat secara rata-rata 10% pada semester-I 2018 ini. Alhasil, harga batu bara pun masih berpotensi menguat ke depannya.

Dari bursa domestik, pergerakan emiten sub-sektor batu bara masih bergerak secara variatif. Pada penutupan perdagangan IHSG sesi I hari ini, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) turun 0,76% ke level 260, PT. United Tractors Tbk (UNTR) anjlok 2,87% ke 36.425, PT. Adaro Energy Tbk (ADRO) tidak mencatatkan perubahan di 1.830,  sedangkan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) tumbuh 0,80% ke 25.350.



(RHG/RHG) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular