Cadangan Minyak AS Turun Lagi, Harga Minyak Rebound

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
05 June 2018 09:29
Harga minyak jenis brent bergerak naik sebesar 0,3% ke US$75,52/barel, sementara light sweet juga menguat sebesar 0,49% ke US$65,07/barel, pukul 09.00 WIB.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari ini Selasa (05/06/2018), harga minyak jenis brent bergerak naik sebesar 0,3% ke US$75,52/barel, sementara light sweet juga menguat sebesar 0,49% ke US$65,07/barel, hingga pukul 09.00 WIB.

Harga sang emas hitam mampu rebound setelah kompak ditutup melemah pada perdagangan kemarin Senin (04/06/2018), di mana light sweet yang menjadi acuan di AS melemah sebesar 1,61%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa juga terkoreksi 1,95%.

Cadangan Minyak AS Diestimasi Turun Lagi,Harga Minyak ReboundFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung


Faktor yang mendorong penguatan harga minyak pada hari ini adalah cadangan minyak mentah Negeri Paman Sam yang diprediksi menurun sekitar 2,5 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 1 Juni 2018, berdasarkan nilai rata-rata konsensus analis, yang dikutip dari CNBC International.

Apabila data itu terealisasikan, maka penurunan ini akan menjadi kedua kalinya berturut-turut, setelah pada sepekan hingga tanggal 25 Mei 2018, cadangan minyak mentah AS juga tercatat berkurang sebesar 3,6 juta barel.

American Petroleum Institute (API) akan merilis data cadangan minyak mentah sang Negeri Adidaya pada hari Rabu (06/06/2018) pukul 03.30 WIB, sementara data resmi dari US Energy Information Administration akan keluar pada hari yang sama pukul 21.30 WIB.

Meski demikian, penguatan harga minyak masih cenderung terbatas, dan masih berpotensi kembali tertekan, menyusul investor yang masih harap-harap cemas menanti kepastian rencana Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan Arab Saudi untuk mengurangi dosis pemangkasan produksi yang dilakukan sejak 2017. Rencana itu disusun untuk mengompensasi penurunan pasokan minyak dari Venezuela dan Iran.

Rusia dikabarkan sudah ambil kuda-kuda untuk menaikkan produksi. Bila tidak ada keputusan lebih lanjut dari OPEC terkait pemangkasan produksi tersebut, maka Negeri Beruang Merah akan kembali menambah pasokan mereka dalam beberapa bulan ke depan.

Sebagai informasi, Rusia sudah mengurangi produksi mereka sekitar 300.000 barel/hari sejak Oktober 2016 sebagai bagian dari kesepakatan dengan OPEC untuk mengatrol harga si emas hitam yang sempat terpuruk ke level US$ 30/barel.

"Potensi (produksi minyak) kami berkurang 300.000 barel/hari karena pengurangan produksi sukarela yang merupakan bagian kesepakatan dengan OPEC. Dalam beberapa bulan, kami bisa saja mengambalikan potensi tersebut," ungkap Pavel Sorokin, Wakil Menteri Energi Rusia, dalam wawancara dengan Reuters.

Akan tetapi, di sisi lain negara-negara Jazirah Arab, yang tergabung dan tidak tergabung dalam OPEC, malah menekankan perlunya kerja sama berkelanjutan antara produsen minyak untuk memangkas pasokan minyak global yang akan berakhir pada akhir 2018 mendatang.

Mengutip Reuters, kantor berita Kuwait melaporkan bahwa hal tersebut merupakan buah dari hasil pertemuan yang dilakukan oleh Menteri Perminyakan negara-negara yang tergabung dalam OPEC, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Aljazair, serta negara non-OPEC Oman, di Kuwait pada Sabtu (3/6/2018).

Pertemuan komite yang dikenal dengan nama The Joint OPEC/Non-OPEC Ministerial Monitoring Committee (JMMC) tersebut menyerukan untuk mempertahankan kemitraan yang ada agar terus bisa beradaptasi dengan dinamika pasar, dalam mengejar kepentingan bersama, baik konsumen dan produsen, serta mendorong pertumbuhan ekonomi global yang sehat.

Perkembangan ini pun lantas kembali membuat pelaku pasar galau. Tingkat ketidakpastian dari rencana pemangkasan produksi OPEC dan Rusia masihlah tinggi, sehingga investor cenderung bermain aman. Nampaknya kepastian terkait isu ini baru akan menjadi jelas pada pertemuan rutin OPEC pada 22 Juni 2018 mendatang di Vienna.

Tidak hanya itu, produksi minyak mentah mingguan AS yang kembali mencatatkan rekor sepanjang sejarah, yakni mencapai 10,769 barel per hari (bph), juga masih menghantui pergerakan harga sang emas hitam. Capaian itu meningkat 15% lebih secara year-on-year (YoY).

Rekor tertinggi secara bulanan juga dipecahkan pada Bulan Maret 2018 lalu, di mana produksi minyak mentah negeri adidaya ini bertambah 215.000 bph menjadi 10,47 juta bph.

"Hal ini tidak dapat dihindari. Produksi (minyak mentah) sudah tumbuh terlalu cepat untuk dapat diserap oleh infrastruktur," jelas Vikas Dwivedi, strategis minyak dan gas global di Macquarie, Houston, seperti dikutip dari Reuters.

Sebagai tambahan, untuk ke depannya produksi minyak mentah AS juga diestimasikan akan meningkat, setelah Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah sumur pengeboran aktif di Negeri Paman Sam dalam sepekan hingga tanggal 1 Juni bertambah 2 unit, menjadi 861 unit.

Jumlah itu merupakan yang terbanyak sejak Maret 2015. Catatan itu juga menunjukkan bahwa sudah 8 kali terjadi penambahan jumlah sumur pengeboran dalam 9 minggu terakhir.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(RHG/RHG) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular