
Perang Dagang AS-China Mereda, Harga Minyak Naik Nyaris 1%
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
21 May 2018 11:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Juli 2018 bergerak menguat 0,74% ke level US$79,09/barel, hingga pukul 10.00 WIB hari ini. Sementara itu, lightsweet juga kompak tercatat naik 0,74% ke US$71,81/barel.
Pencapaian ini mampu mengompensasi anjloknya harga minyak di akhir pekan lalu, di mana brent dan light sweet masing-masing ditutup melemah 1% dan 0,29%. Alhasil, harga minyak jenis brent saat ini mulai mendekati lagi level US$80/barel.
Sebagai catatan, harga brent yang menjadi acuan di Benua Eropa, sempat melompat ke level US$80,18/barel pada hari Kamis (17/5/2018), pertama kalinya sejak November 2014. Namun, lonjakan itu tidak bertahan lama, di mana harga minyak berangsur turun lagi ke bawah US$80/barel.
Energi positif bagi penguatan harga minyak hari ini datang dari kabar ditundanya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Negeri Paman Sam setuju melakukan "gencatan senjata" dengan mencabut sementara ancaman tarifnya, sembari mereka akan menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Negeri Tirai Bambu.
Menteri Luar Negeri Steve Mnuchin dan penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow, menyatakan bahwa kesepakatan antara China-AS pada hari Sabtu (18/5) telah tercapai, khususnya dalam menetapkan kerangka yang dapat mengatasi ketidakseimbangan perdagangan di masa depan.
"Kita menetapkan perang dagang untuk ditunda. Saat ini, kita telah sepakat untuk menunda kebijakan tarif, seiring kita mengekseksui kerangka perdagangannya," ucap Mnuchin dalam sebuah wawancara televisi.
Pada hari Sabtu (18/5), dalam pernyataan gabungannya bersama AS, China menyatakan bahwa mereka akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Hal ini dipercayai akan mendorong laju perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam, sekaligus memangkas defisit perdagangan AS-China secara tahunan, dengan kisaran US$335 miliar.
"Untuk memenuhi konsumsi rakyat China yang terus tumbuh dan kebutuhan akan perkembangan ekonomi berkualitas tinggi, China akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Ini akan mendukung pertumbuhan dan penciptaan tenaga kerja di AS," bunyi pernyataan gabungan AS-China.
Barang-barang yang akan digenjot pengirimannya ke China adalah yang berasal dari sektor agrikultur dan energi. AS akan mengirimkan delegasinya ke China untuk mengerjakan detil dari hal ini. Selain itu, kedua negara juga menyepakati pentingnya meningkatkan perdagangan di sektor manufaktur dan jasa.
Walaupun belum menyebutkan angka pasti, pernyataan ini berhasil memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, jika skala perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global (termasuk perdagangan komoditas minyak mentah), mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia
Kuatnya harga minyak juga masih disokong oleh beberapa sentimen positif seperti penurunan pasokan di Venezuela akibat krisis sosial-politik-ekonomi, kekhawatiran berkurangnya minyak dari Iran jika sanksi terhadap Negeri Persia diterapkan, ekspektasi permintaan yang kuat seiring pemulihan ekonomi global, dan ketatnya pasokan global sebagai hasil ikhtiar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam memangkas produksi minyak mentah.
Meski demikian, pada akhir pekan lalu, harga minyak sempat mendapatkan tekanan dari munculnya persepsi bahwa akan terdapat pasokan yang cukup untuk mengatasi kondisi peningkatan permintaan dan ketanya pasokan sang emas hitam saat ini.
Adalah CEO BP Bob Dudley yang menyatakan bahwa dia mengekspektasikan banjirnya produksi shale oil AS dan kemungkinan OPEC untuk menghentikan pemangkasan produksi, akan "mendinginkan" pasar minyak yang sempat menembus level US$80/barel pekan lalu, seperti dikutip oleh Reuters.
Dudley juga menambahkan bahwa dia memperkirakan harga minyak akan jatuh ke level US$50-US$65/barel akibat meningkatnya produksi shale oil Negeri Paman Sam dan kekuatan kapasitas OPEC untuk menggenjot produksinya lagi dalam rangka mengisi potensi kekosongan pasokan akibat sanksi Iran.
(RHG/RHG) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai
Pencapaian ini mampu mengompensasi anjloknya harga minyak di akhir pekan lalu, di mana brent dan light sweet masing-masing ditutup melemah 1% dan 0,29%. Alhasil, harga minyak jenis brent saat ini mulai mendekati lagi level US$80/barel.
Sebagai catatan, harga brent yang menjadi acuan di Benua Eropa, sempat melompat ke level US$80,18/barel pada hari Kamis (17/5/2018), pertama kalinya sejak November 2014. Namun, lonjakan itu tidak bertahan lama, di mana harga minyak berangsur turun lagi ke bawah US$80/barel.
![]() |
Energi positif bagi penguatan harga minyak hari ini datang dari kabar ditundanya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Negeri Paman Sam setuju melakukan "gencatan senjata" dengan mencabut sementara ancaman tarifnya, sembari mereka akan menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Negeri Tirai Bambu.
Menteri Luar Negeri Steve Mnuchin dan penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow, menyatakan bahwa kesepakatan antara China-AS pada hari Sabtu (18/5) telah tercapai, khususnya dalam menetapkan kerangka yang dapat mengatasi ketidakseimbangan perdagangan di masa depan.
"Kita menetapkan perang dagang untuk ditunda. Saat ini, kita telah sepakat untuk menunda kebijakan tarif, seiring kita mengekseksui kerangka perdagangannya," ucap Mnuchin dalam sebuah wawancara televisi.
Pada hari Sabtu (18/5), dalam pernyataan gabungannya bersama AS, China menyatakan bahwa mereka akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Hal ini dipercayai akan mendorong laju perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam, sekaligus memangkas defisit perdagangan AS-China secara tahunan, dengan kisaran US$335 miliar.
"Untuk memenuhi konsumsi rakyat China yang terus tumbuh dan kebutuhan akan perkembangan ekonomi berkualitas tinggi, China akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Ini akan mendukung pertumbuhan dan penciptaan tenaga kerja di AS," bunyi pernyataan gabungan AS-China.
Barang-barang yang akan digenjot pengirimannya ke China adalah yang berasal dari sektor agrikultur dan energi. AS akan mengirimkan delegasinya ke China untuk mengerjakan detil dari hal ini. Selain itu, kedua negara juga menyepakati pentingnya meningkatkan perdagangan di sektor manufaktur dan jasa.
Walaupun belum menyebutkan angka pasti, pernyataan ini berhasil memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, jika skala perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global (termasuk perdagangan komoditas minyak mentah), mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia
Kuatnya harga minyak juga masih disokong oleh beberapa sentimen positif seperti penurunan pasokan di Venezuela akibat krisis sosial-politik-ekonomi, kekhawatiran berkurangnya minyak dari Iran jika sanksi terhadap Negeri Persia diterapkan, ekspektasi permintaan yang kuat seiring pemulihan ekonomi global, dan ketatnya pasokan global sebagai hasil ikhtiar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam memangkas produksi minyak mentah.
Meski demikian, pada akhir pekan lalu, harga minyak sempat mendapatkan tekanan dari munculnya persepsi bahwa akan terdapat pasokan yang cukup untuk mengatasi kondisi peningkatan permintaan dan ketanya pasokan sang emas hitam saat ini.
Adalah CEO BP Bob Dudley yang menyatakan bahwa dia mengekspektasikan banjirnya produksi shale oil AS dan kemungkinan OPEC untuk menghentikan pemangkasan produksi, akan "mendinginkan" pasar minyak yang sempat menembus level US$80/barel pekan lalu, seperti dikutip oleh Reuters.
Dudley juga menambahkan bahwa dia memperkirakan harga minyak akan jatuh ke level US$50-US$65/barel akibat meningkatnya produksi shale oil Negeri Paman Sam dan kekuatan kapasitas OPEC untuk menggenjot produksinya lagi dalam rangka mengisi potensi kekosongan pasokan akibat sanksi Iran.
(RHG/RHG) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai
Most Popular