Kemarin Naik 1%, Hari Ini Harga Emas Terkoreksi

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
25 May 2018 14:44
Harga emas tertekan, didorong oleh aksi ambil untung setelah kemarin naik lebih dari 1% dan kembali menembus level US$1.300/troy ounce.
Foto: REUTERS/Edgar Su
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak turun tipis 0,18% ke US$1.302,10/troy ounce, hingga pukul 13.30 WIB hari ini. Harga sang logam tertekan didorong oleh aksi ambil untung setelah kemarin naik lebih dari 1% dan kembali menembus level US$1.300/troy ounce. 

Sebagai informasi, setelah tertekan di sepanjang minggu ini, kemarin harga emas mendapatkan suntikan energi positif dari keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membatalkan pertemuannya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Hal tersebut terungkap di dalam surat dari Trump kepada Kim.

"Amat disayangkan, berdasarkan kemarahan dan tindakan keras Anda, saya merasa bahwa saat ini belum pantas untuk mengadakan pertemuan yang sudah kita bahas sebelumnya. Dengan surat ini, kami memohon pengertian bahwa pertemuan di Singapura tidak akan dilakukan," tulis Trump dalam surat itu.

Kemarin Naik 1%, Hari Ini Harga Emas TerkoreksiFoto: Raditya Hanung


Sedianya pertemuan bersejarah AS-Korea Utara akan dilakukan di Singapura pada 12 Juni mendatang. Namun Trump menegaskan hal itu sudah tidak relevan.

"Jika Anda berubah pikiran dan ingin mengadakan pertemuan, tidak perlu ragu menghubungi atau menulis surat kepada saya. Dunia, khususnya Korea Utara, telah kehilangan kesempatan besar untuk menuju perdamaian dan kemakmuran. Kesempatan yang terlepas ini menjadi saat yang memprihatinkan dalam sejarah," tutup Trump dalam suratnya.

Trump sepertinya kecewa dengan sikap Pyongyang yang emosional menanggapi latihan militer gabungan AS-Korea Selatan beberapa waktu lalu. Bahkan Korea Utara menyatakan siap untuk melakukan perang nuklir jika dibutuhkan.

Perkembangan ini lagi-lagi menimbulkan ketidakpastian. Pelaku pasar yang sudah punya harapan tinggi terhadap perdamaian di Semenanjung Korea, kini dibuat gusar. Investor memilih meninggalkan aset-aset berisiko seperti saham. Pada perdagangan kemarin, tiga indeks utama Wall Street berakhir di zona merah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,3%, S&P 500 melemah 0,2%, dan Nasdaq terkoreksi 0,02%.

Sebaliknya, pelaku pasar pun mulai melirik aset-aset aman. Permintaan emas sebagai instrumen safe haven pun terstimulasi, dan akhirnya mendukung penguatan harga komoditas ini kemarin.

Namun, pada siang ini, harga emas tidak mampu melanjutkan momentum penguatan kemarin, dan mulai tergelincir zona merah. Pelaku pasar nampaknya merealisasikan keuntungannya setelah harga emas mampu kembali ke level di atas Rp1.300/troy ounce.

Selain itu, Dollar Index, yang mengukur posisi dolar AS terhadap 6 mata uang dunia, bergerak menguat hingga 0,17% siang ini. Penguatan dolar AS bisa jadi didorong oleh perkembangan di Eropa. Mark Carney, Gubernur Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) menyatakan bahwa Negeri Ratu Elizabeth masih membutuhkan stimulus setelah keluar dari Uni Eropa.

Setelah referendum yang menghasilkan 'perceraian' pada 2016, yang dikenal dengan istilah Brexit, Inggris baru resmi keluar dari Uni Eropa pada Maret tahun depan. Kini sedang berlangsung proses peralihan dan berbagai persyaratan yang masih harus dipenuhi oleh Inggris.

"Transisi yang kurang mulus, atau berbeda dari perkiraan, bisa berdampak terhadap kebijakan moneter. Dalam situasi yang luar biasa, mungkin kami akan memberi toleransi ketika inflasi sudah melebihi target," tutur Carney, seperti dikutip Reuters.

BoE punya target inflasi 2%, sementara laju inflasi sampai April sudah mencapai 2,4%. Percepatan laju inflasi semestinya direspons melalui kenaikan suku bunga acuan agar ekonomi tidak mengalami overheating. Ini pun menjadi ekspektasi pasar, bahwa BoE akan menerapkan kebijakan moneter ketat.

Namun dengan pernyataan Carney, sepertinya BoE masih akan menerapkan kebijakan moneter akomodatif. Artinya, peluang kenaikan suku bunga acuan pun mengecil. Perkembangan tersebut lantas membuat AS menjadi satu-satunya negara maju yang siap menerapkan kebijakan moneter ketat. The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral AS, diperkirakan menaikkan suku bunga acuan minimal tiga kali sepanjang 2018.

Dengan demikian, arus modal pun sepertinya masih akan terkonsentrasi ke Negeri Paman Sam. Hal ini menjadi sentimen positif bagi greenback, sehingga hari ini mampu menguat terhadap mata uang dunia.

Faktor lainnya yang menjadi pemberat harga emas adalah kabar bahwa Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross akan mengunjungi Beijing pada pekan depan, untuk melanjutkan perundingan perdagangan dengan para pejabat Negeri Tirai Bambu, ujar media milik pemerintah China hari Jumat (25/5/2018).

Kunjungan Ross tanggal 2-4 Juni itu dikonfirmasi melalui sambungan telepon dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He hari ini, menurut laporan kantor berita Xinhua, dilansir dari AFP.

Hal ini lantas meredakan kekhawatiran pelaku pasar akan meningkatnya tensi perang dagang. Adanya ikhtiar baru dari pihak AS, kembali membuka peluang adanya perdamaian di antara 2 raksasa ekonomi dunia tersebut di sektor perdagangan.

Sebelumnya, pasar sempat dikejutkan oleh komentar Trump yang menyatakan kurang puas dengan perkembangan negosiasi perdagangan antara kedua raksasa ekonomi tersebut.

Hanya berselang sehari dari pernyataan tersebut, Trump lantas menyampaikan bahwa kesepakatan yang sedang disusun bersama China terlalu sulit dijalankan saat ini, sehingga dibutuhkan struktur yang baru.

"Kesepakatan dagang kami dengan China berjalan dengan baik. Akan tetapi, pada akhirnya mungkin kita butuh struktur yang baru karena yang sekarang sulit untuk dijalankan," tegas Trump dalam cuitannya di Twitter.


(RHG/RHG) Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular