Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Perkasa Lagi

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
22 May 2018 11:06
Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Juli 2018 bergerak menguat 0,9% ke level US$79,22/barel. Sementara, light sweet naik sebesar 1,35% ke US$72,24/barel
Foto: REUTERS/Andy Buchanan
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman Juli 2018 bergerak menguat 0,9% ke level US$79,22/barel pada penutupan pedagangan hari Senin (21/5/2018). Sementara itu, light sweet kontrak pengiriman Juni 2018 bahkan membukukan kenaikan yang lebih besar lagi, yakni sebesar 1,35% ke US$72,24/barel.

Pencapaian ini mampu mendorong harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) mencapai titik tertingginya sejak akhir 2014. Sementara itu harga Brent yang menjadi acuan di Eropa juga masih mampu bertahan di dekat level US$80/barel.

Sebagai catatan, harga brent yang menjadi acuan di Benua Eropa, sempat melompat ke level US$80,18/barel pada hari Kamis (17/5/2018), pertama kalinya sejak November 2014. Namun, lonjakan itu tidak bertahan lama, yang kemudian berangsur turun lagi ke bawah US$80/barel.

Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Perkasa Lagi


Energi positif bagi penguatan harga minyak kemarin datang dari perkembangan tensi antara Venezuela dan Amerika Serikat (AS). Pasca Nicolas Maduro kembali terpilih sebagai presiden, AS menyatakan tidak merestui rezim Maduro untuk kembali berkuasa selama 6 tahun ke depan.

Oleh karena itu, Reuters mengabarkan bahwa Trump sudah menandatangani perintah larangan kepada warga negara AS untuk membeli aset-aset Venezuela. Hal ini bertujuan untuk membatasi ruang korupsi, sesuatu yang dituduhkan AS kepada pemerintahan Maduro.

"Kami harus memastikan bahwa kami mematuhi tujuan kami yang menargetkan para pejabat rezim yang korup, dan bukan penduduk Venezuela. Kami tidak ingin merusak sebuah negara dengan cara yang membuat negara sulit diperbaiki, setelah demokrasi dipulihkan," kata Wakil Menteri Luar Negeri AS John Sullivan pada hari Minggu (20/5/2018).

Sullivan juga menyebut sanksi minyak sebagai langkah yang sangat signifikan. "(Sanksi minyak) sedang ditinjau secara aktif," katanya, dilansir dari Reuters.

Jika Venezuela kesulitan memperoleh akses pembiayaan, maka akan semakin menekan perekonomian negara tersebut, yang saat ini pun sudah jatuh ke lembah krisis. Dampaknya adalah produksi dan distribusi minyak akan semakin terdisrupsi, terlebih apabila sanksi minyak dari Negeri Paman Sam berlaku.

Padahal Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia. Negeri yang banyak melahirkan Miss Universe ini punya cadangan minyak mencapai 300,88 miliar barel. Jumlah tersebut adalah sekitar 25% dari total cadangan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC).

AS, yang memiliki hubungan buruk sejak lama dengan Venezuela, bahkan merupakan pelanggan terbesar minyaknya. Sekitar sepertiga dari produksi minyak Venezuela juga dikirim ke China dan Rusia. Alhasil, saat produksi salah satu lumbung minyak ini terganggu, maka dampaknya adalah pasokan minyak ke pasar global pun akan seret. Persepsi inilah yang menyebabkan harga minyak bergerak ke atas.

Angin segar lainnya bagi harga minyak berasal dari ditundanya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Negeri Paman Sam setuju melakukan "gencatan senjata" dengan mencabut sementara ancaman tarifnya, sembari mereka akan menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Negeri Tirai Bambu.

Menteri Luar Negeri AS Steve Mnuchin dan penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow, menyatakan bahwa kesepakatan antara China-AS telah tercapai, khususnya dalam menetapkan kerangka yang dapat mengatasi ketidakseimbangan perdagangan di masa depan.

"Kita menetapkan perang dagang untuk ditunda. Saat ini, kita telah sepakat untuk menunda kebijakan tarif, seiring kita mengekseksekusi kerangka perdagangannya," ucap Mnuchin dalam sebuah wawancara televisi swasta, seperti dilansir dari CNBC International.

Sebelumnya, dalam pernyataan gabungannya bersama AS, China menyatakan bahwa mereka akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Hal ini dipercayai akan mendorong laju perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam, sekaligus memangkas defisit perdagangan AS-China secara tahunan, dengan kisaran US$335 miliar.

"Untuk memenuhi konsumsi rakyat China yang terus tumbuh dan kebutuhan akan perkembangan ekonomi berkualitas tinggi, China akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Ini akan mendukung pertumbuhan dan penciptaan tenaga kerja di AS," bunyi pernyataan gabungan AS-China.

Walaupun belum menyebutkan angka pasti, pernyataan ini berhasil memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, jika skala perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan memengaruhi arus perdagangan global (termasuk perdagangan komoditas minyak mentah), mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia.

Sebagai tambahan, jangan lupa bahwa sejak 2 pekan lalu, harga minyak juga telah mendapatkan sentimen positif dari keputusan AS untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran, dan akan memulihkan sanksi ekonomi bagi Negeri Persia tersebut.

Banjir sentimen positif ini lantas mengembalikan keperkasaan sang emas hitam setelah pada akhir pekan lalu terkoreksi cukup dalam. Hingga pukul 10.00 WIB hari ini, harga minyak pun masih melanjutkan penguatannya, di mana lightsweet bergerak naik 0,26% ke US$72,43/barel, sedangkan brent menguat 0,19% ke US$79,37.




(RHG/RHG) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular