
Harga Emas Alami Pekan Terburuk di Tahun Ini
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
18 May 2018 16:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 melemah tipis 0,05% ke US$1.288,8/troy ounce, hingga pukul 15.00 WIB sore ini. Harga sang logam mulia semakin tenggelam, setelah kemarin anjlok ke level terendahnya di tahun 2018.
Pada level harga saat ini, harga emas sudah melemah 2,41% dalam sepekan terakhir, yang menjadi performa mingguan terburuk di tahun ini.
Harga emas memang masih diselimuti aura negatif di sepanjang pekan ini, pasalnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) sedang perkasa. Hingga perdagangan kemarin, indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, sudah menguat hingga 1% di sepanjang pekan ini.
Apresiasi dolar AS didorong oleh lonjakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Saat ini, yield obligasi AS seri acuan tenor 10 tahun bahkan sudah berada di level 3,12%, atau merupakan level tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Kenaikan yield merupakan pertanda bahwa ekspektasi inflasi sedang meningkat. Hal ini terjadi karena data-data ekonomi Negeri Paman Sam belum berhenti mengabarkan berita baik. Ekonomi yang semakin membaik tentu berakibat pada percepatan laju inflasi.
Teranyar, The Federal Reserve/The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis dari 23,2 pada April menjadi 34,4 pada Mei. Jauh di atas proyeksi yang hanya sebesar 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Kenaikan harga minyak mentah yang cukup signifikan dalam sepekan terakhir juga menambah kuat persepsi terakselerasinya inflasi AS ke depan. Pasalnya, komoditas minyak masih menjadi sumber energi utama. Harga brent yang menjadi acuan di Benua Eropa, sempat melompat ke level US$80,18/barel kemarin, pertama kalinya sejak November 2014.
Mau tidak mau, The Fed akan dipaksa turun tangan agar tidak terjadi overheating. Dikhawatirkan The Fed bisa menaikkan suku bunga sampai empat kali pada 2018, lebih dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Setiap kabar mengenai kenaikan suku bunga (apalagi secara agresif) akan menjadi landasan bagi dolar AS untuk terapresiasi. Investor lantas berbondong-bondong meninggalkan emas, dan beralih memeluk mata uang Negeri Paman Sam.
Meski demikian, pelemahan harga emas agak terbatas hari ini, dipicu oleh kecemasan investor terkait perkembangan negosiasi perdagangan AS-China yang sepertinya tidak akan mulus. Bahkan Pesiden Trump sendiri meragukan pembicaraan ini akan menghasilkan solusi yang memuaskan.
"Apakah ini (pembicaraan dagang dengan China) akan sukses? Saya cenderung ragu. Alasannya adalah China sudah terlalu manja karena mereka selalu mendapatkan 100% keinginannya. Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi lagi," tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.
AS meminta China mengurangi surplus perdagangan mereka sebesar US$ 200 miliar, penghapusan kewajiban kerjasama dengan mitra lokal untuk investasi teknologi AS di China, dan penghapusan subsidi bagi industri di China. Sementara China meminta AS mencabut sanksi bagi ZTE, yang dilarang menjual produknya di tanah Negeri Adidaya selama 7 tahun.
Alotnya negosiasi ini membuat investor khawatir. Jika perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global, mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia. Hal ini dapat menstimulasi permintaan terhadap komoditas emas yang berstatus safe haven.
Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Pada level harga saat ini, harga emas sudah melemah 2,41% dalam sepekan terakhir, yang menjadi performa mingguan terburuk di tahun ini.
![]() |
Harga emas memang masih diselimuti aura negatif di sepanjang pekan ini, pasalnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) sedang perkasa. Hingga perdagangan kemarin, indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, sudah menguat hingga 1% di sepanjang pekan ini.
Kenaikan yield merupakan pertanda bahwa ekspektasi inflasi sedang meningkat. Hal ini terjadi karena data-data ekonomi Negeri Paman Sam belum berhenti mengabarkan berita baik. Ekonomi yang semakin membaik tentu berakibat pada percepatan laju inflasi.
Teranyar, The Federal Reserve/The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis dari 23,2 pada April menjadi 34,4 pada Mei. Jauh di atas proyeksi yang hanya sebesar 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Kenaikan harga minyak mentah yang cukup signifikan dalam sepekan terakhir juga menambah kuat persepsi terakselerasinya inflasi AS ke depan. Pasalnya, komoditas minyak masih menjadi sumber energi utama. Harga brent yang menjadi acuan di Benua Eropa, sempat melompat ke level US$80,18/barel kemarin, pertama kalinya sejak November 2014.
Mau tidak mau, The Fed akan dipaksa turun tangan agar tidak terjadi overheating. Dikhawatirkan The Fed bisa menaikkan suku bunga sampai empat kali pada 2018, lebih dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Setiap kabar mengenai kenaikan suku bunga (apalagi secara agresif) akan menjadi landasan bagi dolar AS untuk terapresiasi. Investor lantas berbondong-bondong meninggalkan emas, dan beralih memeluk mata uang Negeri Paman Sam.
Meski demikian, pelemahan harga emas agak terbatas hari ini, dipicu oleh kecemasan investor terkait perkembangan negosiasi perdagangan AS-China yang sepertinya tidak akan mulus. Bahkan Pesiden Trump sendiri meragukan pembicaraan ini akan menghasilkan solusi yang memuaskan.
"Apakah ini (pembicaraan dagang dengan China) akan sukses? Saya cenderung ragu. Alasannya adalah China sudah terlalu manja karena mereka selalu mendapatkan 100% keinginannya. Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi lagi," tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.
AS meminta China mengurangi surplus perdagangan mereka sebesar US$ 200 miliar, penghapusan kewajiban kerjasama dengan mitra lokal untuk investasi teknologi AS di China, dan penghapusan subsidi bagi industri di China. Sementara China meminta AS mencabut sanksi bagi ZTE, yang dilarang menjual produknya di tanah Negeri Adidaya selama 7 tahun.
Alotnya negosiasi ini membuat investor khawatir. Jika perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global, mengingat kedua negara ini adalah perekonomian terbesar di dunia. Hal ini dapat menstimulasi permintaan terhadap komoditas emas yang berstatus safe haven.
Next Article Dolar AS Melunak, Harga Emas Naik Tipis
Most Popular