
Perang Dagang AS-China Mereda, Harga Emas Anjlok Lebih Dalam
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
21 May 2018 14:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 melemah 0,32% ke US$1.287,10/troy ounce, hingga pukul 12.10 WIB sore ini. Harga sang logam mulia semakin tenggelam, setelah pada pekan lalu anjlok ke level terendahnya di tahun 2018.
Harga emas memang masih diselimuti aura negatif di sepanjang pekan lalu, dengan melemah hingga 2,23%. Penyebabnya adalah nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) sedang perkasa. Indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, menguat hingga 1,19% dalam seminggu terakhir.
Sebagai catatan, pergerakan harga emas memang biasanya berbanding terbalik dengan dolar AS. Persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh The Federal Reserve/The Fed selaku bank sentral AS merupakan hal utama yang melandasi penguatan dolar AS. Persepsi ini timbul seiring dengan positifnya data-data ekonomi dari Negeri Paman Sam.
Teranyar, Federal Reserve Bank of Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis menjadi 34,4 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 23,2 pada bulan April. Pencapaian ini juga jauh mengalahkan konsensus yang hanya sebesar 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu mendorong The Fed untuk turun tangan agar tidak terjadi overheating ekonomi. Dikhawatirkan The Fed bisa menaikkan suku bunga sampai empat kali pada 2018, lebih dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Alhasil, sepanjang minggu lalu, investor lebih memilih memegang dolar AS ketimbang emas, sekaligus menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi terbitan Negeri Paman Sam.
Terhitung sejak 15 Mei, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun terus berada di kisaran 3%, juga dipicu oleh persepsi atas kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Pada akhir pekan lalu, yield obligasi AS bahkan sudah berada di level 3,12%, atau merupakan level tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Pelemahan harga emas hari ini bertambah parah seiring kabar meredanya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Negeri Paman Sam setuju melakukan "gencatan senjata" dengan mencabut sementara ancaman tarifnya, sembari mereka akan menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Negeri Tirai Bambu.
"Kita menetapkan perang dagang untuk ditunda. Saat ini, kita telah sepakat untuk menunda kebijakan tarif, seiring kita mengekseksui kerangka perdagangannya," ucap Mnuchin dalam sebuah wawancara di stasiun televisi.
Sebelumnya, dalam pernyataan gabungannya bersama AS pada hari Sabtu (18/5), China menyatakan bahwa mereka akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Hal ini dipercayai akan mendorong laju perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam, sekaligus memangkas defisit perdagangan AS-China secara tahunan, dengan kisaran US$335 miliar.
Barang-barang yang akan digenjot pengirimannya ke China adalah yang berasal dari sektor agrikultur dan energi. AS akan mengirimkan delegasinya ke China untuk mengerjakan detil dari hal ini. Selain itu, kedua negara juga menyepakati pentingnya meningkatkan perdagangan di sektor manufaktur dan jasa.
Walaupun belum menyebutkan angka pasti, pernyataan ini berhasil memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Jika perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global, mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia.
Investor pun kembali berani melirik aset-aset berisiko seperti pasar saham, dan mengurangi permintaan instrumen safe haven seperti emas dan Jepang yen. Sebagai catatan, mata uang Negeri Sakura juga melemah hingga 0,52% pada siang ini.
(RHG/RHG) Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
![]() |
Harga emas memang masih diselimuti aura negatif di sepanjang pekan lalu, dengan melemah hingga 2,23%. Penyebabnya adalah nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) sedang perkasa. Indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, menguat hingga 1,19% dalam seminggu terakhir.
Teranyar, Federal Reserve Bank of Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis menjadi 34,4 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 23,2 pada bulan April. Pencapaian ini juga jauh mengalahkan konsensus yang hanya sebesar 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu mendorong The Fed untuk turun tangan agar tidak terjadi overheating ekonomi. Dikhawatirkan The Fed bisa menaikkan suku bunga sampai empat kali pada 2018, lebih dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Alhasil, sepanjang minggu lalu, investor lebih memilih memegang dolar AS ketimbang emas, sekaligus menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi terbitan Negeri Paman Sam.
Terhitung sejak 15 Mei, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun terus berada di kisaran 3%, juga dipicu oleh persepsi atas kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Pada akhir pekan lalu, yield obligasi AS bahkan sudah berada di level 3,12%, atau merupakan level tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Pelemahan harga emas hari ini bertambah parah seiring kabar meredanya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Negeri Paman Sam setuju melakukan "gencatan senjata" dengan mencabut sementara ancaman tarifnya, sembari mereka akan menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Negeri Tirai Bambu.
"Kita menetapkan perang dagang untuk ditunda. Saat ini, kita telah sepakat untuk menunda kebijakan tarif, seiring kita mengekseksui kerangka perdagangannya," ucap Mnuchin dalam sebuah wawancara di stasiun televisi.
Sebelumnya, dalam pernyataan gabungannya bersama AS pada hari Sabtu (18/5), China menyatakan bahwa mereka akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Hal ini dipercayai akan mendorong laju perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam, sekaligus memangkas defisit perdagangan AS-China secara tahunan, dengan kisaran US$335 miliar.
Barang-barang yang akan digenjot pengirimannya ke China adalah yang berasal dari sektor agrikultur dan energi. AS akan mengirimkan delegasinya ke China untuk mengerjakan detil dari hal ini. Selain itu, kedua negara juga menyepakati pentingnya meningkatkan perdagangan di sektor manufaktur dan jasa.
Walaupun belum menyebutkan angka pasti, pernyataan ini berhasil memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Jika perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global, mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia.
Investor pun kembali berani melirik aset-aset berisiko seperti pasar saham, dan mengurangi permintaan instrumen safe haven seperti emas dan Jepang yen. Sebagai catatan, mata uang Negeri Sakura juga melemah hingga 0,52% pada siang ini.
(RHG/RHG) Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Most Popular