
Investor Lari ke Emas dkk, Obligasi RI Ditinggalkan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 May 2018 12:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi negara masih bergerak naik. Tekanan terhadap pasar obligasi terjadi secara global, bahkan yield obligasi negara Amerika Serikat (AS) pun ikut bergerak ke atas.
Pada Kamis (17/5/2018), yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,189%. Naik dibandingkan hari sebelumnya yaitu 7,143%.
Kenaikan yield menandakan harga SBN sedang turun. Penurunan harga berarti instrumen ini sedang kurang diminati atau dilepas oleh pelaku pasar.
Pasar obligasi memang sedang tertekan, tidak hanya di Indonesia. Yield obligasi negara AS tenor 10 tahun juga naik, dari kemarin 3,095% menjadi 3,1038%. Ini merupakan titik tertinggi sejak Juli 2011.
Namun sebenarnya tidak hanya pasar obligasi, pasar saham pun cenderung merah. Pada pukul 11:42 WIB, indeks SSEC melemah 0,23%, Hang Seng terkoreksi 0,04%, dan Kospi turun 0,02%.
Bahkan dolar AS pun melemah. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama, masih melemah. Bahkan saat ini koreksinya mencapai 0,21%.
Lalu ke mana uang mengalir?
Safe Haven
Ada indikasi bahwa aliran modal sedang mengarah ke instrumen-instrumen yang dipandang aman alias safe haven. Misalnya mata uang franc Swiss, yen Jepang, atau komoditas emas.
Saat ini franc Swiss menguat 0,13% terhadap dolar AS. Sementara yen Jepang terapresiasi 0,11%, dan harga emas tumbuh 0,15%.
Kondisi global memang sedang kurang kondusif. Korea Utara membatalkan pertemuan dengan AS yang seharusnya terjadi kemarin, karena menilai latihan militer gabungan antara Korea Selatan dan Negeri Adidaya sebagai bentuk provokasi. Bahkan Pyongyang juga mengancam menarik diri dari pembicaraan dengan AS pada 12 Juni mendatang di Singapura.
"Presiden sudah siap jika pertemuan itu dilakukan. Namun kalau batal, kami akan melakukan tekanan maksimal seperti yang sudah terjadi selama ini," tegas Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dilansir Reuters.
Presiden AS Donald Trump mengaku belum mendengar kabar apapun dari Korea Utara. Namun eks taipan properti ini akan terus memantau situasi.
"Belum ada keputusan, kami belum menerima pemberitahuan apapun. Kami belum melihat atau mendengar apa-apa. Nanti kita lihat," ujar Trump.
Aura damai di Semenanjung Korea pun menjadi sedikit buyar. Kini ketegangan di kawasan tersebut bisa kembali muncul, dan menjadi faktor risiko bagi pasar keuangan global. Tentu bukan kabar yang baik.
Kemudian, proses negosiasi perdagangan AS-China juga sepertinya harus melalui jalan terjal. China diketahui ingin agar sanksi AS terhadap ZTE (perusahaan telekomunikasi asal China) dicabut, permintaan yang memicu penolakan dari sejumlah anggota Kongres AS. ZTE tetap dianggap sebagai ancaman bagi keamanan Negeri Paman Sam, sehingga tidak seharusnya sanksi dicabut.
ZTE dijatuhi hukuman tidak boleh menjual produknya di AS, karena terbukti melakukan pengiriman ilegal ke Iran dan Korea Utara. Namun China ingin sanksi ini dicabut terlebih dulu sebelum memulai pembicaraan substansial dengan AS soal perdagangan.
Sebagai informasi, kedua negara ini terlibat perang dagang dengan menaikkan bea masuk. Situasi mulai mereda kala Presiden China Xi Jinping berkomitmen menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai perekonomian yang lebih terbuka, ramah terhadap investor asing, dan bersedia menurunkan surplus perdagangan mereka demi kebaikan dunia.
Serangkaian pertemuan pun sudah dilakukan dalam upaya memperbaiki hubungan dagang Washington-Beijing. Namun prosesnya mungkin tidak akan terlalu mulus, akan penuh dengan pro dan kontra.
Perkembangan ini yang bisa jadi membuat investor agak menahan diri. Sambil menunggu situasi membaik, pelaku pasar memilih bermain aman dan mengoleksi aset-aset safe haven.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/hps) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN
Pada Kamis (17/5/2018), yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,189%. Naik dibandingkan hari sebelumnya yaitu 7,143%.
![]() |
Kenaikan yield menandakan harga SBN sedang turun. Penurunan harga berarti instrumen ini sedang kurang diminati atau dilepas oleh pelaku pasar.
Namun sebenarnya tidak hanya pasar obligasi, pasar saham pun cenderung merah. Pada pukul 11:42 WIB, indeks SSEC melemah 0,23%, Hang Seng terkoreksi 0,04%, dan Kospi turun 0,02%.
Bahkan dolar AS pun melemah. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama, masih melemah. Bahkan saat ini koreksinya mencapai 0,21%.
Lalu ke mana uang mengalir?
Safe Haven
Ada indikasi bahwa aliran modal sedang mengarah ke instrumen-instrumen yang dipandang aman alias safe haven. Misalnya mata uang franc Swiss, yen Jepang, atau komoditas emas.
Saat ini franc Swiss menguat 0,13% terhadap dolar AS. Sementara yen Jepang terapresiasi 0,11%, dan harga emas tumbuh 0,15%.
![]() |
Kondisi global memang sedang kurang kondusif. Korea Utara membatalkan pertemuan dengan AS yang seharusnya terjadi kemarin, karena menilai latihan militer gabungan antara Korea Selatan dan Negeri Adidaya sebagai bentuk provokasi. Bahkan Pyongyang juga mengancam menarik diri dari pembicaraan dengan AS pada 12 Juni mendatang di Singapura.
"Presiden sudah siap jika pertemuan itu dilakukan. Namun kalau batal, kami akan melakukan tekanan maksimal seperti yang sudah terjadi selama ini," tegas Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dilansir Reuters.
Presiden AS Donald Trump mengaku belum mendengar kabar apapun dari Korea Utara. Namun eks taipan properti ini akan terus memantau situasi.
"Belum ada keputusan, kami belum menerima pemberitahuan apapun. Kami belum melihat atau mendengar apa-apa. Nanti kita lihat," ujar Trump.
Aura damai di Semenanjung Korea pun menjadi sedikit buyar. Kini ketegangan di kawasan tersebut bisa kembali muncul, dan menjadi faktor risiko bagi pasar keuangan global. Tentu bukan kabar yang baik.
Kemudian, proses negosiasi perdagangan AS-China juga sepertinya harus melalui jalan terjal. China diketahui ingin agar sanksi AS terhadap ZTE (perusahaan telekomunikasi asal China) dicabut, permintaan yang memicu penolakan dari sejumlah anggota Kongres AS. ZTE tetap dianggap sebagai ancaman bagi keamanan Negeri Paman Sam, sehingga tidak seharusnya sanksi dicabut.
ZTE dijatuhi hukuman tidak boleh menjual produknya di AS, karena terbukti melakukan pengiriman ilegal ke Iran dan Korea Utara. Namun China ingin sanksi ini dicabut terlebih dulu sebelum memulai pembicaraan substansial dengan AS soal perdagangan.
Sebagai informasi, kedua negara ini terlibat perang dagang dengan menaikkan bea masuk. Situasi mulai mereda kala Presiden China Xi Jinping berkomitmen menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai perekonomian yang lebih terbuka, ramah terhadap investor asing, dan bersedia menurunkan surplus perdagangan mereka demi kebaikan dunia.
Serangkaian pertemuan pun sudah dilakukan dalam upaya memperbaiki hubungan dagang Washington-Beijing. Namun prosesnya mungkin tidak akan terlalu mulus, akan penuh dengan pro dan kontra.
Perkembangan ini yang bisa jadi membuat investor agak menahan diri. Sambil menunggu situasi membaik, pelaku pasar memilih bermain aman dan mengoleksi aset-aset safe haven.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/hps) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular