
Harga Batu Bara Turun Tipis 0,05%
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
25 May 2018 15:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup melemah tipis 0,05% ke US$ 104,70/ton pada perdagangan hari Kamis (24/5), masih diwarnai aksi intervensi Pemerintah China untuk menstabilkan harga batu bara domestik.
Meski demikian, harga batu bara relatif masih stabil, tidak jauh-jauh dari rekor tertingginya sejak akhir Februari 2018 lalu sebesar US$105,2/ton, yang dicapai pada hari Selasa (22/5/2018).
Faktor utama yang membebani pergerakan harga batu bara kemarin adalah kabar Pemerintah Negeri Tirai Bambu siap menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan, seperti dikutip dari laporan konsultan energi Fenwei Energy Information Services.
Pekan lalu, lembaga perencanaan China, National Development and Reform Commission (NDRC) menyatakan akan mengambil setidaknya 9 langkah untuk menggiring harga pasar ke rentang yang rasional, di antaranya menggenjot produksi, meningkatkan kapasitas rel angkutan, pengurangan konsumsi, memastikan kontrak jangka panjang, serta memperkuat supervisi dan operasi bersama antara sektor batu bara dan tenaga listrik.
Dari perkembangan terbaru, NDRC berencana untuk mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China hari ini untuk mendiskusikan rencana aksi untuk memangkas harga batu bara.
Bahkan, sebelumnya diberitakan pemerintah Negeri Tirai Bambu telah melakukan pertemuan pendahuluan untuk menetapkan harga acuan yang lebih rendah.
Harga batu bara China memang meningkat pesat beberapa waktu belakangan, didorong oleh menipisnya stok batu bara di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu.
Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 21 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 17 hari penggunaan, atau setara dengan 12,88 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari lalu.
Hal ini disebabkan oleh kuatnya konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik di Negeri Panda seiring datangnya periode heatwave (cuaca panas) ke dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
Kuatnya konsumsi China ini lantas menyebabkan permintaan impor melonjak, meski ada kebijakan pembatasan impor di sejumlah pelabuhan utama.
Sebagai informasi, impor batu bara China pekan lalu meningkat 8,3% week to-week (WtW) ke angka 3,02 juta ton. Sementara itu, ekspor batu bara dari Australia juga menguat 9,7% WtW di periode yang sama. Hal ini lantas sempat mengangkat harga si batu hitam di awal pekan ini.
Tapi, momentum ini nampaknya akan hilang kala 9 langkah yang disiapkan Pemerintah China dapat berjalan dengan efektif, dan mendapat dukungan dari seluruh pemangku kebijakan di sektor pembangkit listrik tenaga batu bara di Negeri Tembok Raksasa. Sentimen ini lantas mendorong harga batu bara bergerak melemah kemarin.
Meski demikian, Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan masalah kelangkaan pasokan batu bara akan tetap ada di permukaan, seiring peningkatan komoditas batu hitam secara musiman akan meningkat dengan kecepatan yang sama dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan pasokan.
Perusahaan bank investasi tersebut berpendapat bahwa usaha NDRC untuk menggenjot produksi batu bara dan kapasitas pengirimannya akan meningkatkan pasokan sebesar 200 juta ton secara tahunan, atau 10% dari pasar batu bara termal China. Namun, permintaan komoditas ini juga akan meningkat secara rata-rata 10% pada semester-I 2018 ini. Alhasil, harga batu bara pun masih berpotensi menguat ke depannya.
Dari bursa domestik, pergerakan emiten sub-sektor batu bara mayoritas masih berada di zona hijau. Menjelang penutupan perdagangan IHSG hari ini, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menguat 2,33% ke level 264, dan PT. United Tractors Tbk (UNTR) naik 1,42% ke 37.475, PT. Adaro Energy Tbk (ADRO) melambung 0,27% ke 1.840, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) tumbuh 2,76% ke 25.125
(RHG/RHG) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton
Meski demikian, harga batu bara relatif masih stabil, tidak jauh-jauh dari rekor tertingginya sejak akhir Februari 2018 lalu sebesar US$105,2/ton, yang dicapai pada hari Selasa (22/5/2018).
![]() |
Dari perkembangan terbaru, NDRC berencana untuk mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China hari ini untuk mendiskusikan rencana aksi untuk memangkas harga batu bara.
Bahkan, sebelumnya diberitakan pemerintah Negeri Tirai Bambu telah melakukan pertemuan pendahuluan untuk menetapkan harga acuan yang lebih rendah.
Harga batu bara China memang meningkat pesat beberapa waktu belakangan, didorong oleh menipisnya stok batu bara di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu.
Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 21 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 17 hari penggunaan, atau setara dengan 12,88 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari lalu.
Hal ini disebabkan oleh kuatnya konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik di Negeri Panda seiring datangnya periode heatwave (cuaca panas) ke dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
Kuatnya konsumsi China ini lantas menyebabkan permintaan impor melonjak, meski ada kebijakan pembatasan impor di sejumlah pelabuhan utama.
Sebagai informasi, impor batu bara China pekan lalu meningkat 8,3% week to-week (WtW) ke angka 3,02 juta ton. Sementara itu, ekspor batu bara dari Australia juga menguat 9,7% WtW di periode yang sama. Hal ini lantas sempat mengangkat harga si batu hitam di awal pekan ini.
Tapi, momentum ini nampaknya akan hilang kala 9 langkah yang disiapkan Pemerintah China dapat berjalan dengan efektif, dan mendapat dukungan dari seluruh pemangku kebijakan di sektor pembangkit listrik tenaga batu bara di Negeri Tembok Raksasa. Sentimen ini lantas mendorong harga batu bara bergerak melemah kemarin.
Meski demikian, Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan masalah kelangkaan pasokan batu bara akan tetap ada di permukaan, seiring peningkatan komoditas batu hitam secara musiman akan meningkat dengan kecepatan yang sama dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan pasokan.
Perusahaan bank investasi tersebut berpendapat bahwa usaha NDRC untuk menggenjot produksi batu bara dan kapasitas pengirimannya akan meningkatkan pasokan sebesar 200 juta ton secara tahunan, atau 10% dari pasar batu bara termal China. Namun, permintaan komoditas ini juga akan meningkat secara rata-rata 10% pada semester-I 2018 ini. Alhasil, harga batu bara pun masih berpotensi menguat ke depannya.
Dari bursa domestik, pergerakan emiten sub-sektor batu bara mayoritas masih berada di zona hijau. Menjelang penutupan perdagangan IHSG hari ini, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menguat 2,33% ke level 264, dan PT. United Tractors Tbk (UNTR) naik 1,42% ke 37.475, PT. Adaro Energy Tbk (ADRO) melambung 0,27% ke 1.840, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) tumbuh 2,76% ke 25.125
(RHG/RHG) Next Article Perang Dagang AS-China Reda, Batu Bara Dekati US$105/ton
Most Popular